Jumat, 24 Oktober 2008

BATIK PEKALONGAN


Batik Pekalongan, tidak asing mendengar hal ini. Banyak saudara dan teman-teman di Pekalongan yang jadi juragan batik (bos batik). Ada yang dari hulu sampai hilir, dari kain polos menjadi batik semua diolah dalam satu atap. Ada yang 'membeberkan' saja dan yang sekedar punya modal uang. Ada yang hanya punya toko dan masih banyak lainnya untuk menjadi pengusaha batik.

Bukan seni maupun pemasarannya yang aku ambil cerita disini. Tapi disisi KEBERKAHAN.

Dulu dan dulu kala, waktu aku masih bayi suksesnya pengusaha batik Pekalongan sampai-sampai digambarkan: duit kok koyo brengos (uang kok seperti kumis), di cukur tukul maneh (habis di cukur tumbuh lagi). Begitu melimpah uang para pengusaha batik, sampai-sampai bisa pergi haji berkali-kali. Dan sampai-sampai pemerintah otoriter waktu itu turun tangan agar batik bisa 'digoyang'. Karna hampir semua pengusaha batik ber-partai Islam (waktu itu PPP).

Sempat surut batik Pekalongan karna dihantam oleh juragan batik palsu (dengan sablon). Namun pengusaha yang sudah melimpah simpanan modalnya, ia tetap bisa bertahan dan kini bisa bangkit lagi. Bahkan dukungan pemerintah kini sudah lumayan (baru lumayan, karna masih setengah-setengah, barangkali takut kalo umat Islam jadi bangkit).

Pernah di sebuah stasiun televisi ditanyangkan, bagaimana proses batik dibuat di batik Pekalongan. Ia, si pembawa acara sampai menangis melihat proses pembuatannya. Karna pemakai batik tinggal pakai, padahal di balik itu memerlukan ketekukan, ketelitian, nglorot, ber-panas-panas (tapi itu semua bukan juragan batiknya yang melakukan, ada buruhnya).

Jauh .... jauh kalau saya melihat antara buruh batik dengan juragan / pengusaha batik. Mereka pada pengusaha / juragan bisa menikmati keuntungan yang melimpah, kekayaan yang meruah, kehidupan mewah..... tapi para buruhnya, penulis batik atau pemegang canting yang barangkali hanya lulus SD, mereka hidup dalam keterbatasan, hanya mendapat belas kasih dari para pengusaha / juragannya.

Ya... para juragan disamping orang ber-uang, entah dari warisan orang tuanya atau dari usaha sendiri bisa belajar bagaimana bisnis batik agar bisa demikian hasilnya, mereka bisa sekolah ekonomi yang mumpuni, mereka bisa belajar jadi pengusaha dari ilmu-ilmu yang mereka dapatkan dengan uang-uang mereka. Sementara sang buruh hanya punya sedikit waktu yang mereka miliki untuk keluarga, apalagi untuk belajar cari ilmu yang mahal.

KEBERKAHAN, semoga keberkahan dari bisnis Batik para juragan / pengusaha batik bisa memberikan jalan panjang atas usaha ini. Dan semoga para buruh batik bisa paling tidak mengenyam kenikmatan menjadi ahli batik... ya ahli batik. Beda antara pengusaha dan pengrajin (ahli) batik. Tapi jangan terlalu jauh lah jurang antara miskinnya sang buruh dan kayanya sanga pengusaha. Ada sih yang tidak demikian, tapi mayoritas yang demikian.

Demikian.

Kamis, 23 Oktober 2008

Pesan untuk SB

Aku, orang kecil diantara orang-orang Pekalongan, sempat beberapa tahun hendak menuju menjadi orang besar di Pekalongan, namun pupus karna sesuatu hal. (di blogg selanjutnya akan menjadi bahan cerita). Pernah aku menjadi pengisi acara radio di BSP-FM Pekalongan dalam talk show setiap rabu membahas masalah komputer windows dan internet. Aku biasa dipanggil dengan sebutan on-air mr.win, dan dari acara tersebut sering aku dipanggil untuk mengisi di beberapa seminar tentang komputer di Pekalongan. Sebelum itu pun sudah kemana-mana dan dimana menjadi panggilan untuk mengatasi permasalahan komputer. Yang lebih spesifik di Pekalongan lah aku memelopori lahirnya beberapa komputer setting.

Tidak mudah menjadi orang besar. Tantangan dan hambatan akan lebih beragam menghadang. Apalagi aku orannya 'usil', sering omong-omong masalah krusil. Bergabung dengan beberapa organisasi resmi namun juga tidak banyak disukai orang akan keberadaannya. Tidak di zaman orde baru tidak di zaman reformasi, sama saja. Diam dalam masalah krusil akan lebih selamat, tapi ini adalah selemah-lemahnya iman.

Sebagai wong Pekalongan, saya hanya pesan dengan orang-orang sukses dari Pekalongan. Sebab hanya melalui Blogg ini saya bisa utarakan.

Sejak lama aku merasa prihatin dengan saudara-saudara kita yang sudah aku tuangkan di blogg sebelumnya.
Aku prihatin kapan saudara-saudara kita bisa berjualan di los-los toko di mal-mal di Jakarta. Disana hampir seluruh lantai dari penjualan komputer, hp dan alat-alat elektronik lainnya bukan wajah-wajah wong Indonesia apalagi wong Pekalongan.
Aku prihatin, dari kota besar dan sebesar metropolitan ini dimana disana dijajakan obat-obatan palsu, siapa yang bisa mengawasi peredarannya jika obat-obatan tersebut sampai ke kampung-kampung.
Aku prihatin, produk-produk palsu dari sabun, pasta gigi, sampo hingga kosmetik sampai sekarang masih beredar ke warung-warung saudara-saudara kita.
Aku prihatin, jajan dan makanan beracun banyak dijual di depan-depan sekolah. Dan korbannya anak-anak kita sendiri.
Aku prihatin dengan para intelektual kita yang mewakili di DPR baik dari pusat sampai daerah yang selalu gagal dalam membawa misi awal.

Masih banyak keprihatinanku dan mungkin menjadi keprihatinan nasional yang sudah di-titip-titipkan kepada wakil-wakil mereka yang sudah menjadi orang besar bertaraf nasional.

Menjadi orang besar, akan banyak titipan-titipan pesan, akan banyak amanat, akan banyak dosa yang di emban. Mudah-mudahan untuk orang-orang besar dari Pekalongan, anda tidak menjadi orang yang bangkrut di akherat. Yaitu orang yang kehabisan pahala dan amal nya karena untuk menutupi 'hutang-hutang' orang banyak yang meminta pertanggung-jawaban.

Minggu, 05 Oktober 2008

SB sebatas yang kutahu



Bangga rasanya memiliki Wong Pekalongan seperti Soetrisno Bachir, sosok dari Pekalongan sebuah kota kecil tapi kini memikirkan nasib wong sak Indonesia. Sampai saat ini tiada henti-hentinya berbagi keberkahan rizqi atas keluarga SB sangat-sangat dirasakan wong-wong Pekalongan. Sejak jaman orang tuanya simbol BATIK BL (Bachir Latifah) terpampang besar di tengah kota. Bukan sekedar besarnya papan reklame, tapi kebesaran pengaruhnya, kedermawanannya menjadi sejarah yang tak terlupakan. Saat kegiatan bisnis keluarga BL masih terpusat di Pekalongan dengan IKA MUDA dan kemudian grupnya, pengangguran di Kota Pekalongan hampir teratasi. Tidak ada perusahaan yang bisa menyetarai pengaruhnya, sampai-sampai waktu itu jika ada seorang anak gadis yang dilamar staf IKA MUDA, tidak ada orang tua yang bisa menolak, karna pasti akan terjamin. Tidak ada keluarga SB yang menjadi penguasa waktu itu, tapi penguasa daerah sangat menghormati kebijakan keluarga SB.
Keberkahan yang selalu berlipat dari kedermawanan keluarga SB, masih terekam dari benak saya diwaktu saya masih kecil. Saya masih ingat di Jl. KH M Mansyur berton-ton beras dibagikan saat zakat fitrah, dikumpulkannya kyai-kyai dan imam-imam sholat saat menjelang lebaran dan mendapakan bingkisan lebaran. Sampai kini masih berlangsung setiap tahun yang sudah puluhan tahun yang lalu berjalan, para tokoh Pekalongan dari besar sampai kecil diberangkatkan Haji. Pemodal yang sudah bangkrut dari usahanya dihidupkannya lagi.
Saya juga masih ingat ketika SB masa SMA, setiap teman yang jalan dengan beliau saat kapan saja tidak akan kecewa soal ditraktir. Saat di UNIKAL, belum pernah terjadi kepanitiaan 'gojlokan' yang begitu 'rejeh' selain di ketuai oleh SB. Sampai kini masih berlangsung, sudah beberapa kali masyarakat Pekalongan makan gratis se-alun-alun jika SB mengadakan hajatan. Semua warung di-boking dan silahkan masyarakat makan disana dengan cuma-cuma. Padahal waktu itu acara sebuah partai, tapi masyarakat tahu, pasti ini 'ulahnya' SB.
Masih ingat juga ketika temen-temen hendak mendirikan sekolah unggulan terpadu, yang waktu itu belum ada di Pekalongan. Ibu Latifah (almarhum) memberikan dukungan yang tak terbayangkan. Dan SB pun memberikan wakaf tanah. Maka berdirilah sebuah sekolah terpadu.
Berkah. Ya Berkah itulah yang membuat keluarga BL dan kemudian diteruskan oleh SB yang masih menyertai kehidupan keluarga SB turun-temurun. Semoga keberkahan tetap Engkau berikan ya Allah kepada orang-orang seperti SB yang hendak berbuat untuk perubahan masyarakat Indonesia, walau tanpa harus menjadi Presiden.

Senin, 15 September 2008

Inna Lillahi wa inna Ilaihi Roji’un



Telah dipanggil Allah subhanahu wata’ala, Ustad Aziz Salim Basyarahil pada Jum'at. Semoga Allah subhanahu wata’ala merima semua amal-amal beliau semua perjuangan beliau dan ampuni Yaa Allah atas kesalahan-kesalahanya. Kepada yg ditinggalkan (Bp Umar) semoga tabah menerima.

Secara pribadi, sebatas yang saya kenal beliau orangnya teguh pendirian, keras dan berani. 3 orang ustad yang saya kagumi di Pekalongan, pertama almarhum Ustad Ghofar Ismail, kedua almarhum ustad Yahya - Pesindon dan ketiga kini almarhum juga ustad Aziz. Di awal-awal saya mengenal Islam dengan benar, beliau-beliau lah yang memberi bimbingan. Islam yang mudah dipahami dan mudah diamalkan. Banyak anak-anak muda mencintai Ustad Aziz, karna beliau tidak hanya bicara dengan ucapan, tapi juga perbuatan. Beberapa tokoh-tokoh aktifis muslim yang waktu di Pekalongan menjadi incaran pemerintah, beliau Ustad Aziz berani melindungi bahkan mengamankan.

Aku jadi teringat saat-saat akrabnya dengan beliau, ketika mulai mendirikan Yayasan Ashhabul Kahfi. Yayasan ini dulu dimotori yang utama oleh almarhum akhina Ghulam Fatahilah. Dan Fatah inilah yang pertama-tama mendekatkan kami yang masih muda dan terlalu muda dengan Ustad Aziz. Semangat kami yang masih menggelora benar-benar didukung oleh beliau. Saat itu di Pekalongan ada agama baru bernama Syi’ah, ia bukan Islam tapi sangat meresahkan, sampai mendirikan pondok segala. Ketika LPI di Istiqlal pertama kali memberikan fatwa sesat kepada Syi’ah, dari Pekalongan hanya tiga orang yang mewakili, saya dari Ashabul Kahfi, Ustad Aziz dan Habib Bagir. Waktu itu MUI belum berani memberikan fatwa. Pusat keramaian permusuhan Sunni dan Syi’ah ya di Pekalongan, sebab pimpinan tertinggi Indonesia adalah mantan aktifis PII Pekalongan, panggilannya Amak (Ahmad Baraghbah), justru orang tuanya adalah orang yang sangat benci dengan Syi’ah waktu itu, yaitu Ustad Baraghbah, dimana Ustad ini waktu itu Ketua Dewan Dakwah Islamiyah Indonesia di Pekalongan. Pendekatan si Ahmad Baraghbah ini bagus sekali dengan pemerintah waktu itu. Sampai-sampai HANYA 2 USTAD (Ustad Yahya dan Ustad Aziz) waktu itu yang berani menghadapi tokoh Syi’ah waktu itu. Dan terbukti kyai-kyai, ulama dan ustad lain se-Pekalongan tidak ada yang berani. Ketika itu kami dari Yayasan Askah meminta dukungan tanda tangan untuk membubarkan Syi’ah di Pekalongan, hanya dua ustad tadi yang memberi dukungan.
Ustad Aziz waktu itu yang paling berani berdialog langsung dengan syi’ah-syiah di Pekalongan, atas dukungan beliaulah, tercipta pengajian-pengajian Akbar yang dimulai dari memanggil Ustad Nabhan Husain dari DDII Pusat. Dan seterusnya Yayasan Askah yang memelopori. Banyak tulisan-tulisan beliau yang kami kutip dan kami sebarkan untuk membendung aliran sesat Syi’ah waktu itu.
Dari perjuangan memerangi Syi’ah ini, kemudian banyak program lain untuk memerangi aliran sesat di Pekalongan, diantaranya waktu itu ada Isa Bugis. Aliran ini tokohnya menyusup di tubuh para asatid di Muhammadiyah Pekalongan. Dan lagi-lagi Ustad Aziz berani tampil menghadapi, berani dialog dan berani maju ke aparat. Kemudian di rumah beliau atas inisiatif anak-anak muda Ashabul Kahfi terciptalah pengajian rutin, dan Alhamdulillah banyak yang hadir dan ini berlangsung sampai beberapa tahun. Karna pengajian ini berlangsung di rumah beliau, justru beliaulah yang menyediakan segala konsumsi, malah setiap Ramadhan seperti ini semua murid yang ngaji disana mendapatkan jatah sarung.
Dan ketika ada personil Yayasan Askah yang hendak mendirikan usaha bisnis dengan percayanya beliau memberi dukungan pinjaman permodalan tanpa bunga. Padahal nilainya puluhan juta.

Beberapa memang ada yang kontra dengan beliau ustad Aziz, ada yayasan, lembaga bahkan antar ustad, tapi itu wajar. Barangkali berbeda galian ilmunya sehingga ada pendapat-pendapat yang berseberangan. Bagi kami anak-anak muda waktu itu, itu bukan masalah, asal tidak menyalahi aqidah, atau membuat aqidah baru. Bagi saya kebaikannya masih terlalu banyak dibanding kelemahannya.

Selamat jalan ustad, semoga di Pekalongan nanti (walau sekarang belum terlihat) muncul pengganti-pengganti mu yang Insya Allah siap tempur menghadapi kesesatan dan kemaksiatan disana yang tidak habis-habisnya. Amin.

Minggu, 14 September 2008

PAK BODO (bukan bodoh)


"PAK BODO" bosone wong kalongan, apak bodo (menjelang lebaran).
nek wes wayahe pak bodo, kalongan rame, sesek ndalan-ndalan wong-wong do metu ning toko-toko mlebu metu. Ono seng nyacak-nyacak sepatu, klambi, rok yo seng akeh nek duwete nyandak yo tuku. Toko jajan juga rame, do tuku roti kalengan, sirup, gandum nggo nggawe jajan toplesan dewe, ono macem-macem. Pasar senteleng opo maneh, saben esok seseke ora jamak kabeh wong do tuku nggo siap-siap bodo.
Seng paleng seneng yo jane toko-toko cino, yo lumrah jugak si, wong sing nduwe toko akehe wong cino. Wong jowone sing duwete akeh (mboh dek ngendi) podo ngetokke duwet. Nyandak ora nyandak pokoke kudu tuku jajan toplesan karo klambi anyar.
Wong kidulan do metu, dek mbuaran, dungwuni, kabeh do teko neng sriratu, matahari, borobudur. Kuwi seng duwite turah-turah. Lha nek seng pas-pasan yo neng alon-alon opo thr simpang lima nek ora ning pasar bae.
Wong kalongan..wong kalongan, uripe angel po'o nek pak bodo biso bae, ono bae. seng maune uripe kangelan, nek pak bodo kok bisa ono. Alhamdulillah. Lha seng dek jakarta opo bekasi opo kota liyane do teko. Terus warung-warung mangan rame, padahal isyek poso tapi mangklihe do ora poso. Seng do mudik mbuak duwite neng kalongan, wes pokok-e pak Basyir dadi seneng pendapatane wong kalongan nek koyo kiye dadi akeh.
Mbiyek ono beskop rahayu - fajar neng kono sebelahe ono warung soto carlam trus dol es campor, tapi saiki wes ora koyo maune, nek maune apak bodo ramene pok. Nek neng alon-alon ono garang asem masduki...jerene saiki ono meneh pasar tiban, pasar seng pindah-pindah nggon, mulai nek sore sampek mbengi, nis...fanis piye nis kabare, kowe seng ngoordinir "pasti" (pasar tiban) ramerak saiki......wah enake nek muleh neng kalongan pingine ora bali meneh neng jakarta.
Dadine langgar-langgar, mesjid-mesjid mangklih do sepi, nek pak bodo wes dadi langgaran, do bolong tengahe, do ora traweh, podo jalan-jalan ndelok-ndelok dol klambi karo cuci mata. Padahal kalongan kuwi nek wayah rajaban, muludan, kabeh do ngada'ake pengajian, langggar kampung, mesjid rame ngundang-ngundang kyai. Pemrintahe ngada'ake pengajian, pulisine juga ngada'ake, habib-pe opo meneh, ngada'ke gede-gedean, kyaine, kampunge, wes pokoke rame ne pok pengajian nang ngendi-ngendi ora....... tapi........ yo ngumpluk tauhid-te neng cangkem tok, sampek sa'iki ora ono hasile, ora mlebu neng ati, ora ndadekake "wajilat qulubuhum", ora ndadeake nambah iman nek wes diwaca'ake ayat-ayat Allah. Buktine akhire wet mbiyek sampek saiki nek mulai tengah-tengah poso sepi ora do traweh.
Nek jarene almarhum ustad Yahya, muludan-mulutan mulut ketan, cangkeme isine ketan, soale nek pengajian, usume do mangan jajan, biasane ketan......ojo jengkel raaaaaa......... aku kan crito kampungku, kotaku, kenanganku.
Terus biasane ono zakat beras dibagekke sak trek, kuwi mauni isik ono bos Kamaludin mhoh saiki bos Tris isik neruske ora. Nek pak bodo koyo kiye, neng kampong arab rame wong-wong mlarat karo seng ngaku mlarat do antri nyjaluk zakat. Walikotane ngundang kyai-kyai sak kalongan kumpul buka bersama trus dibageni duwet karo sarung. Seng dnuwe gajah duduk juga ngundang kyai-kyai mangan buka bersama neng ngumahe, tapi di pisah, nek wong biasa ono jadwale dewe. Lha co'e saiki partai-partai rame do ngundang buka bersama nek wes meh bar posone.
Nek cah-cah kuliah, opo seng wes sukses, do nggawe reuni, do kumpul, ngudang-ngundang koncone, ono seng kangen-kangenan, ono seng nggawe bisnis, ono seng pamer kesuksesane yo macem-macem.
Pokok-e macem-macem mbhoh sampek klalen opo meneh seng tak tulis.....
Kalongan-kalongan kowe nek adoh kok ngangeni......................................................

Kamis, 11 September 2008

ZAKAT



Masa-masa kecil dulu, aku masih ingat ada kyai-kyai kampung yang menjadi sentral dari sgala kesibukan ubudiyah bagi sebagian warga disekitarnya. Jika ada hajatan-hajatan baik bersifat keluarga maupun umum, kehadiran seorang kyai sangat dibutuhkan waktu itu. Dari meng-imami musholla, berdo’a, baca fatihah untuk acara khitanan, perkawinan, pindah rumah sampai mengaji untuk orang mati. Kyai waktu itu sangat tawadhu, tidak pernah ada waktu itu ada seorang kyai yang tingkat ekonominya paling menonjol. Pasti sederajat dan rata-rata untuk kelas seorang kyai dengan rakyat biasa lainnya. Namun warga sangat menghormatinya.
Jika masa-masa ramadhan seperti ini tiba, maka rumah seorang kyai waktu itu sangat makmur. Dari jajan pasar, gula, teh dan sembako banyak yang disedekahkan warga sekitar untuk sang kyai. Dan diakhir ramadhan zakat fitrah menumpuk di rumah sang kyai. Waktu itu aku tidak berfikir, beras sebanyak itu terus dibagi kemana? Tidak, aku ikut-ikut saja ber-zakat fitrah kerumah kyai. Tanpa ada rasa su’udzan semua warga percaya bahwa Insya Allah zakatnya akan di terima dan puasanya menjadi sempurna jika sudah zakat fitrah ke kyai.
Di masa kemudian, saat banyak anak-anak muda memahami Islam secara moderat, budaya kirim zakat ke kyai sudah bergeser, minimal ke musholla atau ke pengurus-pengurus masjid dan banyak pula panitia-panitia yang siap menampung dan membagikan zakat fitrah. Bahkan bermunculan kritik-kritik kepada sang kyai karna telah menumpuk-numpuk zakat. Wallahu’alam.
Di Era masa kini, rupanya wajah-wajah kyai tempo doeloe kembali hadir di permukaan era yang serba teknologi. Zakat sudah bisa dengan SMS, bisa dengan HP, atau internet Banking. Dan ‘kyai-kyai’ zaman dulu tampil dengan wajah baru, ada berupa ‘istana zakat’ ada berupa ‘lembaga zakat si upik’ ada berupa ‘badan zakat si budi’ dan masih banyak lagi rupa-rupa wajah sang ‘kyai’ di era kini dan background sang kyai pun terpampang di spanduk-spaduk di brosur-brosur, di majalah-majalah, di media-media lainnya….seolah memanggil-manggil …ayo berzakat…ayo berinfak…ayo bersedekah melalui kyai tersebut. Persis…aku jadi ingat kembali masa-masa kyai di kampung…persis sama.

Sabtu, 06 September 2008

Menjelang Lebaran 1429 H



Masih sekitar tiga minggu lagi Lebaran, namun rasa kangen dengan kampung halaman sudah rekat. Mudik... akan aku alami kembali, keluarga menunggu. Dikampungku akan berdatangan dengan orang-orang kota, baik yang sudah sukses, sedang merintis maupun yang belum sukses bahkan tambah terpuruk.

Dikampungku aku kangen dengan tradisi Syawalan dengan memotong Lopis Raksasa. Walau sekarang agak bergeser makna, yang dulu adalah wahana dan ajang silaturahim.

Tapi ada tradisi-tradisi yang sudah puluhan tahun dari zaman orde baru sampai orde reformasi tidak bergeser makna. Ia adalah tradisi 'upeti'...ya 'upeti' yang diberikan dari pengusaha-pengusaha sukses, cukong-cukong, bos-bos lokal dan terutama pengusaha keturunan asing yang memiliki sebagian besar pangsa ekonomi negri ini.

Dari jajaran tertinggi di suatu daerah...sampai paling bawah saat-saat jelang lebaran akan 'rejeh' dengan ini. Misal di suatu daerah ada toko roti yang sukses, maka akan mengirim roti dan pernik-pernik serta parcel-parcel lebaran yang nilainya jutaan rupiah untuk petinggi daerah. Misal ada pengusaha tekstil yang sukses, maka tekstil dan lainnya akan menjadi 'kewajiban' kirim ke petinggi daerah. Tidak ada aturan yang mengatur, tidak ada paksaan yang memaksa,... tapi tradisi ini sangat terasa....tapi lagi-lagi hanya untuk orang-orang yang notabene hidupnya sudah 'kepenak' jadi tambah enak.

Ada juga tradisi kelilingnya orang-orang susah di kampungku yang berduyun-duyun mendatangi orang-orang kaya untuk meminta 'zakat', 'infaq' dan 'sedekah'. Sayang sekali ini menjadi kebanggaan orang-orang kaya atas pepatah "Tangan diatas lebih baik dari tangan dibawah".

Wahai...para petinggi di daerah dan para orang kaya di daerah tidak bisakah tradisi yang satu 'mensubsidi' tradisi lainnya. Dengan demikian 'hadiah' yang melimpah bisa merata ke sebagian orang susah, dan pemberian infaq dan sodaqoh sebaiknya tidak ada yang tahu.

Maka akan terlihat sejuk suasana daerah kalau begitu.

Wallahu'alam

Ramadhan 1429 H ......Lebaran





Ramadhan ...........

bulan suci

penuh arti

banyak yang berbagi kasih

Rame Masjid penuh putih.. bersih

Dan .....jelang lebaran tiba

terlebur dosa


Ada yang suka dan cita,

ada yang sempit gempita

Pasar-pasar dan barang-barang

Sayur mayur dan ikan

Semua naik

Dan sudah puluhan tahun lebaran...puluhan tahun pula belum bisa teratasi, siapa pengendali.


Bagi yang menjabat sebagai penentu-penentu kebijakan di negri ini, enteng-enteng saja karna smua sudah dijamin hidupnya.

Bagi wakil-wakil rakyat, ringan-ringan saja hadapi yang demikian karna semua sudah kebagian bugdetnya.

Bagi kelompok yang tak terombang-ambing oleh naik-turunnya harga sembako di negri ini, seperti para artis, selebriti, para tokoh "tertentu" hingga para preman "tertentu" ah... itu biasa-biasa saja.

Namun ada, dan terlalu banyak di negri ini kelompok umat manusia merasa berat menghadapi event-event semacam ini. Banyak panitia-panitia zakat di negri ini dari yang asal-asalan sampai dengan teknologi canggih dalam pengelolaannya, semua belum bisa mengatasi.
Banyak Panitia Penerima "Uang" Zakat didirikan, tapi tidak ada Panitia Manusia Penerima Zakat yang berdiri.
Banyak Pantia, banyak pula yang ingin cari nama.
Lalu.
Kepada siapa umat ini mengadu........?????????????????????????????

Rabu, 27 Agustus 2008

63 Tahun Negriku (3)



14 tahun yang lalu sebelum ayahku meninggal, dia pernah mengatakan, "le....kita ini memang sudah merdeka dan pernah di proklamirkan oleh soekarno - hatta pada 17 agustus 45...tapi tahun-tahun berikutnya tidak pernah di proklamirkan lagi...hanya di peringati saja. Jadi aku sendiri masih ragu le...apa benar-benar kita sudah merdeka atau hanya lepas dari penjajahan saja".
Ayahku, aku pun merasakan demikian, seandainya angkau masih hidup wahai ayahku, aku akan ajak sekarang keliling kota Jakarta, karna saat ini aku di Jakarta, kadang lihat-lihat dan masuk ke Mal-mal, hipermal, square, hiper square atau apalah nanti mungkin ada yang lebih besar lagi. Disana berdiri bak raksasa menjual produk-produk yang bisa kubayangkan seperti stok barang yang tidak akan habis dan tidak akan pernah habis hingga 10 tahun kedepan.
Ayahku...mal-mal raksasa itu pernah kuamati ada 1 (satu) produk yang jika di bayang-bayang, dipikir-pikir ada sesuatu yang tidak masuk diakal. Apa itu................ SUSU yaaa.... produk SUSU, susu kaleng, dan terutama susu bubuk.
Hampir di setiap super market dari mini sampai besar, setiap mal dari besar sampai raksasa, kulihat macam-macam produk susu bubuk, macam-macam merek, macam-macam kemasan. Setiap saat saya berkunjung kesana dan setiap saat pula produk itu selalu berjubel dan ada setiap saat hingga berstok-stok dan sepertinya tidak akan pernah habis sampai puluhan tahun kedepan.
Ada yang aneh.................................... ini baru di Jakarta, belum di kota besar lain, Bandung, Cirebon, Semarang, Medan ....dan luar jawa yang lain....belum lagi negri tetangga Singapore, Malaysia, Brunei dan belum lagi seluruh dunia....semua pasti ada produk susu bubuknya.
Bayangkan dari sekian banyak produk susu bubuk, susu kaleng...yang kalau di tayangkan di iklan-iklan di tv.... emm.... segar....em.... sapinya di tampilkan....NAMUN TIDAK TERPIKIRKAH OLEH KITA, DIMANAKAH ADA PETERNAKAN SAPI DI SELURUH DUNIA INI YANG BISA MENSUPLAI SUSU-SUSU, PRODUK-PRODUK SUSU SEBANYAK ITU....SELURUH DUNIA.
Itu susu, susu sintetis atau susu asli????????????????????????????????????
63 tahun kita merdeka, banyak produk-produk asing yang masih 'menjajah' kita dengan segala argumennya.

Kamis, 21 Agustus 2008

63 Tahun Negriku (2)




Negriku Alhamdulillah diawasi dari berbagai sektor dan kepentingan, diurus oleh berbagai menteri dan pejabat. Dari pusat hingga daerah para aparatur negara mengelola dengan menunjukkan baju seragam yang kelhatan serius.
Wahai 63 tahun Negriku, sedikit saja yang bisa aku sampaikan kepada negriku dan biarlah orang lain yang menyampaikan lain hal.
Di pasar - pasar tradisional, tempat belanja para ibu dan sebagian kecil bapak, banyak toko-toko yang menjual makanan kering, kue-kue dengan penuh pengawet, 'ciki-ciki' an, jajanan kering, dan banyak pula jajanan anak-anak dengan berbagai merek yang tidak terkenal dan bahkan tanpa merek. Makanan dan jajanan ini jelas terang-terangan tanpa izin dinas kesehatan, toko-toko yang menjajakan seperti gudang, segitu besar dan banyaknya. Makanan dan jajanan tidak sehat ini sering mangkal di depan sekolah-sekolah tk - sd - smp sampai sma. Ok lah anak yang sudah smp ato sma bisa mereka hindari, tapi serbuan jajanan tidak sehat ke tk sd ini menyulitkan orang tua tuk mengawasinya lebih jauh. 1 - 2 orang tua bisa, 1 - 3 - 100 sekolah orang-orang kaya, sekolah unggulan, sekolah ketat, itu bisa dihindarkan. Namun itu hanyalah 10 % di negri ini 90% sekolah 'miskin' ini sana sini diserang oleh jajanan tidak sehat bahkan beracun.
Lalu siapa lagi yang bertanggung jawab akan pengawasan ini, menteri kah, aparat kah, pemerintah kah, pejabat kah, orang tua kah, sekolah kah.
Pasti masing-masing akan saling tuding. ............................................. Tapi produk-produk ini lagi-lagi dikuasai oleh orang-orang ras tertentu di negri ini, dari produk sampo. sabun, kosmetik palsu sampai ke jajanan anak dan ini sudah berlangsung puluhan tahun yang lalu.
Ada kemushilan yang tidak bisa aku pikirkan, sekian lama Indonesia merdeka, sekian lama pula hal itu berlangsung, sebagaimana sekian lamanya tindakan korupsi di negri ini.
Anak-anak ku di kampung dan anak-anak saudara ku di kampung yang sekolah di sekolahan biasa, mereka jadi korban jajanan tidak sehat. MEREKA TIDAK BISA MENIKMATI KEMERDEKAAN..... MERDEKA DARI KERUSAKAN DARI JAJANAN BERACUN.

Minggu, 17 Agustus 2008

63 Tahun Negriku








Hari-hari memperingati kemerdekaan, tidak di kampung tidak di Ibukota, sama, semua mengelu-elukan, semua merayakan. Dari merah putih berjejer dan berkibar hingga hiasan-hiasan gapura yang nyentrik dan nylekit. Dari lomba makan krupuk sampai lomba adu prestasi lainnya.
Kalau di kampung karna disana deket dengan pantai, ada lomba 'nyadran' balap perahu. Di kampung ku yang terkenal dengan Lopis Raksasa saat lebaran Syawalan, saat-saat 17-an seperti ini rame. Rame lomba, pawe pembangunan, arak-arakan drum band dll.
Disini di Ibukota aku masih mengenang kampungku yang rame saat 17-an, melihat acara-acara merayakan kemerdekaan disini jadi rindu kampung halaman. Dari anak-anak lomba joget, nangis, makan krupuk, yang dewasa karaoke, yang tua dangdutan. Meriah banget.
Dari jajaran pemerintahan pusat, wilayah, daerah, kecamatan, kelurahan, semua aparat sampai rakyat kecil semua diajak merayakan, diajak menyaksikan. Ada acara tirakatan, ada tumpengan ada sholat dan doa syukur bersama. Sambutan disana sini, cerita klise perjuangan para pejuang kemerdekaan. (Yang sampai saat ini orang-orang pendahulu negri ini yang mempertahankan negri ini dari penjajahan, yang langsung berhadapan dengan musuh-musuh yang nyata....sampai detik ini belum ada penerus dan penggantinya). Semua jadi melebur..berseru, MERDEKA, semua mengangkat dan mengenggam MERDEKA, semua jadi lupa ... BENARKAH KITA SUDAH MERDEKA???????????????

Kamis, 22 Mei 2008

(Hampir) Setengah Abad "kebangkitan" ku (2)

20 mei 43 tahun yang lalu, aku 'bangkit' dari rahim ibuku. Dan selama itu aku berada di sebuah negara yang semuanya pake duit. Sepertinya aku menjadi pengontrak di negeri sendiri. Kekayaan alam yang menjadi hajat hidup orang banyak menjadi milik negara, dan kita harus bayar. Mulai dari rumah yang kita tempati jalan yang kita lewati, air yang kita minum, sekolah yang kita masuki..semuanya harus ditukar dengan uang..lalu apa bedanya dengan orang asing yang berada di negri ini. "apa kata dunia" ini menjadi iklan di tv untuk menunjukkan bahwa itu semua adalah konsekwensi menjadi warga negara yang baik..taat membayar pajak.
Penghitung yang handal, ahli matematik akan bisa mengitung bahwa orang-orang sukses, pebisnis, orang yang beruntung di negeri ini justru bayar pajaknya lebih kecil dari rakyat biasa. Lalu apa yang salah dengan sistem pajak kita. Di negeri lain ada orang miskin, orang nganggur dapat tunjangan, sekolah full gratis..lalu apa bedanya dengan negri ini.

Yak..pas...itu... pasti kamu akan berkomentar seperti itu.... saya yang bodoh, tidak ngerti bagaimana menjadi warna negara, ngga ngerti gimana urus negara, ngga ngerti gimana susun apbn.

Menjadi orang tanggung di negeri ini, tidak akan beruntung.
Menjadi orang susah di negeri ini hanyalah menjadi masalah.

ya... di negri yang kita cintai ini keberuntungan, kebahagiaan hanyalah bagi mereka yang 'mewarisi' negri ini.

(Hampir) Setengah Abad "kebangkitan" ku (1)

Sengaja ini tidak kutulis tepat pada 20 mei 2008 yang lalu, karna ini bukan perayaan, ini bukan ulang tahun, ini bukan pamer, dan ini bukan membangga-banggakan diri.
Aku memang terlahir pada 20 mei sehingga oleh temen bapakku yang waktu itu carik (sekdes) memilihkan nama yang menurut harapan beliau akan menjadi seorang Budi Utomo yang menjadi nama, yang oleh bangsa Indonesia saat ini di elu-elu kan di banggakan menjadi 1 abad kebangkitan nasional.

Tepat 20 mei 1965, aku menjadi bayi yang dinanti oleh sebuah keluarga yang mendambakan seorang anak laki-laki, sebuah keluarga yang sudah lama tidak memiliki keturunan, orang kota, lumayan berduit...tapi bukan keluarga bahagia. 40 hari sejak aku lahir di boyonglah aku ke kota, dipisahkan aku dari kakak-kakakku yang sudah lahir duluan, yang sehat-sehat dan tidak kurang suatu apa. Aku bersama keluarga baru yang kering akan agama, hidupnya hanya untuk bisnis, pekerja keras, peniti hidup yang tidak kenal lelah. Bapak angkatku berprinsip "jangan tergantung pada orang lain", mandirilah, berjuang sendirilah, jangan terpancing untuk berhutang budi pada orang lain.

Saat usia muda ku pesan dan kesan Bapakku kurang begitu mengena, malah membuat aku selalu antipati pada beliau....... Bapakku...maafkan aku...terima kasih telah memeliharaku sejak kecil, semoga Allah subhanahu wata'ala menerima segala amal-amalmu dan mengampuni segala dosamu...amiiin.

Kini di usia hampir setengah abadku, benar-benar beliau bapakku berpikir jauh kedepan, dan zaman beliau dengan zaman ku ternyata hanya berubah kulit, wajahnya sama, kejamnya sama, piciknya sama, dan sama-sama bersandiwara.
Negri ini ternyata hanyalah milik sekelompk orang-orang penting, sekelompok orang-orang yang merasa berjasa atas lahirnya dan terbentuknya negara, negeri ini bukan milik orang-orang yang pas-pas-an apalagi orang-orang susah.
Wahai orang-orang yang pas-pas-an, wahai orang-orang susah...walaupun kalian nelongso JANGAN TERGANTUNG PADA ORANG LAIN, berusahalah untuk mandiri, terus berusaha, lawanlah ...... lebih baik kalah daripada mengalah.

Hatilah-hatilah dengan wajah sandiwara orang-orang penting, nanti kalian hanyalah akan menjadi budak, jadi korban. Kalian sudah ditakdirkan bukan menjadi pewaris negri ini. Negri ini milik mereka..milik mereka..milik mereka. Merekalah hanya sandiwara, seolah pejabat ini bertarung dengan pajabat itu, tokoh ini seolah bertarung dengan tokoh itu, orang berduit itu seolah bertarung dengan orang berduit ini, bajingan ini seolah bertarung dengan bajingan itu, koruptor ini seolah bertarung dengan koruptor itu, pembela rakyat ini seolah bertarung dengan pembela rakyat itu, penegak hukum ini seolah bertarung dengan penegak hukum itu...sandiwara..sandiwara...mereka hanyalah bersandiwara.

Ketika mereka bertemu, berkumpul, makan bareng, pesta bareng, reuni bareng.. wuuuuuuaaaaahhh kita akan mengira, hatta kita ahli pengamat tingkat pro, ahli pengamat apa saja....kita tidak akan mengira...ooooo ternyata si anu dengan si itu di pentas nasional seolah saling kecam..saling sikat...saling embat....oooohhhh ternyata....ternyata oooohhh ternyata MEREKA SAMA-SAMA PEMILIK NEGRI INI.

Rabu, 27 Februari 2008

Kembali Menjadi Saksi "Keterbelakangan' Kampungku (2)

Hari-hari ini di'kampung', sedang rame-ramenya pilkada, bil khusus di propinsi jateng tempat tinggal saya dan keluarga 'berteduh', sana sini spanduk pasangan gubernur marak. Dari spanduk tradisional hinggal print color outdoor dengan komputer. Wah...kalo diitung-itung berapa biayanya kalau di total dari smua pasangan, dus kalau seluruhnya di total dari awal pencalonan hinggal nanti pesta demokrasi pemilihan, berapa anggaran untuk pilkada, belum dimana-mana pilihan bupati, walikota.
Lalu saya pernah mengingat-ingat 'zaman' dulu model pemilihan seperti ini justru hanya terjadi di 'ndeso', hanya orang-orang ndeso yang melakukan pemilihan seperti sekarang ini, kok sekarang malah mundur menjadi terbelakang. Kudrah lurah ....ya... itu namanya, pernah kalau saya pas jalan-jalan ke ndeso rame sekali hingga susah lewat...malah ceritanya, sampai habis-habisan biaya keluarga / pribadi hanya untuk meng-goalkan agar terpilih. Untuk ukuran pedesaan wilayah kampungnya hingga puluhan kelurahan, setiap kelurahan harus ada duit 'dibuang' hanya untuk memuluskan dukungan, belum lain-lainnya.
Oh negriku....kenapa kini aku menjadi saksi keterbelakangan kampungku.... kasihan mereka yang ngga kepilih, udah rugi berapa....(tapi klo dikatakan rugi jelas ngga mau). Lalu mereka yang ke pilih, sudah bukan rahasia umum....program pertama bagaimana agar modal kembali...belum balas jasa kepada mereka-mereka yang mendukung. Pos-pos tertentu, jabatan tertentu harus sudah dipersiapkan sebagai tanda balas budi. Dan anehnya temen-temen di kampung sangat antusias mendukung acara tersebut....mereka melakukan pendekatan sana sini, sibuk sana sini. Padahal di deketnya ada temen dekatnya yang lagi kesusahan secara finansial (saya sendiri), dan sangat-sangat membutuhkan bantuannya, tapi bagi orang seperti dia entah lingkungan yang menjadikan dia terbentuk seperti itu atau karna wataknya, yang penting keuntungan sejati daripada teman sejati.
Kemudian yang sungguh-sungguh saya merasa aneh atas kejadian ini, atas peristiwa-peristiwa pilkada ini, saya jadi ngga habis pikir....apa benar masih ada orang-orang yang dengan tulus ingin sekali menjadi superman, menjadi spiderman, menjadi man-man yang ingin menyelamatkan negri ini. Benarkah masih ada orang yang dengan kekayaannya lalu menonjol-nonjolkan diri ingin menyelamatkan bangsa. Adakah dengan keihkhlasannya ingin mengentaskan kemiskinan, menghapuskan pengangguran, meningkatkan mutu pendidikan, kesehatan..... apa saya sendiri yang sedang bermimpi?????????????????????????????

Sabtu, 26 Januari 2008

Kembali Menjadi Saksi "Keterbelakangan' Kampungku (1)

Kalau dulu di jaman orde baru manipulasi hanya terjadi di kalangan elite atau tertentu saja, kini di era reformasi telah berbagi manipulasi. Yang terjadi adalah manipulasi bisa merata di semua lini, semua proyek, semua ladang dan semua...semua...semua.
Di sepanjang tahun 2007 di kampungku (kata kota diganti kampung bagi orang jakarta) banyak proyek-pyoyek untuk kesejahteraan masyarakat. Bahkan di tahun-tahun sebelumnya telah dimulai dan alhamdulillah semua masyarakat telah bisa merasakan hasil dari berbagi hasil pendapatan daerah dan negara. Kini setiap orang bisa dengan mudah akses ke pemerintahaan dengan bantuan BKM, LPM dll untuk mendapatkan peningkatan kesejahteraan.

Pada tahun 1999, Pemerintah menggulirkan Program Penanggulangan Kemiskinan Perkotaan (P2KP). Program Penanggulangan Kemiskinan Perkotaan (P2KP). Sesuai dengan salah satu misi Kota Pekalongan dalam menyelenggarakan program pengentasan kemiskinan Pemerintah Kota Pekalongan telah banyak melakukan upaya-upaya penanggulangan kemiskinan dengan berbagai program, namun program-program tersebut tidak cukup berjalan sebagaimana mestinya. Pemerintah Kota Pekalongan melalui Badan Perencanaan Pembangunan Daerah (Bappeda) tidak ingin hal tersebut terjadi dengan P2KP ini. Mulailah instansi ini mempelajari kekurangan-kekurangan yang pernah terjadi dengan program-program yang pernah mengalami kegagalan.
Setelah melakukan pembelajaran dan penelitian atas kegagalan program terdahulu, guna menjalankan P2KP ini, strategi yang dilakukan oleh Pemerintah Kota Pekalongan adalah dengan membentuk satu lembaga yang melibatkan berbagai pihak. Lembaga tersebut bernama Badan Keswadayaan Masyarakat (BKM). BKM didirikan di tingkat desa/kelurahan yang tujuan utamanya adalah menanggulangi kemiskinan masyarakat setempat.
Tugas utama BKM adalah membantu menjalankan tugas pemerintah dalam persoalan kemiskinan masyarakat terutama dengan menumbuhkan dan mengembangkan ekonomi lokal disaat terjadinya krisis multideminsi. Dalam situasi sulit tersebut, dimana biaya hidup lebih besar dari pendapatan, BKM memiliki strategi yang mumpuni dengan menyelenggaraan pelatihan keterampilan manajemen, mengelola usaha kecil dan memberikan pinjaman modal kepada masyarakat miskin agar mampu memecahkan dan mengatasi masalahnya sendiri.

Kemudian di tingkat kecamatan ada LPM, Lembaga Pemberdayaan Masyarakat. Didirikan LPM atas kesadaran bersama dari individu-individu yang mempunyai tujuan sama dalam membantu masyarakat untuk pencapaian masyarakat madani (civil society) dan pemberdayaannya.
Aktivitasnya antara lain: pendampingan masyarakat, menampung aspirasi dan memperjuangkan keinginan masyarakat, menjembatani (mediasi) antara kepentingan masyarakat dengan pemerintah.

Lengkaplah, walau belum selengkap apa yang diharap tapi ini memang suatu kemajuan jaman. Dan nampaknya pula masyarakat kita juga lebih maju lagi dalam masalah hukum atau lebih spesifiknya kini sudah banyak masyarakat yang pandai bermain dengan hukum. Apalagi BKM dan LPM adalah 'kolaborasi' dari orang dalam dan orang luar (oknum pemerintahan dan oknum masyarakat) maka jadi makin bisa merencanakan segala sesuatunya agar bagaimana suatu proyek agar tidak menyalahi aturan secara hukum walaupun didalamnya ada pelanggaran hukum atau dalam hal ini manipulasi.
Kini manipulasi dapat dinikmati secara bersama, dulu era orde baru juga sudah ada manipulasi, lalu apakah negri ini telah maju atau masih terbelakang?????????