Kamis, 20 Mei 2010

REFLEKSI 20 MEI


20 Mei Bukan Hari Kebangkitan Nasional, tapi itu adalah Hari Lahirku

Paling tidak namaku bukan nama pasaran seperti yang dikatakan banyak orang, Budi ya.. budi banyak yang pakai nama ini, tapi bukan sembarang Budi yang dipakai oleh ortuku saat aku lahir, mengapa …. Karna Nama itu dipilih bertepatan dengan (DIANGGAPNYA OLEH NEGERI INI) hari lahirnya organisasi pertama di negeri ini.

Brati aku sekarang gak perlu repot-repot merayakan hari ulang tahun, sebab negeri ini dari kota sampai tingkat nasional sudah rame merayakan hari lahir ku.

Syukurlah.

REFLEKSI

Sampai usiaku berkepala 4, masih belum ketemukan :

Pemimpin yang adil, dari tingkat nasional hingga daerah…

Wakil-wakil rakyat yang pro rakyat

Ustad yang peduli dengan umatnya, dan masih banyak lagi….

belum kutemukan

Pendidikan negri ini, jauh telah bergeser dari guru menjadi pendidik kini hanyalah menjadi pengajar. Menteri Pendidkan sebagai orang tertinggi di dunia pendidikan negeri ini, hanya memikirkan value bukan moral. Ujian Nasioonal yang diusulkan banyak orang harus dihapuskan eeeeee… malah nambah proyek baru, adanya ujian nasional susulan….valu…ya hanya value, baik sisi keuntungan proyek tahunan, maupun otak yang hanya diarahkan ke nilai tinggi, akibatnya pendidikan di Indonesia telah melahirkan generasi-generasi sarat kekerasan. Kasus bentrok antar pelajar, perpoloncoan yang berujung kematian. Praktek mesum yang banyak dilakukan pula oleh siswa-siswi sekolah, perkelahian antar geng wanita, geng motor dan lain sebagainya. Serta masih banyak pula anak-anak yang tak menikmati pendidikan. Padahal pendidikan adalah sebuah kebutuhan pokok rakyat yang harus dipenuhi. Bagaimanalah negeri ini, bila yang bersekolah hanya mereka yang mapan ekonomi. Artinya semua orang miskin di Indonesia tak boleh sekolah. Sedangkan rakyat miskin di Indonesia itu jutaan penduduk. Tak hanya siswanya bermasalah, para pendidikpun bermasalah. Beberapa kasus pencabulan dan kekerasan yang dilakukan oleh beberapa oknum pendidik di beberapa daerah menjadi pelengkap rusaknya pendidikan kita. Beralih ke aspek politik. Politik kadang diidentikkan dengan pengkambinghitaman. Menghalalkan segala cara adalah aplikasinya. Idealisme bukan lagi asas partai politik saat ini, tapi pragmatisme sesaat yang haus kekuasaan. Kemudian juga menjadi ajang ”aji mumpung” bagi mereka yang punya nama untuk mencicipi kekuasaan. Itulah politik kita, politik yang sangat oportunistik.


Hingga tulisan ini dibuat, kasus Bank Century juga masih tanda tanya. Berbagai elemen masyarakat menuntut pemerintah untuk secepatnya menyelesaikannya. Banyak yang memperkirakan kasus ini akan bernasib sama seperti kasus BLBI dan Bank Bali yang hilang seperti ditelan bumi, bila dibiarkan berlarut-larut. Bidang kesehatan juga tak mau kalah dengan problematikanya. Kita ambil satu sampel saja untuk membuka cakrawala kita bahwa aspek ini juga tak lepas dari masalah. Angka pengidap HIV/AIDS hingga kini menujukkan peningkatan yang memprihatinkan. Berdasarkan data Departemen Kesehatan, Juni 2009 mencapai 17.699 kasus. Usia pengidap adalah usia-usia produktif. Penyebab lahirnya penyakit yang sampai sekarang belum ada obatnya ini adalah Narkoba dan seks bebas yang notabene menjadi industri di negara kita. Sangat memprihatinkan. Maka terbuktilah Firman Allah dalam Surat At Thaha ayat 124.


Melihat data fakta di atas, di benak kita harus muncul sebuah pertanyaan ”ada apa dengan negeri ini?” Apakah ini sebuah kesalahan individu-perindividu? atau ada permasalahan mendasar yang mendera bangsa ini. Naiflah kita bila mengira ini hanya masalah individu saja, padahal dampaknya hingga semua sektor kehidupan. Artinya ada sesuatu yang membuat individu itu digiring untuk berbuat salah. Ini adalah kesalahan sistem. Perundang-undangan dan asas Negara kita memberikan jalan bagi para pelaku kejahatan. Membentuk orang-orang yang menjadikan hawa nafsunya sebagai dasar bertindaknya. Sistem demokrasi kapitalis sekuler adalah asas negara kita.


Negeri ini juga menjadikan rakyat (baca:manusia) yang notabene sangat terbatas sebagai penentu benar salah (baca:halal haram). Serta melegalisasi kuasa para kapitalis untuk mengambil harta kekayaan di negeri ini. UU penanaman modal, UU Sumber Daya Air, UU Kelistrikan, UU Badan Hukum Pendidikan, UU Migas adalah buktinya.


bersambung….untuk refleksi-refleksi berikutnya…….



Tidak ada komentar: