Dikisahkan pada masa lampau ada seorang ahli ibadah yang selalu bertaqarrub kepada Allah, membuat ia selalu mendapat perlindungan-Nya. Kemana saja pergi ia selalu ditutupi oleh awan hingga badannya tidak terkena panas matahari. Pada suatu hari ketika si ‘abid ini sedang mengadakan suatu perjalanan, seorang pelacur melihatnya, lalu dalam hati pelacur ini tumbuh perasaan halusnya. Ia mendekati hamba Allah yang taat ini, dengan harapan ia mendapatkan rahmat Allah. Ketika pelacur ini mendekat kepadanya, tiba-tiba saja ahli ibadah ini rnenjadi jijik, dan mengusir pelacur itu dengan kata-kata yang menyakitkan. Peristiwa itu dikisahkan dari peristiwa ahli ibadah Bani Israil. Nabi Muhammad saw menerima wahyu dari Allah swt tentang peristiwa ini, menyebut bahwa Allah swt telah mengampuni dosa pelacur tersebut dan membatalkan amal ibadah si ‘abid itu. Peristiwa ini telah mernberi i’tibar kepada manusia, agar janganlah mereka mencampurkan kemurnian ibadah kepada Allah dengan perasaan atau tindakan yang berakibat musnahnya amal ibadat mereka sendiri. Perbuatan seperti riya’, angkuh, bangga, meremehkan sesama manusia, menyakitkan hati sesama hamba, karena merasa dekat dengan Allah, adalah perbuatan yang bisa merusak amal ibadah si ‘abid itu.
Peristiwa yang sama juga pernah terjadi terhadap seorang hamba ahli
ibadah Bani Israil. Ketika sedang sujud di tempat tafakkumya, tiba-tiba
tengkuk ahli ibadah ini diinjak oleh seorang laki-laki dengan sangat
keras, sangat menyakitkan. Diriwayatkan bahwasanya kejadian ini
berhubungan dengan sifat ahli ibadah yang diketahui oleh Allah swt
sangat sombong dan membanggakan ibadahnya di hadapan manusia.
Kesombongan karena merasa dirinya dekat kepada Allah berakibat dosanya
tidak diampuni oleh-Nya.
Dalam beribadah yang semata-mata dihadapkan kepada Allah Ta’ala belaka, seorang ‘abid yang takwa hendaklah berhati-hati memerihara ibadahnya sendiri. Jangan sampai bercampur baur dengan kehendak lain yang akan menjerumuskan si hamba kepada perasaan angkuh, riya’, ujub, rasa suci, menganggap orang lain kotor, membuat diri seakan-akan tidak ada yang menyamainya, atau menempatkan diri sebagai manusia suci yang harus menyisihkan diri dari anggota masyarakat yang dianggapnya kotor dan berdosa. Seorang muslim yang mengikuti jejak Nabi Muhammad Saw tidak boleh menjadi saleh sendiri, ia wajib pula membawa manusia yang dianggap banyak bermaksiat kembali kepada jalan Allah, agar menjadi saleh, hidup beribadah bersama para muslimin lainnya.
.
Semoga kita dapat mengamalkan mutiara pesan ini, dan semoga Allah swt selalu meridhoi dan memberikan petunjuk-Nya kepada kita. Aamiin.
.
Sumber: Al Hikam, Ibnu Athailah as Sakandari.
Dalam beribadah yang semata-mata dihadapkan kepada Allah Ta’ala belaka, seorang ‘abid yang takwa hendaklah berhati-hati memerihara ibadahnya sendiri. Jangan sampai bercampur baur dengan kehendak lain yang akan menjerumuskan si hamba kepada perasaan angkuh, riya’, ujub, rasa suci, menganggap orang lain kotor, membuat diri seakan-akan tidak ada yang menyamainya, atau menempatkan diri sebagai manusia suci yang harus menyisihkan diri dari anggota masyarakat yang dianggapnya kotor dan berdosa. Seorang muslim yang mengikuti jejak Nabi Muhammad Saw tidak boleh menjadi saleh sendiri, ia wajib pula membawa manusia yang dianggap banyak bermaksiat kembali kepada jalan Allah, agar menjadi saleh, hidup beribadah bersama para muslimin lainnya.
.
Semoga kita dapat mengamalkan mutiara pesan ini, dan semoga Allah swt selalu meridhoi dan memberikan petunjuk-Nya kepada kita. Aamiin.
.
Sumber: Al Hikam, Ibnu Athailah as Sakandari.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar