🔹
Allah mengancam dengan keras orang-orang yang berani membantah ajaran
Nabi-Nya. Tidak saja diancam dengan adzab akhirat, namun banyak yang
disegerakan hukumannya di dunia.
🔹
Salah seorang murid Imam Ahmad bernama Abu Thalib mengatakan: “Saya
mendengar Imam Ahmad ditanya tentang sebuah kaum yang meninggalkan
hadits dan cenderung kepada pendapat Sufyan (salah seorang ulama kala
itu).” Maka Imam Ahmad berkata: “Saya meresa heran terhadap sebuah kaum
yang tahu hadits dan tahu sanad hadits serta keshahihannya lalu
meninggalkannya, lantas pergi kepada pendapat Sufyan dan yang lainnya
padahal Allah berfirman: “Maka hendaklah berhati-hati orang yang
menyelisihi perintah Rasul-Nya untuk tertimpa fitnah atau tertimpa adzab
yang pedih.” (An-Nur: 63). Tahukah kalian apa arti fitnah? Fitnah
adalah kufur. Allah berfirman . “Dan fitnah itu lebih besar daripada
pembunuhan.” (Fathul Majid: 466)
🔹
Ayat yang dibacakan oleh Imam Ahmad tersebut benar-benar merupakan
ancaman keras bagi orang-orang yang menyelisihi Sunnah Nabi. Ibnu Katsir
menafsirkan ayat ini katanya: “Hendaklah takut siapa saja yang
menyelisihi syariat Rasul secara lahir maupun bathin untuk tertimpa
fitnah dalam hatinya baik berupa kekafiran, kemunafikan atau bid’ah atau
tertimpa adzab yang pedih di dunia dengan dihukum mati atau dihukum had
atau dipenjara atau sejenisnya.” (Tafsir Ibnu Katsir: 3/319)
🔹 Allah juga berfirman:
“Wahai orang-orang yang beriman janganlah kalian keraskan suara kalian
di atas suara Nabi dan jangan kalian bersuara keras terhadap Nabi
sebagaimana kerasnya suara sebagian kalian kepada sebagian yang lain
supaya tidak gugur amal kalian sedangkan kalian tidak menyadarinya.” (Al
Hujurat: 2)
🔹
Ibnul Qayyim menjelaskan ayat ini katanya: “Allah memperingatkan kaum
mukminin dari gugurnya amal-amal mereka dengan sebab mereka mengeraskan
suara kepada Rasul sebagaimana kerasnya suara mereka kepada sebagian
yang lain. Padahal amalan ini bukan merupakan kemurtadan bahkan sekedar
maksiat, akan tetapi ia dapat menggugurkan amalan dan pelakunya tidak
menyadari. Lalu bagaimana dengan yang mendahulukan ucapan, petunjuk, dan
jalan seseorang di atas ucapan, petunjuk dan jalan Nabi?! Bukankah yang
demikian telah menggugurkan amalannya sedang dia tidak merasa?”
(Kitabush Shalah, 65, Al Wabilush Shayyib, 24 dan Ta’dhimus Sunnah,
22-23).
🔹 Dalam hadits yang lalu Nabi menyebutkan:
“Barangsiapa yang membenci Sunnahku,dia bukan dari golonganku.” (Shahih, HR Muslim).
Maksud bukan dari golonganku artinya dia termasuk orang kafir jika ia
berpaling dari Sunnah Nabi, tidak meyakini Sunnah itu sesuai dengan
nyatanya. Tapi jika ia meninggalkannya karena menggampangkannya maka ia
tidak di atas tuntunan Nabi. (Lihat Syarh Shahih Muslim, Al Imam An
Nawawi: 9/179 dan Nashihati Linnisa’ hal. 37)
🔹
Ancaman-ancaman tersebut cukup menakutkan tapi ada yang tak kalah
menakutkan yaitu bahwa orang yang menentang Sunnah Nabi terkadang Allah
percepat hukumannya semasa mereka di dunia sebagaimana diriwayatkan
dalam beberapa riwayat, di antaranya:
“Dari Abdulah bin Abbas,
dari Nabi bahwa beliau bersabda: ‘Jangan kalian datang kepada istri
kalian (dari safar) di malam hari.’ Kemudian di suatu saat Nabi datang
dari safar maka tiba-tiba dua orang pergi mendatangi istri mereka (di
malam hari) maka keduanya mendapati istri mereka sudah bersama laki-laki
lain. (Sunan Ad Darimi, 1/118)
Didapatinya istri mereka bersama
laki-laki lain adalah hukuman bagi mereka dimana mereka melanggar
larangan Nabi untuk mendatangi istri mereka di malam hari sepulangnya
dari safar, kecuali jika sebelumnya mereka sudah terlebih dahulu memberi
tahu bahwa mereka akan datang di malam itu maka yang demikian
diperbolehkan sebagaimana dijelaskan oleh Ibnu Hajar dalam Fathul Bari
(9/240, 242)
🔹
Salamah bin Al Akwa’ berkata: “Bahwa seseorang makan dengan tangan kiri
di hadapan Rasulullah maka Rasulullah menegurnya: ‘Makanlah dengan
tangan kananmu.’ Ia menjawab: ‘Saya tidak bisa.’ Maka Nabi katakan:
‘Semoga kamu tidak bisa. Tidaklah menghalangi dia kecuali sombong.’
Akhirnya ia tidak dapat mengangkat tangannya ke mulutnya.” (Shahih, HR
Muslim).
🔹
Abdurrahman bin Harmalah mengisahkan, seseorang datang kepada Said bin
Al Musayyib megucapkan salam perpisahan untuk haji atau umrah, lalu Said
mengatakan kepadanya: “Jangan kamu pergi hingga kamu shalat dulu karena
Rasulullah bersabda: ‘Tidaklah ada yang keluar dari masjid setelah
adzan kecuali seorang munafik, kecuali seorang yang terdorong keluar
karena kebutuhannya dan ingin kembali ke masjid.’ Kemudian orang itu
menjawab: “Sesungguhnya teman-temanku berada di Harrah,” lalu keluarlah
dia dari masjid, maka Said terus terbayang-bayang mengingatnya sampai
beliau dikhabari bahwa orang tersebut jatuh dari kendaraannya dan patah
pahanya. (Sunan Ad Darimi 1/119, Ta’dhimus Sunnah hal. 31, Miftahul
Jannah hal.134)
🔹
Abu Abdillah Muhammad bin Ismail At Taimi mengatakan, dirinya membaca
pada sebagian kisah-kisah bahwa sebagian ahlul bid’ah ketika mendengar
sabda Nabi:
“Jika salah seorang dari kalian bangun dari tidurnya
maka janganlah ia celupkan tangannya ke bejana sebelum mencucinya
terlebih dahulu karena sesungguhnya ia tidak tahu di mana tangannya
barmalam.” (Shahih, HR Al Bukhari dan Muslim)
Maka ahlul bid’ah
tersebut mengatakan dengan nada mengejek: “Saya tahu di mana tanganku
bermalam, tanganku bermalam di kasur.” Lalu paginya dia bangun dari
tidurnya dalam keadaan tangannya sudah masuk ke dalam duburnya sampai ke
lengannya.
🔹
At Taimy lalu berkata: “Maka berhati-hatilah seseorang untuk menganggap
remeh Sunnah dan sesuatu yang bersifat mengikut perintah agama.
Lihatlah bagaimana akibat jeleknya menyampaikan kepadanya.”
🔹
Al Qadhi Abu Tayyib menceritakan kejadian yang ia alami, katanya: “Kami
berada di sebuah majlis kajian di masjid Al Manshur. Datanglah seorang
pemuda dari daerah Khurasan, ia bertanya tentang masalah musharat lalu
dia minta dalilnya sehingga disebutkan dalilnya dari hadits Abu Hurairah
yang menjelaskan masalah itu. Dia -orang itu bermadzhab Hanafi –
mengatakan: ‘Abu Hurairah tidak bisa diterima haditsnya…’ Maka belum
sampai ia tuntaskan ucapannya tiba-tiba jatuh seekor ular besar dari
atap masjid sehingga orang-orang loncat karenanya dan pemuda itu lari
darinya. Ular itupun terus mengikutinya. Ada orang mengatakan:
‘Taubatlah engkau! Taubatlah engkau!’ Kemudian dia mengatakan ‘Saya
bertaubat.’ Maka pergilah ular itu dan tidak terlihat lagi bekasnya.”
Adz Dzahabi berkata bahwa sanad kisah ini adalah para imam.
🔹
Itulah beberapa kejadian nyata -insya Allah- dan bukan cerita fiktif
yang diada-adakan, tetapi cerita-cerita yang diriwayatkan dengan sanad.
Tentu yang demikian menjadi pelajaran buat kita karena bukan hal yang
mustahil kejadian di atas terjadi di masa kita sebagaimana terjadi di
masa dulu manakala ada seseorang yang menghina Sunnah Nabi. Ancaman ini
telah ditetapkan di dalam Al Qur’an sebagaimana firman-Nya:
“Sesungguhnya orang yang mencelamu, dialah yang terputus.” (Al Kautsar: 3)
Yakni terputus dari segala kebaikan (Taisir Al Karimirrahman: 935)
Ibnu Katsir menjelaskan: “yang mencelamu artinya yang membencimu wahai
Muhammad, dan yang membenci apa yang engkau bawa dari petunjuk dan
kebenaran serta bukti yang nyata. Dan yang terang dialah yang akan
terputus, yang hina, dan tidak akan dikenang namanya (dengan baik).
Ibnu Abbas mengatakan bahwa makna yang mencelamu adalah musuh-musuhmu.
Dan ini mencakup siapa saja yang memiliki sifat itu baik yang disebut
atau yang lain.” (Tafsir Ibnu Katsir, 4/598)
🔹
Jadi apa yang telah Allah ancamkan sangat mungkin terjadi pada individu
atau kelompok pada masyarakat kita jika Allah tidak memberi rahmat-Nya.
Bahkan bagi seseorang yang mengagungkan Sunnah-Sunnah Nabi lalu ia
perhatikan perilaku manusia dalam mensikapinya dengan sikap negatif, dia
akan mendapatkan kebenaran firman Allah ? di atas di mana ia akan
melihat tidak sedikit dari orang-orang yang tertimpa musibah lantaran
menghina Sunnah Nabi.
🌐Dikutip dari ttp://www.asysyariah.com,
✏Penulis : Al Ustadz Qomar Suaidi, Lc,
📂Judul asli: Menyelesihi sunnah menuai ancaman
Artikel : Qur'an dan sunnah
Tidak ada komentar:
Posting Komentar