Batik Pekalongan, tidak asing mendengar hal ini. Banyak saudara dan teman-teman di Pekalongan yang jadi juragan batik (bos batik). Ada yang dari hulu sampai hilir, dari kain polos menjadi batik semua diolah dalam satu atap. Ada yang 'membeberkan' saja dan yang sekedar punya modal uang. Ada yang hanya punya toko dan masih banyak lainnya untuk menjadi pengusaha batik.
Bukan seni maupun pemasarannya yang aku ambil cerita disini. Tapi disisi KEBERKAHAN.
Dulu dan dulu kala, waktu aku masih bayi suksesnya pengusaha batik Pekalongan sampai-sampai digambarkan: duit kok koyo brengos (uang kok seperti kumis), di cukur tukul maneh (habis di cukur tumbuh lagi). Begitu melimpah uang para pengusaha batik, sampai-sampai bisa pergi haji berkali-kali. Dan sampai-sampai pemerintah otoriter waktu itu turun tangan agar batik bisa 'digoyang'. Karna hampir semua pengusaha batik ber-partai Islam (waktu itu PPP).
Sempat surut batik Pekalongan karna dihantam oleh juragan batik palsu (dengan sablon). Namun pengusaha yang sudah melimpah simpanan modalnya, ia tetap bisa bertahan dan kini bisa bangkit lagi. Bahkan dukungan pemerintah kini sudah lumayan (baru lumayan, karna masih setengah-setengah, barangkali takut kalo umat Islam jadi bangkit).
Pernah di sebuah stasiun televisi ditanyangkan, bagaimana proses batik dibuat di batik Pekalongan. Ia, si pembawa acara sampai menangis melihat proses pembuatannya. Karna pemakai batik tinggal pakai, padahal di balik itu memerlukan ketekukan, ketelitian, nglorot, ber-panas-panas (tapi itu semua bukan juragan batiknya yang melakukan, ada buruhnya).
Jauh .... jauh kalau saya melihat antara buruh batik dengan juragan / pengusaha batik. Mereka pada pengusaha / juragan bisa menikmati keuntungan yang melimpah, kekayaan yang meruah, kehidupan mewah..... tapi para buruhnya, penulis batik atau pemegang canting yang barangkali hanya lulus SD, mereka hidup dalam keterbatasan, hanya mendapat belas kasih dari para pengusaha / juragannya.
Ya... para juragan disamping orang ber-uang, entah dari warisan orang tuanya atau dari usaha sendiri bisa belajar bagaimana bisnis batik agar bisa demikian hasilnya, mereka bisa sekolah ekonomi yang mumpuni, mereka bisa belajar jadi pengusaha dari ilmu-ilmu yang mereka dapatkan dengan uang-uang mereka. Sementara sang buruh hanya punya sedikit waktu yang mereka miliki untuk keluarga, apalagi untuk belajar cari ilmu yang mahal.
KEBERKAHAN, semoga keberkahan dari bisnis Batik para juragan / pengusaha batik bisa memberikan jalan panjang atas usaha ini. Dan semoga para buruh batik bisa paling tidak mengenyam kenikmatan menjadi ahli batik... ya ahli batik. Beda antara pengusaha dan pengrajin (ahli) batik. Tapi jangan terlalu jauh lah jurang antara miskinnya sang buruh dan kayanya sanga pengusaha. Ada sih yang tidak demikian, tapi mayoritas yang demikian.
Demikian.
Bukan seni maupun pemasarannya yang aku ambil cerita disini. Tapi disisi KEBERKAHAN.
Dulu dan dulu kala, waktu aku masih bayi suksesnya pengusaha batik Pekalongan sampai-sampai digambarkan: duit kok koyo brengos (uang kok seperti kumis), di cukur tukul maneh (habis di cukur tumbuh lagi). Begitu melimpah uang para pengusaha batik, sampai-sampai bisa pergi haji berkali-kali. Dan sampai-sampai pemerintah otoriter waktu itu turun tangan agar batik bisa 'digoyang'. Karna hampir semua pengusaha batik ber-partai Islam (waktu itu PPP).
Sempat surut batik Pekalongan karna dihantam oleh juragan batik palsu (dengan sablon). Namun pengusaha yang sudah melimpah simpanan modalnya, ia tetap bisa bertahan dan kini bisa bangkit lagi. Bahkan dukungan pemerintah kini sudah lumayan (baru lumayan, karna masih setengah-setengah, barangkali takut kalo umat Islam jadi bangkit).
Pernah di sebuah stasiun televisi ditanyangkan, bagaimana proses batik dibuat di batik Pekalongan. Ia, si pembawa acara sampai menangis melihat proses pembuatannya. Karna pemakai batik tinggal pakai, padahal di balik itu memerlukan ketekukan, ketelitian, nglorot, ber-panas-panas (tapi itu semua bukan juragan batiknya yang melakukan, ada buruhnya).
Jauh .... jauh kalau saya melihat antara buruh batik dengan juragan / pengusaha batik. Mereka pada pengusaha / juragan bisa menikmati keuntungan yang melimpah, kekayaan yang meruah, kehidupan mewah..... tapi para buruhnya, penulis batik atau pemegang canting yang barangkali hanya lulus SD, mereka hidup dalam keterbatasan, hanya mendapat belas kasih dari para pengusaha / juragannya.
Ya... para juragan disamping orang ber-uang, entah dari warisan orang tuanya atau dari usaha sendiri bisa belajar bagaimana bisnis batik agar bisa demikian hasilnya, mereka bisa sekolah ekonomi yang mumpuni, mereka bisa belajar jadi pengusaha dari ilmu-ilmu yang mereka dapatkan dengan uang-uang mereka. Sementara sang buruh hanya punya sedikit waktu yang mereka miliki untuk keluarga, apalagi untuk belajar cari ilmu yang mahal.
KEBERKAHAN, semoga keberkahan dari bisnis Batik para juragan / pengusaha batik bisa memberikan jalan panjang atas usaha ini. Dan semoga para buruh batik bisa paling tidak mengenyam kenikmatan menjadi ahli batik... ya ahli batik. Beda antara pengusaha dan pengrajin (ahli) batik. Tapi jangan terlalu jauh lah jurang antara miskinnya sang buruh dan kayanya sanga pengusaha. Ada sih yang tidak demikian, tapi mayoritas yang demikian.
Demikian.
2 komentar:
Semoga Batik Pekalongan Makin Berjaya...Amin...
Sukses pak
lam kenal mas, sama-sama wong pekalongan. dari pengemar segomegono
Posting Komentar