Pasca
kekalahan pasangan petahana pada putaran kedua Pilgub DKI, banyak pihak
terhenyak, tetap tak bisa percaya. Bagaimana mungkin petahana yang
didukung habis-habisan, diusung 2 parpol peraih suara terbanyak dan
runner up di Senayan, didukung dana tak terbatas, di back up
keberpihakan penguasa dan aparatnya, bisa kalah telak sampai hampir
16%?! Sebuah kekalahan yang nyaris tak bisa diprediksi lembaga survei
manapun.
Berangkat
dari keterhenyakan itu, mulailah dicari siapa “biang kerok” yang
dianggap paling berperan meng-goal-kan kemenangan bagi paslon Gubernur
Muslim.
Alhasil,
Habib Rizieq Shihab lah orang yang dianggap punya andil terbesar atas
kekalahan ahok. Logikanya sederhana: kekalahan Ahok dianggap tak lepas
dari maraknya Aksi Bela Islam yang tujuannya menuntut tindakan hukum
atas Ahok yang telah menistakan Al Qur’an terkait pidatonya di Pulau
Pramuka yang meminta agar masyarakat jangan mau dibohongi pakai surat Al
Maidah ayat 51. Dan Habib Rizieq lah tokoh sentral yang dianggap
menggerakkan serangkaian Aksi Bela Islam, terutama yang paling fenomenal
Aksi Damai 411 dan Aksi Super Damai 212.
Padahal,
menuding Habib Rizieq sebagai biang keladi kekalahan ahok sebenarnya
sama dengan MENGAKUI KEHEBATAN Habib Rizieq Shihab.
Mana
mungkin seorang HRS bisa mempengaruhi jutaan warga DKI yang berhak
pilih, untuk tidak memilih ahok di bilik suara?! Sedangkan money
politics dalam berbagai bentuknya, pembagian sembako “ugal-ugalan”
sampai menerobos masa tenang, semua operasi itu telah dijalankan.
Seharusnya, hitung-hitungan di atas kertas, petahana pasti menang dong!
Lalu bagaimana caranya HRS jadi penyebab kekalahan paslon petahana?!
Sedangkan dia tak melakukan gerakan kontra kampanye?!
* * *
Yang
dilakukan Habib Rizieq Shihab, bagi penguasa saat ini, justru jauh
lebih dari itu, bukan sekedar berperan mengalahkan Ahok, tapi bisa lebih
berbahaya lagi jika dibiarkan. Sebab yang dilakukan HRS adalah MEMBUKA
PINTU KESADARAN UMMAT ISLAM, MENGUSIK GHIRAH KAUM MUSLIMIN. Mereka yang
semula beragama hanya sekedar sebatas kesalehan ritual (banyak sedekah,
sumbang masjid sana sini, bantu panti asuhan dimana-mana, umroh
berkali-kali) namun kering dari ‘sense of belonging’ terhadap ISLAM itu
sendiri, dengan adanya Aksi Bela Islam, mereka seakan disentakkan
kesadarannya bahwa beragama itu bukan sekedar melakukan ibadah ritual
semata. Tapi bagaimana membumikan perintah dan larangan Allah, merasa
memiliki terhadap apa yang Allah turunkan, sehingga timbul rasa tidak
rela jika agamanya dinistakan, Al Quran nya dianggap alat kebohongan.
Orang
yang tadinya tidak peduli pada perintah surat Al Maidah ayat 51, justru
dengan dikatakan “jangan mau dibohongi pakai…” terusik untuk mengkaji
lebih dalam surat Al Maidah ayat 51 dan ayat-ayat selanjutnya.
Disinilah peran Habib Rizieq dan beberapa ulama yang tergabung dalam GNPF MUI.
Kesadaran
itu tidak hanya berhenti sampai sebatas memilih siapa di Pilgub DKI.
Sebab Aksi 212 kemudian bergulir ke segala arah, termasuk ke ranah
ekonomi. Munculnya kesadaran ummat Islam untuk bergotongroyong, dengan
semangat ukhuwah Islamiyah, membangun bisnis berbasis syariah, bisnis
dari ummat, oleh ummat, untuk ummat. Sekarang mungkin masih kecil
skalanya. Tapi bukan tidak mungkin jika kelak akan terus menbesar dan
mengancam hegemoni dagang para taipan.
Ghirah
ummat Islam untuk memilih pemimpin yang berpihak pada Islam dan tidak
meminggirkan Islam, akan terus bergulir, tidak berhenti hanya pada
Pilgub DKI.
Justru
kemenangan paslon Gubernur Muslim yang semula tak diperhitungkan, kini
mendongkrak rasa percaya diri ummat Islam, bahwa jika mereka bersatu,
maka mereka akan bisa mengalahkan kekuatan besar yang ditopang kekuasaan
sekalipun.
Semangat seperti inilah yang akan terbawa dan menular ke berbagai daerah dalam menghadapi Pilkada serentak 2018.
Lebih “celaka” lagi jika semangat ini berlanjut sampai 2019, saat moment Pemilu Legislatif dan Pilpres akan digelar bersamaan.
Apalagi
pasca Aksi Bela Islam muncul semangat dan KEPEDULIAN ummat untuk
mengawal proses pemungutan suara. Mereka yang dulu hanya pasif menanti
hasil perhitungan suara dari KPUD/KPU atau mantengin quick count dari
lembaga survei yang bekerjasama dengan media tivi, kini sadar bahwa
“KEJUJURAN hasil pemungutan suara dimulai dari TPS”.
Maka
bergeraklah ummat Islam, kaum ibu, anak muda, jawara, untuk mengawal
TPS, menjaga agar prosesnya steril dari aksi intimidasi ala Iwan Bopeng,
tidak bisa disusupi pemilih siluman yang datang gerudukan menjelang TPS
tutup hanya berbekal KTP padahal tak dikenali sebagai penduduk
setempat, dan yang terpenting hasilnya tak bisa direkayasa secara sistem
hitungan di KPU/KPUD. Bayangkan jika hal ini terjadi di semua Pilkada
serentak 2018 dan Pemilu/Pilpres 2019! Maka, memenangkan pilkada dan
pemilu bukanlah hal mudah lagi. Tak cukup hanya punya modal uang tak
berseri atau intervensi kekuasaan.
Itu
sebabnya Habib Rizieq Shihab HARUS DIHABISI. Dihabisi bukan berarti
harus dibunuh. Tidak perlu membunuh beliau secara fisik. Tapi bunuhlah
karakternya.
Buat
citra HRS sedemikian buruk, kotor dan hina sehingga ummat tak mau lagi
mendengar nasihatnya, ogah ikut komandonya bahkan ummat menyingkir,
meninggalkan HRS.
Apa yang harus dilakukan?
Memenjarakan
HRS dengan kasus kriminal biasa, sulit. HRS tidak korupsi karena dia
bukan aparatur negara yang punya peluang untuk korupsi. Maka dibidiklah
HRS dengan beragam kasus. Penghinaan terhadap lambang negara, ternyata
tak cukup ampuh. Sebab yang dimaksud penghinaan lambang negara adalah
menghina burung Garuda Pancasila. Sedangkan thesis HRS hanya mengupas
sejarah “lahirnya” Pancasila sehingga menjadi 5 sila yang urutannya
persis seperti apa yang kita kenal sekarang. Mentahlah tuduhan itu,
terlalu sumir jika dipaksakan, Kejaksaan saja mengembalikan berkasnya.
Lalu kenapa akhirnya yang diangkat kasus chat sex? Karena untuk membunuh karakter
seorang
ulama agar kehilangan kepercayaan ummatnya adalah jika dia terlibat
skandal sex! Maka dibuatlah issu chat sex antara HRS dengan seorang
wanita, FH
Meski
terlalu banyak kejanggalan dalam kasus chat sex, tapi gaungnya cukup
luas. Itulah yang diharapkan, semua orang jadi sibuk membincangkan
“bener enggak sih Habib Rizieq melakukan chat sex dengan FH?”.
Tak
peduli logis atau tidak (karena HP milik FH sudah berada di tangan
kepolisian sejak hampir 2 bulan sebelum chat sex itu diunggah ke
internet), yang penting efeknya meluas.
Ini
sangat ironis sebenarnya. Sebab sejak awal yang digoreng adalah isu
radikalisme. Setiap Aksi Bela Islam selalu dikaitkan dengan isu bakal
adanya kerusuhan massa, bergeser menjadi gerakan makar, melawan dan
menumbangkan pemerintahan yang sah.
Namun
sayang issu RADIKALISME yang digoreng itu GAGAL TOTAL! bahkan puncak
dari Aksi Bela Islam, dimana 7 jutaan ummat Islam dari berbagai penjuru
negeri berkumpul sejak dini hari di pusat Jakarta, di sekitar
pusat-pusat kekuasaan, namun tak satupun ada kerusakan. Jangankan
merusak, sampah yang dihasilkan pun secara swadaya dibersihkan dan
dikumpulkan dalam kantong-kantong plastik besar, sehingga petugas
kebersihan tinggal mengambil saja. Jangankan bergerak rusuh ke
pusat-pusat kekuasaan, berebut makanan dan minuman saja tidak ada.
Sulit,
sulit sekali menggiring opini bahwa ini gerakan ISLAM RADIKAL. Apalagi
Presiden Jokowi, Wapres Jusuf Kalla, Menag, Menko Polhukam, juga ikut
hadir di acara itu. Kapolri dan Panglima TNI pun ikut jadi saksi
jalannya Aksi Super Damai.
Apalagi
belakangan Jokowi pun tanpa disadari ikut “MEMPROMOSIKAN” ke masyarakat
internasional bahwa aksi 212 adalah aksi damai, nothing to worry about
untuk berinvestasi di Indonesia. Disini ummat Islam berkumpul sampai 7
juta orang, meski niatnya berdemo, tapi tetap bisa menjaga situasi tetap
aman dan damai.
Nah lho, ambigu bukan jika tetap memaksakan tuduhan PENYULUT RADIKALISME pada Habib Rizieq Shihab?!
* * *
Gagal
di isu radikalisme, maka harapannya kini bertumpu pada kasus chat sex.
Meski sudah banyak pakar dan pengamat dari berbagai disiplin ilmu
menelanjangi kejanggalan issu ini, polisi tak menyerah.
Setelah
“digugat” kenapa tidak menangkap pihak yang mengunggah dan menyebarkan
pertama kali, kini polisi menuduh hacker asal Amerika lah yang pertama
kali meretas chat sex itu. Anonymous Amerika pelakunya.
Ini
makin konyol sebenarnya. Sebab di Amerika yang namanya free sex sudah
“santapan” sehari-hari. Jangankan cuma chat sex yang sudah marak sejak
belasan tahun lalu ketika orang masih gandrung pakai Yahoo Messenger,
aksi tukar menukar video sex disana sudah bukan issu baru. Dan sebagai
masyarakat yang berpaham liberal, di sana orang mau melakukan free sex
sepanjang tidak menganggu orang lain, ya tidak masalah, itu urusan
pribadi pelakunya.
Jadi
bagaimana Anonymous Amerika bisa sedemikian tertarik meretas urusan
chat sex pribadi? Apalagi kemudian diunggah ke internet lewat website
bernama “Balada Cinta Rizieq”, ini nama web nya “Indonesia bingitz”.
Tapi
sudahlah. Tak penting masuk akal atau tidak, konyol atau logis, yang
penting nama HRS dicemarkan. Harapannya, ummat Islam “pinggiran” yang
relatif tidak terdidik, tidak well informed, akan menelan mentah-mentah
tuduhan bahwa HRS melakukan chat sex.
Bukti
bahwa aparat bernafsu membusukkan citra HRS, ketika kepolisian menyebar
foto HRS ke berbagai daerah, seolah dia buronan yang bersembunyi di
pelosok tanah air, di hutan belantara, menyamar di desa-desa terpencil.
Padahal,
seluruh aparat kepolisian tahu HRS sedang berada di Arab Saudi. Tinggal
layangkan saja surat resmi kepada Dirjen Imigrasi untuk mencabut paspor
HRS, lalu tinggal kirim surat ke Pemerintah Saudi agar mendeportasi HRS
karena dia sudah berstatus illegal tanpa paspor.
Anehnya,
seperti kata Ronnie F. Sompie, Dirjen Imigrasi yang mantan Kapolda
Bali, pihaknya belum akan mencabut paspor HRS karena sampai saat ini
tidak ada permintaan dari Polri.
Nah,
ini bukti bahwa sebenarnya kepolisian tak serius-serius amat ingin
memaksa HRS kembali ke Indonesia. Padahal mudah, cukup cabut parpornya,
cekal dia, agar ada alasan kuat untuk meminta pihak berwenang Saudi
Arabia mendeportasi HRS. Bukan dengan menyebar foto HRS ke berbagai
pelosok daerah. Untuk apa?! Jelas masyarakat sudah kenal baik wajah dan
penampilan HRS, lagi pula toh HRS tak ada di Indonesia.
Disini jelas sekali tujuannya memang hanya merusak nama HRS agar ummat berkurang kepercayaannya pada HRS.
Namun
sayang, kepolisian dan penguasa tidak belajar banyak dari berbagai
kejadian sebelumnya. Aksi 212 misalnya, makin dihadang, makin dihalangi,
justru melahirkan Aksi Simpatik longmarch, jalan kaki para santri muda
dari Ciamis ke Jakarta. Aksi ini menimbulkan rasa simpati ummat Islam
dan efeknya bak bola salju menstimulasi mereka yang tadinya tidak
berencana ikut Aksi 212 jadi ikut. Atau belajar dari yang lebih
belakangan terjadi: tebar sembako dan baju kotak-kotak habis-habisan di
penghujung masa kampanye hingga masuk masa tenang, dengan harapan
pemilih akan mengidentifikasikan dirinya dengan gambar paslon berbaju
kotak-kotak ketika berada di TPS. Tapi apa yang didapat? Pemilih kelas
menegah atas, kaum terdidik, mereka yang semula masih tergolong
undecided voters, justru muak melihat aksi money politics ugal-ugalan
macam itu, akhirnya… Jadilah kemenangan Anies Sandi lebih fenomenal dan
lebih besar selisih suaranya.
Jadi,
aparat kepolisian, penguasa, jika ingin menghabisi Habib Rizieq Shihab,
mbok ya tolong cari kasus yang benar-benar berkelas. Jadi tidak
malu-maluin kalau harus mengeluarkan red notice ke interpol, punya
alasan kuat kalau mau mencabut paspornya, dan dampaknya ummat bisa
benar-benar berpaling dari HRS.
Nah,
masalahnya, dari belasan kasus yang dipakai untuk membidik HRS, adakah
yang benar-benar kuat bisa menghabisi HRS?! Sementara 2018 dan 2019
makin dekat…
HasbunaLlaahu wa ni’mal wakiil, ni’mal maula wa ni’man nashiir…
Laa
haula wa laa quwwata illaa billaah… HRS bukan nabi apalagi Rasul.
Beliau hanyalah ulama yang memilih nahi munkar sebagai jalan dakwahnya
ketika banyak ulama lain lebih memilih fokus pada amar ma’ruf semata.
HRS tentu tak luput dari kesalahan, tapi di tengah gersangnya figur panutan, ummat Islam Indonesia sudah menunjukkan kepercayaan mereka pada Habib Rizieq Shihab.
Siapapun yang mau mendelegitimasi HRS, dia haruslah figur yang lebih layak dipercaya.
Penulis: Iramawati Oemar
berbagi...itulah yang akan menjadi titik singgung antara kita...kita bisa akrab bahkan saling memusuhi, sebab tidak semua berbagi akan menjadikan pihak-pihak tertentu menjadi kawan.
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
PASTIKAN HANYA INI INFO DARI PI NETWORK
Skip to main content Close Search search Menu Pi Safety Center Official Communications Channels Please always rely on information provided...

-
Namaku Putri Azizzah. Biasa dipanggil Putri. Akhirnya pengorbanan dan kerja keras ku terbayar sudah, kini aku telah menjadi seorang sarjana ...
-
Telah dipanggil Allah subhanahu wata’ala, Ustad Aziz Salim Basyarahil pada Jum'at. Semoga Allah subhanahu wata’ala merima semua amal-ama...
-
Apakah kamu tau jenis-jenis sensor gas MQ frans28 Januari 2022 Manusia memiliki panca indera yang digunakan untuk mengenali lingkungan mer...
Tidak ada komentar:
Posting Komentar