Senin, 27 Desember 2021

YANG HABIS, YANG TERSISA


YANG HABIS, YANG TERSISA


Mulai ketemu alasan kenapa sebagian pengurus masjid lebih senang menghabiskan dananya untuk asset fisik, ketimbang habis dibagi ke ummat, seperti sembako atau menyediakan makan di masjid. Karena asset fisik ini bisa dilihat, dipandang-pandangi, dikagum-kagumi, dan dianggap cuma ngubah uang masjid jadi barang.


Bagitu juga dengan kebanyakan kaum muslimin, semangat sekali wakaf tanah, semangat bangun madrasah, tetapi ketika bicara gaji ustadz, gaji pengajar, makan santri, dirinya mendadak pelit. Entah kenapa. Akhirnya gedung-gedung entitas dakwah nganggur gak ada program, karena manusianya habis.


Ada cacat berfikir pada konsep belanja anggaran dakwah. Pembelanjaan yang dirasa tepat itu hanya apabila uang jadi gedung, jadi menara, jadi marmer, jadi asset bergerak yang bisa dipamer-pamer. Sementara belanja yang habis, operational expenditure, opex, seperti upah takmir, bagi beras ke dhuafa, bayarin kontrakan saudara kita yang di PHK, gak dianggap tepat dan strategis.


Akhirnya ambulance masjid dipamer-pamer di halaman masjid, tapi gak ada supirnya, karena gak ada post gaji dedicated supir. Apalagi bicara bensin operasional, jauh lah. Gak ada anggarannya. Kalo ada jenazah, tetap saja keluarga harus bayar.


Akhirnya Rumah Quran gagah berdiri, samping masjid, grand openingnya heboh, gurunya gak ada, andai kata ada, santri nya kurang gizi, nyediain makannya gak mau, ngasih opex untuk Rumah Quran nya itungan. Pelit banget.


Padahal yang habis itulah yang tersisa nanti di akhirat.


Simak hadist cukup panjang berikut ini, baca perlahan, semoga ada keinsyafan di hati.


*


"Ketika Sayyidah Aisyah ra menghidangkan makanan kesukaan Rasulullah yaitu paha domba (kambing). Rasulullah bertanya : "Wahai Aisyah, apakah sudah engkau berikan kepada Abu Hurairah tetangga kita ? Aisyah menjawab: "Sudah ya Rasulullah."


Kemudian Rasulullah bertanya lagi:

"Bagaimana dengan Ummu Ayman?" Aisyah kembali menjawab: "Sudah ya Rasulullah." Kemudian Rasulullah bertanya lagi tentang tetangga-tetangganya yang lain, adakah sudah di beri masakan tersebut, sampai Aisyah merasa penat menjawab pertanyaan-pertanyaan Rasulullah."


Sampai Aisyah menegaskan kalau semua makanan sudah habis dibagikan kepada tetangga. Yang tersisa hanya beberapa potong daging untuk disantap Rasulullah dan Aisyah.


"Aisyah kemudian menjawab:

"Sudah habis ku berikan, Ya Rasulullah ... Yang tinggal apa yang ada di depan kita saat ini ..." ujar Aisyah.


Mendengar jawaban sang istri, Rasulullah lantas tersenyum dan mengatakan kalimat singkat namun mendalam.


"Engkau salah Aisyah, yang habis adalah apa yang kita makan ini dan yang kekal adalah apa yang kita sedekahkan." (HR. At-Tirmidzi)


*


"Yang habis adalah yang kita makan ini, yang tersisa apa yang kita sedekahkan." Ini harusnya jadi cara berfikir mendalam.


Maka tenang saja, beras yang kita bagi ke dhuafa disekitaran wilayah masjid, itulah nanti yang tersisa di akhirat. Saldonya di akhirat. Pasti dilipatgandakan Allah. Gak akan hilang.


Maka rileks saja, makan-makan yang disediakan ke ummat, itulah yang nanti tersisa di akhirat, menumpuk disana. Gak akan hilang kok Pak, Bu. Maka ramailah masjid. Makmurlah masjid.


Sedangkan marmer insyaAllah bernilai wakaf, ketika dipakai terus oleh ummat. Kalo masjidnya sepi, kan kasihan marmer wakafnya, gak jalan jariyah wakafnya.


Makadari itu, cukup-cukuplah kita jadi pemuja-muja bangunan, pemuja-muja keindahan kubah, pemuja-muja tingginya menara, namun masjid sepi program.


Banyak juga masjid yang megah dan bagus, programnya bagus juga. Ini baru top. An Namirah Lamongan, Izzatul Islam Bekasi. TOP. Masjid bagus, program gak malu-maluin.


Jangan sampai kita larut ke budaya Fir'aun, bikin bangunan tinggi piramid, mengkilap pualam, berlekuk harta benda kemewahan didalam chamber nya, tapi hanya untuk kuburan.


Lalu apa bedanya dengan bangunan yang dibangun megah, tetapi gak ada pelayanannya untuk ummat? Gak menjawab kelaparan, gak menjawab kebutuhan pendidikan masyarakat, gedung megah yang sepi, kan jadi mirip sama gaya-gayanya Fir'aun.


*


Ini foto salah satu entitas dakwah yang ada di Indonesia, Balai Saji. Saya bukan pengurusnya, jadi cuma nyeritain aja. Founder nya Kak Nirwana Tawil 


Ini foto Balai Saji tiga, deket terminal Batu Ampar Balikpapan. Dipadati oleh saudara kita yang lemah dan membutuhkan bantuan. Maka Balai Saji nya ramai banget dan dramatis di titik ini.


Tempatnya sederhana, konon ruko sewa, kursi makannya plastik, mejanya kayu biasa, sederhana, gak banyak habis untuk perkakas perkakas yang gak perlu.


Piringnya melamin, gelasnya melamin, sederhana, kontainer minumnya plastik, disajikan di panci-panci cantik sederhana. Udah gitu aja. Gak akrobat macem-macem.


Tapi menu makan jangan ditanya. Menu makan tiga macem, lauk hewani, lauk nabati, sayur mayur, ada es sirup, kadang malah ada susu segar.


Menurut saya secara objektif, ini waras ya, Balai Saji ini gak pusing di bangunan, gak pusing di hiasan, gak pusing di ornamen aneh-aneh, tapi fokus pada menu yang memang fundamental, karena makanan itulah yang di makan.


Semua boleh makan, itu slogannya, valuenya. Maka kalo ada yang datang, mereka welcome, mereka orang-orang Balai Saji gak pernah memandang curiga, mau bolak balik dua kali ya monggo.


Semua boleh bungkus bawa pulang, itu juga motto mereka. Kalo Anda datang ke Balai Saji bawa Alphard, Anda tetap boleh makan, boleh bungkus, mau kemeja Anda jutaan rupiah, tetap Anda boleh makan. Bungkus boleh.


Mereka orang-orang Balai Saji gak pernah curiga, khawatir, sayang-sayang menu, gak ada itu di benak mereka. Jebrat jebret untuk ummat. Makanya setiap dhuafa yang datang, nyaman, senang, gak ngerasa harga dirinya di injak-injak.


*


Saya rasa begitu ya, kita ini mau bangun Masjid, bukan bangun Piramid. Tolong dibedakan. DNA Qorun tukang koleksi harta benda itu tolong dibuang jauh-jauh dalam mengelola masjid. Habiskan anggarannya pak, habiskan untuk ummat, realisasikan itu kas masjid baik-baik. Ummat nunggu peran masjid. Muliakan kehidupan para Ahli Quran.


Alirkan anggaran ke para anak-anak muda sholih hafidz Quran, jadikan Imam tetap masjid.


Alirkan anggaran ke para takmir pengelola Baitul Maal, rekrut eks bank, gaji, karyakan di Masjid. Mereka ngumpulin uang untuk riba bisa kok, apalagi ngumpulin ziswaf, pasti lebih baik.


Alirkan anggaran ke perawatan masjid. AC itu freonnya tolong diperhatikan. Cleaning Service itu tolong yang dedicated, jangan yang musiman. Malu sama tempat dugem maksiyat, lebih bersih dari masjid.


Alirkan anggaran secara imbang pada inftastruktur dan operasional, pada capex dan opex, pada mobil dan bensinya, pada mobil dan supirnya, pada AC dan isi ulang freonnya.


Semoga difahami ya,

Yang habis itulah, yang tersisa disana.


URS - Pengasuh Masjid BerkahBOX


STRATEGI GLOBAL PENGHANCURAN AJARAN ISLAM DI INDONESIA MELALUI ISLAM NUSANTARA


IrJend Pol Dwi Purwanto:
Artikel yg bagus dibaca untuk memahami Kondisi Global dan Indonesia sekarang perlu bersabar panjang
ARTIKEL ILMIAH

STRATEGI GLOBAL PENGHANCURAN AJARAN ISLAM DI INDONESIA MELALUI ISLAM NUSANTARA
Pada tahun 2004, Daniel Pipes, pendiri Middle East Forum yang juga dikenal sebagai dalang gerakan Islamophobia menulis sebuah artikel berjudul :
“Rand Corporation and Fixing Islam”.
Dalam tulisannya tersebut, Pipes mengaku senang. Harapannya untuk memodifikasi Islam berhasil diterjemahkan dalam sebuah strategi oleh peneliti Rand Corporation, Cheryl Benard.
Oleh Benard, misi ini ia sebut dengan istilah Religious Building, upaya untuk membangun agama Islam alternatif.
Benard mengakui bahwa misi ini sangat berbahaya dan kompleks, jauh lebih menakutkan dibanding misi nation building.
Sedangkan Pipes, meng analogikan misi ini sebagai upaya untuk masuk ke dalam wilayah yang belum terpetakan.
“Ini adalah sesuatu yang belum pernah dicoba sebelumnya,” tulisnya.
Sebelumnya, Cheryl Benard, yang berdarah Yahudi ini pernah mencetuskan ide untuk mengubah Islam menjadi agama yang pasif dan tunduk kepada Pemerintah AS.
Serangkaian strategi pun dirancang dan dituliskan.
Ia memaparkan konsepnya itu dalam buku berjudul
“Civil Democratic Islam: Partners, Resources, and Strategies.”
Mereka ingin mengubah Islam, karena ajarannya yang murni tidak akan mengizinkan non-Muslim mengendalikan umat Islam, sumber daya mereka, tanah mereka, atau kekayaan mereka.
Bagi mereka ini adalah masalah besar.
Gayung bersambut. Presiden George W. Bush Jr menyambut strategi tersebut.
Khilafah menjadi salah satu ajaran dalam Islam yang mereka hantam.
Dalam sebuah pidatonya pada bulan September 2006, Bush mengungkap kan:
“Mereka berharap untuk membangun utopia politik kekerasan di Timur Tengah, yang mereka sebut Khilafah.. Khilafah ini akan menjadi kekaisaran Islam totaliter yang mencakup semua wilayah Muslim, baik saat ini maupun di masa lalu, membentang dari Eropa ke Afrika Utara, Timur Tengah, hingga Asia Tenggara…”
Tak hanya itu, dalam pidato yang sama, Bush pun bersumpah, tak akan membiarkan khilafah tegak.
“Saya tidak akan membiarkan hal ini terjadi. Dan tidak ada seorangpun Presiden Amerika di masa depan yang akan membiarkannya juga.”
Jika AS mampu mencegah pembentukan kekhalifahan, mengontrol minyak dan sumber daya energi lainnya di dunia Islam, maka, akibatnya, mereka akan memiliki kekuatan untuk memaksakan kebijakannya di seluruh dunia yang bergantung pada minyak tersebut.
Misi yang dicanangkan oleh Benard adalah bagian dari program perang melawan teror, sebuah perang yang menurut Presiden George W. Bush dan Menteri Luar Negeri saat itu, Colin Powell, identik dengan Perang Salib.
“Perang salib ini, perang melawan terorisme ini akan memakan waktu cukup lama.
Dan rakyat Amerika harus bersabar. Saya akan bersabar,” kata Bush dalam pidatonya tahun 2001.
Pada tahun 2004, dalam percakapannya dengan presiden Pakistan saat itu, Pervez Musharraf, Powell mengatakan, “Saya memanggil Presiden Musharraf dan berkata: ‘Kami butuh jawaban Anda sekarang. Kami membutuhkan Anda sebagai bagian dari kampanye ini, perang salib ini.’”
Islam ala Rand Corp
Pertanyaannya, bisakah Amerika meyakinkan kaum Muslimin di seluruh dunia untuk menerima “Islam ala Rand” ini? Tidak. Rand Corporation pun telah mengakui hal ini.
Mereka meyakini bahwa umat Islam telah kehilangan kepercayaan kepada Amerika. AS kalah dalam perang gagasan di dunia Islam, gagal mempromosikan kebijakannya kepada umat Islam yang waspada terhadap niat dan kemunafikan Amerika, menurut penasehat Pentagon.
Maka dari itu, Rand Corp menyatakan bahwa dalam program ini tangan Amerika harus disembunyikan. Sementara, boneka Muslim yang dipilih dengan hati-hati harus berada di garis depan untuk mengantarkan Islam versi baru ini.
Lantas siapa yang akan menjadi boneka dalam Islam ala Rand Corp?
Bagi mereka, mitra ideal untuk menjalankan pekerjaan ini adalah Muslim dari ‘dalam’ komunitas umat Islam yang akan bekerja untuk kepentingan Amerika. Rand melabeli mereka sebagai kaum ‘modernis/moderat’.
Ciri dari kelompok modernis ini, menurut Benard, adalah keinginan untuk “memodernkan dan mereformasi Islam, agar sejalan dengan zaman.”
Lalu, bagaimana mereka mampu menjalankan misi dari pemerintah AS tersebut?
Pertama, Rand merekomendasikan agar Muslim yang memahami Islam sejati dan ingin menerapkan Syariat Islam disingkirkan, dengan me-labeli nya sebagai fundamentalis dan ekstremis, pengecut dan pengacau.
Rand memberi saran kepada Amerika untuk mendiskreditkan dan menghina para pengikut Islam sejati.
Setelah menyingkirkan kelompok “fundamentalis”, AS akan mengangkat kaum modernis sebagai role model dan pemimpin Islam. Mereka memberikan dukungan kepada kaum modernis, apapun yang mereka minta, antara lain dengan mengontrol sistem pendidikan, pendanaan, liputan media, sehingga kaum modernis bisa menyingkirkan halangan yang menghambat dominasi Amerika.
RAND menyarankan:
Buat role model dan para pemimpin (dari kalangan modernis)
Mereka harus dipelihara dan ditampilkan secara publik sebagai wajah Islam kontemporer …
Modernis yang berisiko menghadapi persekusi (karena penodaan dan pengkhianatan mereka) harus dibangun (citranya) sebagai pemimpin hak-hak sipil yang pemberani. Publikasikan dan distribusikan karya mereka dengan dukungan biaya. Dorong mereka menulis untuk masyarakat dan para pemuda.
Perkenalkan pandangan mereka ke dalam kurikulum pendidikan Islam
Beri mereka panggung di publik. Buat pendapat dan penilaian mereka tentang pertanyaan mendasar dari penafsiran agama tersedia bagi masyarakat, dalam persaingan dengan para fundamentalis dan tradisionalis, yang memiliki website, penerbitan, sekolah, institut, dan banyak kendaraan lain untuk menyebarkan pandangan mereka.”
Untuk strategi jangka panjang, Rand menyarankan agar para boneka modernis ini mampu membuat para pemuda Islam memeluk sekularisme, bangga dengan sejarah non-Islam dan pra-Islam, melalui kurikulum sekolah dan media lainnya.
Dengan demikian, konsep mengenai Syariat, jihad, dan khilafah yang benar akan rusak dalam pikiran para pemuda Islam, bahkan membuat mereka benci dan menjauhinya.
Untuk mencapai tujuan tersebut, Rand juga menyarankan agar pemerintah AS mendukung pengembangan ormas yang bisa dimanfaatkan.
Generasi Muslim berikutnya dapat dipengaruhi jika pesan Islam demokratis bisa dimasukkan ke dalam kurikulum sekolah dan media publik di negara-negara yang bersangkutan …
Posisikan sekularisme dan modernisme sebagai pilihan “tandingan” untuk para pemuda Islam yang tidak puas.
Fasilitasi dan dorong kesadaran akan sejarah dan budaya pra-Islam dan non-Islam mereka, di media dan kurikulum negara-negara terkait. Bantu pengembangan organisasi kemasyarakatan yang independen, untuk mempromosikan budaya sipil.
Islam Nusantara?
Jika kita lihat di Indonesia, semua strategi tersebut sudah dan sedang diterapkan.
Tapi, apakah masih ada strategi lain? Ya, tentu ada. Rand juga merekomendasikan perpecahan di dunia Islam dengan menciptakan Islam versi nasionalistik negara tertentu.
“Kembangkan Islam Barat, Islam Jerman, Islam AS, dan lainnya.
Hal ini membutuhkan pemahaman yang lebih baik tentang komposisi, praktek dan pemikiran yang berkembang di dalam komunitas-komunitas ini. Bantu dalam memunculkan, mengekspresikan, dan “mengkodifikasi” pandangan mereka.”
Tiga belas tahun berikutnya, tepatnya bulan Maret 2016, strategi penerapannya di Asia Tenggara kembali digodok di Semarang. Beberapa pakar diundang untuk merumuskannya. Pesertanya dari Indonesia, Australia, Singapura, Vietnam, Malaysia, Thailand, hingga Filipina. Dari Indonesia, hadir Wahid Institute dan Ma’arif Institute
Rekomendasi dari forum tersebut dituangkan dalam sebuah laporan berjudul “Counter-Narratives for Countering Violent Extremism (CVE) in South East Asia”yang dirilis oleh Hedayah Center, lembaga think tank yang berbasis di Uni Emirat Arab yang lahir atas inisiatif sebuah forum global pimpinan Inggris. Laporan tersebut merekomendasikan tiga ajaran dalam Islam yang harus dimodifikasi, yaitu khilafah, jihad, dan al-wala’ wal-bara’.
Modifikasi ajaran Islam tidak hanya dilakukan dengan mengubah definisi. AS juga menyarankan agar penggunaan beberapa istilah-istilah Islami mulai dihindari, seperti jihad, syariah, dan ummah, sebagaimana yang ditulis dalam laporan yang
dirilis Dewan Penasihat Keamanan Dalam Negeri AS pada tahun 2016.
Selain itu, rekomendasi lainnya adalah dengan mengembangkan Islam dalam konteks lokal. Islam Indonesia, bukan Islam di Indonesia.
Narasi yang lebih dikedepankan adalah narasi toleransi dan pluralisme, dan bahwa Islam juga sama dengan agama-agama yang lain.
Untuk membangun identitas Islam lokal tersebut, antara lain dengan mengembangkan materi khutbah dengan konteks lokal yang mengedepankan tema-tema toleransi, perdamaian, hak perempuan, dan seterusnya.
Rekomendasi lebih detail dirilis pada bulan Agustus 2016 dengan judul “Undermining Violent Extremist Narratives in South East Asia: A How To Guide”. Laporan tersebut berisi panduan yang lebih praktis dalam mengimplementasikan strategi di atas. Sasaran utama dari proyek ini adalah pemuda dan wanita.
Agar pesan-pesan dan narasi tersebar lebih efektif, mereka menyarankan penggunaan tokoh agama yang bisa digalang untuk menyebarkan Islam alternatif ini. Untuk medianya penyebarannya, dilakukan mulai dengan menggunakan media sosial, televisi, film, radio, media cetak, komik, buku, hingga kegiatan-kegiatan diskusi.
Skenario Islamofobia
Terakhir, sebagai tambahan informasi, dalam bukunya yang berjudul “Islamophobia and the Politics of Empire”, Prof. Deepa Kumar menjelaskan tentang dua skenario Islamofobia yang, menurutnya, berakar dari narasi Paus Urbanus pada saat Perang Salib.
Saat itu, Paus membangun narasi yang menggambarkan Islam dan Nabi Muhammad SAW dengan begitu buruk. Hal ini dilakukan untuk memobilisir warga Eropa agar mau melakukan perang Salib dan untuk mencegah mereka dari masuk Islam.
Kumar menjelaskannya dengan istilah Islamophobia konservatif dan Islamophobia liberal.
Istilah Islamophobia konservatif mungkin cukup familiar bagi kita. Ialah mereka yang memandang bahwa Islam secara instrinsik adalah agama yang buruk, musuh bagi kemodernan, kebebasan, dan semacamnya.
Sementara Islamophobia liberal, jelas Kumar, dilabelkan kepada mereka yang muncul dalam retorika lebih lembut. Meski sebenarnya tidak kalah jahat. Mereka membagi adanya “Good Muslims” dan “Bad Muslims”. “Good Muslims” adalah umat Islam yang mau bekerja untuk Barat.
Kumar menganalogikan pendekatan Islamofobia liberal sebagai “penjajahan berbulu domba”.
Jadi, jika hari ini kita mendapati begitu banyak fenomena industri kebencian pada Islam dan ajarannya, dengan berbagai tingkatannya, tidak perlu heran. Ada sebuah skenario global yang sangat besar dengan dana milyaran dollar yang saat ini sedang dijalankan, sebagai tindak lanjut dari kebencian ratusan tahun yang bermula dari Perang Salib di masa lalu.
KOMENTAR
Artikel yg sangat bagus, saluut dapat bacaan yg sangat ilmiah ini.
Kita makin sadar skenario global dari Rezim ini untuk menghancurkan ajaran islam melalui agama baru Islam Nusantara yg didukung oleh para penghianat pribumi.
Tugu Titik Nol Inus yang diresmikan, nantinya akan jadi arah kiblat shalat dan hajinya penganut agama Inus.
Tunggu saja Allah Swt tidak tidur..
_IrJend Pol Dwi Purwanto_
Iki bagus, ... bisa disebarkan ke teman2 Intelektual Muslim ..