Selasa, 19 Januari 2021

MENGAPA LAHIR ISLAMPHOBIA DAN TUDUHAN INTOLERANSI DI INDONESIA

MENGAPA LAHIR ISLAMPHOBIA DAN TUDUHAN INTOLERANSI DI INDONESIA
Bagaimana kita menjelaskan lahirnya Islam Phobia di Indonesia? Dan bagaimana tuduhan intoleransi dituduhkan pada kalangan Islam oleh kelompok sekuler? Jawabannya terdapat perbedaan cara berpikir dalam memahami demokrasi dan kehidupan bernegara.
Demokrasi lahir dari gagasan dasar Hak Asasi Manusia yang menempatkan kedaulatan tertinggi ditangan rakyat dan pengagungan pada kebebasan individual. Gagasan demokrasi yg lahir di Eropa telah berhasil memisahkan kehidupan privat dengan kehidupan publik dan antara agama dan negara. Berbeda dengan Politik Islam yg menempatkan Tauhid sebagai asas tertinggi dan menempatkan kedaulatan mutlak ditangan Alloh SWT. Dalam Islam tidak memisahkan ranah privat dan ranah publik dan Islam mengatur semua aspek kehidupan dari mulai tatacara beribadah, bermuamalah termasuk bernegara. Kebenaran dalam Islam tidak ditentukan zaman atau suara mayoritas, namun kebenaran syariat yang berlaku sepanjang waktu.
Titik perbedaan inilah yg memicu perbedaan pandangan dan bahkan benturan antara kalangan Islam dengan kalangan sekuler (yg sebenarnya mayoritas beragama Islam juga) terjadi. Gagasan penerapan syariat dan hukum Islam yang menurut politik Islam adalah kewajiban, dipandang sebagai tindakan pemaksaan dan bahkan dianggap merasa paling benar sendiri dan dianggap tidak menghargai kemajemukan dan kebhinekaan. Padahal dalam konsep keimanan Islam kebenaran memang tunggal dan tidak bisa dibagi bagi berdasarkan jumlah ragam pikiran manusia. Islam juga mengatur mana yang boleh dan mana yang tidak termasuk dalam masalah kepemimpinan. Menolak pemimpin non-Islam adalah kewajiban, namun sikap ini justru dianggap merusak demokrasi dan dituduh menggunakan isu agama untuk kepentingan politik atau bahkan dianggap menjual agama untuk jabatan.
Ketika umat Islam berpegang teguh pada agamanya, maka saat itulah ummat Islam dianggap tidak toleran dan tidak menghargai perbedaan dan fluralisme. Sikap ini dianggap membahayakan demokrasi dan dengan meminjam cara berpikir barat, sikap ini dianggap berbahaya dan dituduh menjadi bibit lahirnya radikalisme. Karena itu, maka framingnya akan selalu sama, ketika umat Islam berpegang teguh pada agamanya maka tuduhan intoleran dan bahkan radikalisme akan diarahkan pada umat Islam.
Tanpa sadar sebenarnya benturan peradaban Islam dan barat tengah terjadi kini, sadar atau tidak, mengakui atau tidak, perdebatan ini sebenarnya mewakili dua peradaban utama dunia saat ini yang sedang terjadi, barat vs Islam. Namun wakil dari kaum yang membela demokrasi yang merupakan ayah kandung dari kapitalisme dan liberalisme justru adalah kaum yang KTPnya Islam dan kulitnya sawo matang seperti kita. Kita dituduh Islam Arab, kampungan, sektarian bahkan radikal karena kita masih berpegang teguh dengan agama kita. Tanpa sadar mereka tengah mewakili pemikiran suatu kaum yang bermodalkan kemajuan ekonomi dan teknologi menganggap diri mereka paling benar. Semua standar keberhasilan adalah standar yg mereka tetapkan. Demikian juga standar kebenaran juga mereka yang menentukan. Kita lupa bahwa pemilik demokrasi adalah bangsa bangsa penjajah yang mendapatkan kemajuan dengan tangan berlumur darah. Kemajuan mereka adalah hasil jarahan negara jajahan dalam periode ratusan tahun lamanya, termasuk bangsa kita mengalami kelamnya derita menjadi negara terjajah yang ironisnya gagasannya banyak didukung anak bangsa saat ini.

Tidak ada komentar: