Lupis raksasa telah menjadi tradisi syawalan atau perayaan sepekan usai Lebaran di Pekalongan sejak 1855. Perkembangan sepuluh tahunan terakhir, lupis raksasa makin dibumbui dengan kesyirikan, makanan dari beras ketan ini telah makin rame warga berbondong-bondong datang ke Kota Santri ini untuk menyaksikan lupis raksasa, yang kini banyak meyakini potongan lupis ini mampu membawa berkah. Bahkan makanan ini dapat mengobati berbagai penyakit. Penyimpangan ini jelas bukan pada tempatnya di Kota Batik yang masih dikenal kota santrinya walau julukan ini sudah dipakai untuk wilayah Kabupaten Pekalongan.
Lupis yang sudah tercatat di Museum Rekor Indonesia (Muri), ini menjadi tradisi Syawalan hingga secara resmi Walikota yang ikut memotongnya.
Kebetulan saya tinggal di Krapyak, dimana kelurahan ini yang menjadi pusat keramaian tradisi syawalan. Tempatnya dekat pesisir pantai Slamaran. Konon pula wilayah ini yang paling banyak kyainya dibanding kelurahan-kelurahan lain di Kota Pekalongan. Maka pantas saja kalau dulu awal tradisi syawalan ini bermula dari ajang silaturrahim antar warga sekitar, para santri dengan kyainya. Tradisi Syawalan pada asalnya adalah bermula tatkala 1 syawal dirayakannya Lebaran di daerah Krapyak, kemudian hari 2 hingga hari ke tujuh digunakan oleh warga setempat untuk ber-puasa syawal, yaitu puasa 6 hari.
Abu Ayyub al-Anshari radhiallaahu 'anhu meriwayatkan, Nabi shallallaahu 'alaihi wa sallam bersabda, "Barangsiapa berpuasa penuh di bulan Ramadhan lalu menyambungnya dengan (puasa) enam hari di bulan Syawal, maka (pahalanya) seperti ia berpuasa selama satu tahun." (HR. Muslim)
Imam Ahmad dan an-Nasa'i, meriwayatkan dari Tsauban, Nabi shallallaahu 'alaihi wa sallam bersabda, "Puasa Ramadhan ganjarannya sebanding dengan (puasa) sepuluh bulan, sedangkan puasa enam hari (di bulan Syawal, pahalanya) sebanding dengan (puasa) dua bulan, maka bagaikan berpuasa selama setahun penuh." (HR. Ibnu Khuzaimah dan Ibnu Hubban dalam "Shahih" mereka)
Dari Abu Hurairah radhallaahu 'anhu, Nabi Shallallaahu 'alaihi wa sallam bersabda, "Barangsiapa berpuasa Ramadhan lantas disambung dengan enam hari di bulan Syawal, maka ia bagaikan telah berpuasa selama setahun." (HR. al-Bazzar)
Nah inilah yang banyak dilakukan terutama para penduduk Krapyak waktu itu, sehingga pada hari-hari tersebut tidak ada acara silaturrahim karna banyak yang sudah tahu kalau disana sedang mengamalkan puasa syawal, nah kemudian pada hari ke delapannya di bulan Syawal akhirnya ber-bondong-bondong orang ramai ber-silaturrahim. Dari ber-jubelnya orang di daerah Krapyak inilah maka kini dikenal tradisi syawalan.
Tradisi yang kini sudah campur baur antar laki-perempuan, mampir sana-sini tuk mencicipi suguhan 'lotekan' (lotis). Kenal gak kenal sudah santer keluar masuk rumah. Pasar jajan rame dijalanan, dan ...... traidisi puasa 6 pun kini terlupakan..........................
Lupis yang sudah tercatat di Museum Rekor Indonesia (Muri), ini menjadi tradisi Syawalan hingga secara resmi Walikota yang ikut memotongnya.
Kebetulan saya tinggal di Krapyak, dimana kelurahan ini yang menjadi pusat keramaian tradisi syawalan. Tempatnya dekat pesisir pantai Slamaran. Konon pula wilayah ini yang paling banyak kyainya dibanding kelurahan-kelurahan lain di Kota Pekalongan. Maka pantas saja kalau dulu awal tradisi syawalan ini bermula dari ajang silaturrahim antar warga sekitar, para santri dengan kyainya. Tradisi Syawalan pada asalnya adalah bermula tatkala 1 syawal dirayakannya Lebaran di daerah Krapyak, kemudian hari 2 hingga hari ke tujuh digunakan oleh warga setempat untuk ber-puasa syawal, yaitu puasa 6 hari.
Abu Ayyub al-Anshari radhiallaahu 'anhu meriwayatkan, Nabi shallallaahu 'alaihi wa sallam bersabda, "Barangsiapa berpuasa penuh di bulan Ramadhan lalu menyambungnya dengan (puasa) enam hari di bulan Syawal, maka (pahalanya) seperti ia berpuasa selama satu tahun." (HR. Muslim)
Imam Ahmad dan an-Nasa'i, meriwayatkan dari Tsauban, Nabi shallallaahu 'alaihi wa sallam bersabda, "Puasa Ramadhan ganjarannya sebanding dengan (puasa) sepuluh bulan, sedangkan puasa enam hari (di bulan Syawal, pahalanya) sebanding dengan (puasa) dua bulan, maka bagaikan berpuasa selama setahun penuh." (HR. Ibnu Khuzaimah dan Ibnu Hubban dalam "Shahih" mereka)
Dari Abu Hurairah radhallaahu 'anhu, Nabi Shallallaahu 'alaihi wa sallam bersabda, "Barangsiapa berpuasa Ramadhan lantas disambung dengan enam hari di bulan Syawal, maka ia bagaikan telah berpuasa selama setahun." (HR. al-Bazzar)
Nah inilah yang banyak dilakukan terutama para penduduk Krapyak waktu itu, sehingga pada hari-hari tersebut tidak ada acara silaturrahim karna banyak yang sudah tahu kalau disana sedang mengamalkan puasa syawal, nah kemudian pada hari ke delapannya di bulan Syawal akhirnya ber-bondong-bondong orang ramai ber-silaturrahim. Dari ber-jubelnya orang di daerah Krapyak inilah maka kini dikenal tradisi syawalan.
Tradisi yang kini sudah campur baur antar laki-perempuan, mampir sana-sini tuk mencicipi suguhan 'lotekan' (lotis). Kenal gak kenal sudah santer keluar masuk rumah. Pasar jajan rame dijalanan, dan ...... traidisi puasa 6 pun kini terlupakan..........................
Tidak ada komentar:
Posting Komentar