UNESCO (United Nations Educational, Scientific and Cultural Organization mengukuhkan terhadap batik Indonesia sebagai warisan budaya dunia.
Kampungku pagi ini rame dengan pawai batik, hari-hari sebelumnya pemerintah kota menghimbau agar warganya menggunakan batik selama 3 hari. Syukur, haru dan harap-harap cemas... akankah Pekalongan akan seperti dulu lagi, seperti ungkapan para orang tua kita dulu : "...duit kok koyo brengos....nembe dicukur tukul maneh ..." Itu menjadi hidangan tiap sarapan pagi... bagi para penjaja batik yang hendak pergi ke luar kota membawa setumpuk batik... dan pulang Alhamdulillah... uang seperti kumis belum habis ada lagi-ada lagi.
Kemudian apakah para juragan-juragan batik juga akan seperti dulu lagi dalam kiprahnya di panggung politik, partai Islam akan solid kembali...
Ok lah ngga usah mimpi-mimpi dan berandai-andai.... mari dalam rangka menghidupkan kembali Pekalongan sebagai Kota Batik sebenar-benarnya, lebih baik kita koreksi diri... ya koreksi diri.
Sebagai wong Pekalongan, kepingin rasane Batik Pekalongan hidup-hidup kembali... para buruh batik tiap pagi di tiap tempat, rumah berjubel nggarap batik.... dan nampak sekali waktu itu kemakmuran ada dimana-mana........................................................... tapi sedih rasanya mendapati temen-temen yang dengan modal kecil usaha batik saat ini ... makin terpinggirkan...
Di setiap lokasi-lokasi penjualan / grosir batik... para bos-bos (pengusaha batik besar) selalu mengambil tempat lebih dari satu los... malah ada yang dengan trik bisnis... di salah satu lokasi sengaja tidak dibuka padahal tempatnya di paling depan dan menutupi los-los milik usaha kecil batik.... lalu akan nampak di jalan raya kalau lokasi grosir tersebut kelihatan sepi dan lama... dan makin hari ke hari akan makin surut pembeli, karna ada kesan sepi.
Lain di tempat yang sengaja diramaikan, disana menjadi wisata belanja batik... tapi jelas yang kecil-kecil kurang mendapat tempat.... ada los-los yang usianya kembang kempis, gonta-ganti pemilik...dan tentu yang besar akan tetap berjalan lancar. Belum lagi para bos-bos batik pekalongan memiliki armada mobil untuk keliling jawa bahkan indonesia...drop dari satu tempat ambil bayar di tempat lain....jelas tidak akan mungkin pemodal kecil bisa seperti ini....
Melalui form ini, masih mengganjal sebagai pertanyaan di hati ingin mendapatkan jawab dari para bos-bos batik Pekalongan:
Jauh .... jauh kalau saya melihat antara buruh batik dengan juragan / pengusaha batik. Mereka para pengusaha / juragan bisa menikmati keuntungan yang melimpah, kekayaan yang meruah, kehidupan mewah..... tapi para buruhnya, penulis /pengrajin batik atau pemegang canting yang barangkali hanya lulus SD, mereka hidup dalam keterbatasan, hanya mendapat belas kasih dari para pengusaha / juragannya. Ya... para juragan disamping orang ber-uang, entah dari warisan orang tuanya atau dari usaha sendiri bisa belajar bagaimana bisnis batik agar bisa sedemikian hasilnya, mereka bisa sekolah ekonomi yang mumpuni, mereka bisa belajar jadi pengusaha, mereka bisa kuliah kuliah lagi... dengan uang-uang mereka. Sementara sang buruh hanya punya sedikit waktu yang mereka miliki untuk keluarga, apalagi untuk belajar cari ilmu yang mahal.
KEBERKAHAN, semoga keberkahan dari bisnis Batik para juragan / pengusaha batik bisa memberikan jalan panjang atas usaha ini. Dan semoga para buruh batik bisa paling tidak mengenyam kenikmatan menjadi ahli batik... ya ahli batik. Beda antara pengusaha dan pengrajin (ahli) batik.
Semoga jangan terlalu jauh lah jurang antara miskinnya sang buruh dan kayanya sang pengusaha.
Siapa dari juragan batik Pekalongan yang bisa jawab ......????
Tidak ada komentar:
Posting Komentar