Saya tertarik dengan tilisannya kang pepih yang berjudul “Mau Tahu Seberapa Pantas Gajimu ?” .
Saya merasakan ada nuansa ‘visi modern dan internasional’ yang direfleksikan dengan adanya kekhawatiran soal jangan sampai gaji kita ada di bawah standar dari yang seharusnya bisa (pantas) didapatkan. Namun ada nuansa ‘kearifan tradisional’ yang nrimo ing pandum yang direfleksikan dengan adanya kepasrahan dari apa yang telah diterimanya dari perusahaan tempatnya bekerja selama 20 tahun ini yang sudah terasa cukup untuk menghidupi keluarganya dan menyekolahkan anak.
Jadi seyogyanya cukup bersyukur sajalah. Inilah mungkin ciri khasnya manusia-manusia yang berbudaya timur, tentunya mungkin termasuk diri saya ini. Ada sisi baiknya, namun tentu banyak pula sisi lemahnya.
Bagi para pemimpin yang culas dan zalim, soal nrimo dan pasrah ini akan selalu diekploitasi agar rakyatnya memaklumi kegagalan kinerja pemerintah yang dipimpinnya.
Bahkan dulu, pernah ada ustadz paling kondang yang dengan rela hati menjadikan dirinya sebagai bintang iklan kenaikan harga BBM. Didalam iklan itu, si ustadz mentausiahi rakyat Indonesia agar nrimo dengan kenaikan harga BBM yang berlipat kali itu, dan disikapi saja dengan tawakal.
Giliran disuruh pasrah dan nrimo, rakyat digiring kearah suasana batin yang menghormati ‘kearifan tradisional’.
Padahal disisi lain, setiap kali menaikkan harga komoditi tertentu, seperti harga BBM misalnya, pendukung pemerintah ribut membelanya dengan mengkaitkannya dengan standar harga internasional.
Saat biaya pendidikan perguruan tinggi melonjak naik sebab akibat dari kebijakan BHP/BHMN dan keengganan pemerintah mengucurkan subsidinya, alasannya pun internasinoal, yaitu agar dapat bersaing dengan standar internasional. Semua menjadi serba internasional, termasuk biayanya tentunya.
Namun giliran diperbandingkan dengan biaya pendidikan di India misalnya (ini India juga standar internasional lho) kok malah berang dan marah serta membentak.
Visi internasional itu baik namun jangan hanya dipakai untuk jargon mengelabuhi rakyat, seperti dalam soal hutang Negara dipakai standar internasional yang patokannya adalah Rasio Hutang terhadap PDB. Padahal itu cuma menyembunyikan fakta bahwa jumlah hutang negara yang sebenarnya malahan naik tajam secara jumlah nominalnya.
Ndak masalah sih, jika semua mau diinternasionalkan, termasuk katanya BUMN pun juga akan diprivatisasi kepada pihak asing agar menginternasional. Ndak masalah juga jika biaya hidup juga menginternasional, harga kebutuhan pokok juga menginternasional.
Namun masalahnya, apakah gajimu dan pendapatanmu juga sudah menginternasional pula ?.
Jangan sampai, gaji standar lokal, tapi biaya hidup dan harga kebutuhan pokok berstandar internasional.
Giliran menyekolahkan anak ke perguruan tinggi yang standarnya katanya internasional, gaji yang standar lokal ini tak mampu untuk menjangkau biaya kuliah Universitas Negeri yang biaya kuliahnya berstandar internasional.
Nah gimana ?, Gajimu dan pendapatanmu sudah standar yang menginternasional ?.
Udah apa belum ya ?
Wallahualambishsawa b.
berbagi...itulah yang akan menjadi titik singgung antara kita...kita bisa akrab bahkan saling memusuhi, sebab tidak semua berbagi akan menjadikan pihak-pihak tertentu menjadi kawan.
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
INILAH SEJARAH YANG TIDAK BOLEH DILUPAKAN OLEH KITA SEMUA
INILAH SEJARAH YANG TIDAK BOLEH DILUPAKAN OLEH KITA SEMUA Tgl 31 Oktober 1948 : Muso dieksekusi di Desa Niten Kecamatan Sumorejo Kabupaten ...
-
REFRESHING PEKALONGAN TEMPO DOELOE DIMANA AKU SAAT ITU? Loji Terminal Bis Alun-alun Pasar Anyar Kauman
-
Reiki sesungguhnya adalah suatu harmonisasi dan konsep penyatuan dengan Alam Semesta. Menguasai Reiki sama halnya Anda telah menguasai ...
-
Lima julukan nabi Ibrahim AS : 1. Khalilullah artinya : kekasih Allah, karena nabi Ibrahim AS selalu mengutamakan perintah-perintah lain...
Tidak ada komentar:
Posting Komentar