Senin, 29 November 2010

Wong Kalongan ra iso diapusi karo Gayus



Nek wong kalongan wes paham, model crito gayus etok-etok metu dek penjara, trus etok-etok ra ono seng ngerti, etok-etok nyalahke mono-mene, etok-etok nyengeni kae, etok-etok, nyalahke kiye, etok-etok dimasalah-ke.....wes paham....ra iso diapusi wong kalongan.

Mengko nek wes koyo kuwi, wah bakal rame bahas sopo seng tanggung jawab, bisone Gayus metu jalan-jalan.......
terus ................
terus ...............
seng dadi masalah utamane...masalahe Gayus seng temenan, DIKLALENKE, SENGAJA DIKLALEN-KE.....
terus ....
terus ....
BUBAR ora jelas ujung-e.

Wong Kalongan ora iso diapusi...................

Kamis, 25 November 2010

Keuangan Yang Maha Kuasa?




Dahulu. Mantan Gubernur BI, yang pertama, Sjafruddin Prawiranegara, pernah ditahan Laksus, gara-gara khutbah Idul Fitri, di Jakarta, membuat plesetan, di mana Pancasila, sila pertama ‘Ketuhanan Yang Maha Esa’, diplesetkan menjadi ‘Keuangan Yang Maha Kuasa’.

Sebuah kritik di tahun 80 an oleh alrmarhum Sjafruddin Prawiranegara, yang sudah melihat gejala korupsi yang maha dahsyat.

Perbuatan korupsi, sogok, suap, dikalangan para pejabat, itu disebabkan mereka sudah menjadikan ‘uang’ sebagai 'Tuhan' dan sesembahan mereka. Sila pertama Pancasila, ‘Ketuhanan yang Maha Esa’, mestinya menjadikan kehidupan bangsa ini lebih agamis, dan menjauhkan diri, terutama dari perbuatan yang memuja selain Allah Azza Wa Jalla.

Tetapi negara yang menganut falsafah dan ideologi Pancasila, faktanya menjadi negara bobrok, negara yang dikuasai para bandit, mafia, koruptor, penipu, dan bajingan. Aparat penegak hukum yang mestinya menjadi penegak hukum, dan memberikan rasa keadilan telah bertekuk lutut dihadapan para bandit, mafia, koruptor, penipu dan bajingan.

Alangkah malangnya republik ini. Negara yang gemah ripah loh jinawe telah menjadi negara yang ‘kere’. Karena semuanya telah kalah melawan para perusak negara, sehingga Indonesia tak mampu bangkit. Karena semuanya telah menjadikan ‘uang’ sebagai 'Tuhan' mereka, sebagai sesembahan mereka, dan hidup mereka hanyalah diorientasikan untuk mengejar ‘uang’ dan ‘uang’. Tidak yang lain. Semuanya hanya mengabdi kepada ‘uang’.

Orang cina mempunyai filsafah yang mereka katakan, ‘Tak ada tembok yang tidak dapat ditembus dengan peluru emas’. Artinya , tidak ada pejabat negara yang tidak bisa ditembus dengan ‘uang’ alias ‘duit’. Setiap pejabat mesti doyan duit, dan rakus terhadap harta kekayaan. Inilah yang menjadikan mereka itu mangsa yang empuk bagi para pengusaha cina.

Tak heran budaya sogok suap yang mula-mula dijalankan para pengusaha cina yang ingin mendapatkan proyek, izin, dan perlindungan, dan sekarang menerima sogok suap, sudah menjadi ‘aqidah’ para pejabat.

Sogok suap tidak lagi monopoli para pengusaha keturunan cina, tetapi setiap pengusaha, kebanyakan mereka mempraktekkan sogok suap. Kasus Gayus membuka tabir hitam yang selama ini menyelimuti kehidupan rakyat. Semuanya menjadi terang benderang.

Arthalyta, Syamsul Nursalim, Bank Century, dan lainnya, hanya memberikan gambaran, di mana para pejabat Indonesia dengan sangat mudah dikalahkan dengan ‘uang’. Tidak ada sekarang usaha yang tidak berkaitan dengan sogok dan suap.

Karena para pejabat rakus dan tamak dengan harta, dan mereka menjadikan ‘uang’ sebagai tuhan mereka, maka kehidupan rakyat ini, semakin lama semakin tidak lagi lebih baik. “Moral hazard’ ada di mana-mana. Praktek korupsi, kolusi, dan nepotisme (KKN) sudah mendarah daging, sampai ke tulang sungsum. Tidak mungkkin akan dapat dihapus.

Perubahan dari Orde Baru ke Orde Reformasi tidak menghasilkan perbaikan apa-apa. Hanya menghasilkan segala kejahatan menjadi terbuka. Di zaman Soeharto ditutupi, tetapi sekarang di Orde Reformasi menjadi telanjang. Para penipu, maling, koruptor, dan penjahat, lebih berani dengan terang-terangan melakukan kejahatan mereka.

Mereka tidak takut dengan ‘bui’ toh mereka dapat membayar para penjaga penjara. Mereka dapat pulang atau keluar penjara sesuka hati. Putusan pengadilan tak membuat para penjahat itu menjadi jera. Karena putusan yang akan mereka terima pasti ringan.

Apalagi para koruptor yang telah melakukan kejahatan mereka dengan senang menjalani kehidupan di penjara. Karena penjara hanyalah formalitas belaka.
Mereka bisa meninggalkan penjara, kapan saja diinginkan. Apalagi yang melakukan kejahatan tokoh partai politik. Dengan sangat mudah bisa keluar.

Bahkan yang lebih dahsyat, penjara dapat menjadi tempat mengendalikan kejahatan yang mereka lakukan. Seperti bisni narkoba. Bisnis narkoba dikendalikan dari dalam penjara oleh para bandar narkoba. Luar biasa. Semuanya mereka pasti bekerjasama dengan aparat. Tidak mungkin para penjahat itu dengan mudah bisa berbuat seperti itu.

Mantan anggota legislatif, menteri gubernur, bupati, pejabat bank, dan lainnya, mereka tak takut dipenjara. Mereka bisa keluar dengan waktu yang singkat. Itu semuanya sudah terbukti. Bagaimana Gayus, yang bukan pejabat tinggi, yang golongan III A, bisa dengan mudah keluar masuk penjara, apalagi mereka yang mempunyai jabatan dengan sangat mudah dapat keluar penjara.

Semuanya dapat berlangsung, karena semuanya menjadi pemuja, penyembah,
pemburu yang namanya ‘uang’. Uang menjadi segalanya. Etika, moral, dan agama, hanyalah ada di masjid-masjid. Apalagi, banyak tokoh agama, partai Islam, yang mereka juga sangat doyan dengan harta, dan menjadikan ‘uang’ sebagai 'Tuhan' sesembahan mereka. Maka, tak heran kemungkaran bisa disulap menjadi kebenaran, dan kejahatan bisa disulap menjadi kemaslahatan. Uang 'haram' menjadi uang 'halal'. Ada pepatah uang siapapun kalau sudah masuk ke kantong 'ulama' menjadi shadaqoh. Semua itu ditangan para ahli agama menjadi boleh.

Inilah keadaan yang kita alami bersama saat ini. Semua lapisan dan golongan menjadi penyembah ‘uang’. ‘Uang’ telah menjad ‘Tuhan’ semesta alam. ‘Uang’ lah segala-galanya.

Maka apa yang dikatakan oleh almarhum Sjafruddin Prawiranegara yang mengatakan ‘Keuangan Yang Maha Kuasa”, kondisi sekarang inilah buktinya. Negara carut-marut para penjahat bisa mengatur segalanya. Wallahu’alam.

Eramuslim, Senin, 22/11/2010 12:58 WIB

Selasa, 23 November 2010

NASIBMU TKW INDONESIA






Akibat Kemelaratan di Indonesia! Banyak TKW-TKW Kita Disiksa Nun Jauh Disana

Melarat...ya melarat, kita punya apa, sudah banyak BUMN kita dijual asing, kita punya keuntungan apa.....Utang...ya....untung dari utang.

Petronas adalah BUMN (BADAN USAHA MILIK NEGARA) yang dimiliki penuh oleh pemerintah Malaysia. Bukan diobral/dijual ke segelintir pemilik modal/asing.

Kalau pun ada yang di go-public-kan, itu cuma anak perusahaannya bukan Petronasnya. Petronas is WHOLLY OWNED BY THE MALAYSIAN GOVERNMENT. Ini beda dgn Indonesia di mana seluruh BUMN beserta induk2nya juga dijual ke segelintir pemilik modal/asing.

Begitu pula ARAMCO pada tahun 1980 sudah dikuasai 100% oleh pemerintah Saudi: 1980

Seuntung-untungnya perusahaan swasta,maka keuntungannya itu cuma dinikmati segelintir pemegang sahamnya. Sedangkan pada BUMN, kekayaan itu masuk ke kas negara dan dinikmati oleh seluruh rakyat.
Kemudian jika BUMN itu mengelola kekayaan alam seperti migas, emas, perak, tembaga, dsb, maka 90% lebih hasilnya dinikmati oleh rakyat. Sedangkan jika swasta atau asing, makasebagian besar dinikmati oleh segelintir pengusaha swasta/asing. Sebagai contoh di Papua, Freeport menikmati 99% dari royalti emas dan perak. Sementara 240 juta rakyat Indonesia harus puas dapat 1% saja. Rugi bukan? Begitu pula dengan pengelolaan migas oleh swasta asing seperti Chevron, Exxon-Mobil, Conoco, dsb.

Sebaliknya Arab Saudi, Norwegia, Qatar, Kuwait, Malaysia, dsb memakai BUMN-BUMN untuk mengelola kekayaan alamnya khususnya Migas. Akibatnya bukan cuma BUMN tsb yang untung, namun rakyat negeri itu juga makmur karena seluruh rakyat bisa menikmati hasil penjualan migas.

Coba kita pikir, bagaimana mungkin Malaysia yang luas wilayahnya lebih kecil daripada Indonesia mampu menyediakan 2 juta lapangan kerja bagi warga Indonesia? Begitu pula negara2 lain seperti Arab, Hong Kong, Taiwan, Korsel, dsb.

Itu karena mereka makmur. Mereka makmur karena mereka mandiri. Tidak jadi sapi perah AS.

Nah negri kita, para pejabat, politikus, dan ekonom Neolib berlomba2 jadi makelar menjual BUMN2 Indonesia berikut kekayaan alam yang mereka kelola sehingga justru asing yang menikmati kekayaan alam Indonesia. Mayoritas rakyat kita tidak.

Bayangkan di Tempo katanya KS menjual baja 2,5 juta ton/tahun (masih 1/7 dari kebutuhan baja/kapita di Malaysia) dan cadangan baja di Sumatera dan Kalimantan sebanyak 2 milyar ton. Artinya dgn harga baja Rp 7500/kg, penjualan KS Rp 18 trilyun lebih/tahun (dalam 100 tahun Rp 1800 trilyun) dan cadangan Rp 15 RIBU TRILYUN. Lah kok diPRIVATISASI/DIJUAL dgn harga (jika 100%) hanya Rp 15 trilyun saja?

Itu ibarat menjual Angsa Petelur Emas. Cuma dapat uang sekali, habis itu tidak lagi. Harusnya kita berusaha agar angsa itu bertelur lebih banyak emas lagi sehingga kontinue.

Jadi yang lebih biadab itu adalah mereka yang memiskinkan rakyat Indonesia dengan menjual BUMN2 Indonesia beserta kekayaan alam yang dikelola ke asing sehingga rakyat kita terpaksa jadi KULI/PEMBANTU di negara2 lain.

Rabu, 10 November 2010

Rob, Banjir, Air Pasang ataui apalah istilahnya...





Keadaan seperti ini terjadi 2 x sehari.
Pagi mulai jam 4 pagi hingga 10 - 12 siang baru surut dan sore kembali banjir namun lebih ringan.
Perumahan Slamaran Kota Pekalongan, terendam air laut ketika pasang dan ini terjadi setiap hari, hanya pada sekitar 1 minggu menjelang akhir dan awal pergantian bulan qomariyah, libur tidak terjadi rob.
Sudah sering terjadi perdebatan, pergunjingan, diskusi untuk mengatasi masalah-masalah ini. Bahkan ada yang hendak menjadikan sebagai 'pyoyek' rutin.
Saya jadi teringat masa muda saya dulu sewaktu masih sering ke Kota Semarang, disana sering terjadi banjir rob, dulu sewaktu saya masih muda rob hanya sejengkal atau sebatas mata kaki, ketika jalan-jalan melalui Stasiun Poncol...tapi kini Terminal wah...., Stasiun Poncol gak isa lewat, terus yang dulu pernah jadi lokasi elite...Tanah Emas ya daerah itu dulu sering diiklankan sebagai daerah mahal...kini becek... karena rob...
Itu Semarang...Kota Semarang..daerah tingkat Propinsi, Rob dari dulu masa saya muda, dan kini saya sudah beruban.....ternyata kota propinsi tersebut ngga bisa mengatasi....makin besar...makin besar....apalagi.....kota kecil Pekalongan.....