Minggu, 21 Mei 2017

Fakta sejarah yg disembunyikan penjajah.

SUBHANALLOH....
*ALI BIN ABI THOLIB PERNAH DAWAH DI GARUT*

Kerajaan Sriwijaya, Pelarian Politik dan Dakwah Para Sahabat Rasulullah di Nusantara ?
Berdasarkan catatan Pustaka Rajyarajya i Bhumi Nusantara parwa I sarga 3, pada sekitar tahun 536 Masehi ditepian sungai musi, telah ada sebuah pelabuhan Internasional.
Pelabuhan ini, menjadi sarana pengiriman barang berupa tanaman gaharu, rempah wangi, pala, dan kapur barus, ke berbagai Negara seperti Yaman, Mesir, Cina, India, Persia dan sebagainya.
Pelabuhan Internasional ini merupakan sebuah wilayah otonom, yang bernama Sriwijaya, dan daerah ini berada di bawah kendali Kerajaan Melayu, Sribuja.

Sriwijaya dan utusan Rasulullah
Pada sekitar tahun 628 M, penguasa Sriwijaya kedatangan utusan dari Tanah Arab, bernama Akasyah bin Muhsin al-Usdi. Akasyah diutus oleh Nabi akhir zaman, Muhammad Rasulullah, untuk menyampaikan dakwah Islam, kepada Penguasa Sriwijaya.
Utusan Rasulullah ini, mendapat sambutan yang baik, oleh Penguasa Sriwijaya ketika itu. Salah satu alasannya, Islam adalah ajaran monotheisme, yang memiliki kemiripan dengan keyakinan yang dianut sebagian bangsawan Sriwijaya.
Keyakinan Monotheisme di Kerajaan Sriwijaya, dikenal sebagai Ajaran Braham (ajaran monotheime peninggalan Nabi Ibrahim). Keberadaan ajaran Braham pada saat itu, bisa terliihat pada catatan Fa Xian/Fa Shien sepulang dari India di era tahun ke-7 Kaisar Xiyi (411M)…
“Kami tiba di sebuah negeri bernama Yapoti (Jawa dan atau Sumatera) di negeri itu Agama Braham sangat berkembang, sedangkan Buddha tidak seberapa pengaruhnya.“
Hal ini, semakin diperkuat dengan adanya pendapat yang mengatakan, pada sekitar tahun 607 Masehi, telah ada Kerajaan Sriwijaya (Sriboza) yang bercorak Brahminik (Early Indonesian Commerce : A Study of the Origins of Srivijaya, by Wolters, 1967 dan Maritime Trade and State Development in Early South East Asia, by K.R. Hall, 1985)
Untuk kemudian dakwah Islamiyah di tanah Sriwijaya ini terus berlanjut, terutama dilakukan oleh Para Pedagang dari jazirah Arab.
Bahkan salah seorang Penguasa Sriwijaya, yang bernama Sri Indrawarman, diperkirakan seorang muslim, yang menjalin persahabatan dengan Khalifah Islam, Umar bin Abdul Aziz.
Sriwijaya dan Palarian Politik
Sebagian penduduk Kerajaan Sriwijaya, jika diselusuri secara genealogy, ternyata ada yang masih terhitung kerabat Kerajaan Persia.
Hal ini tergambar di dalam kitab sejarah melayu, yang mengisahkan pemimpin wilayah Palembang, Demang Lebar Daun, merupakan anak cucu Raja Sulan, keturunan dari Raja Nusirwan ‘Adil bin Kibad Syahriar (King Anushirvan “The Just” of Persia, 531-578 M).
Ada dugaan keberadaan keluarga Kerajaan Persia ini, dikarenakan terjadinya konflik internal di Persia, sepeningal Raja Nusirwan ‘Adil, yang berakibat, sebagian Bangsawan Persia mengungsi ke Kerajaan Sriwijaya.
Para pelarian politik Persia ini, dimanfaatkan oleh para penguasa Sriwijaya, untuk dijadikan instruktur di angkatan perang-nya. Bahkan dalam upaya memperkuat pasukannya, Kerajaan Sriwijaya mendirikan pangkalan militer di daerah Minanga yang berada di tepian sungai komering.
Pada tahun 669 Masehi, Sriwijaya dipimpin oleh Dapunta Hiyang Sri Jayanaga. Sang Raja, dikenal seorang yang sangat berwibawa, dan dengan kekuatan angkatan perang-nya, yang sangat terlatih. Sriwijaya mulai menaklukkan beberapa daerah disekitarnya. Bahkan kemudian Kerajaan induknya, Kerajaan Sribuja berhasil dikuasai.

Pelarian politik juga berasal dari wilayah Cina. Kedatangan mereka ini disebab-kan terjadinya peristiwa pemberontakan petani-petani muslim Cina terhadap kekuasaan Dinasti T’ang di masa pemerintahan Kaisar Hi-Tsung (878-889 M).
Kaum muslimin banyak mati dibunuh dalam pemberontakan itu, sehingga mereka yang selamat melarikan diri ke berbagai negara, termasuk ke kota Palembang, yang menjadi pusat Kerajaan Sriwijaya.
Keberadaan Pelarian Politik asal Persia dan Cina, Kemudian Para Pedagang Arab yang sekaligus juga juru dakwah Islam, serta berdirinya pusat-pusat pengajaran agama Buddha di Kerajaan Sriwijaya, menunjukkan bahwa negeri ini, merupakan daerah yang sangat pluralis, dimana penduduknya terdiri atas berbagai suku dan ras, serta memiliki keyakinan yang beragam.
WaLlahu a’lamu bishshawab
Catatan :
1. Keberadaan Akasyah bin Muhsin al-Usdi di Sriwijaya, diperkirakan setelah perjanjian Hudaibiyah tahun 6H. Pada masa itu, Rasulullah memperkenalkan Islam melalui surat yang beliau kirimkan, kepada para penguasa, pemimpin suku, tokoh agama nasrani dan lain sebagainya.
2. Pendapat yang mengatakan Akasyah bin Muhsin al-Usdi di Sriwijaya, pada sekitar tahun 2H, nampaknya perlu diteliti lebih mendalam lagi. Hal ini disebabkan, berdasarkan fakta sejarah, pada saat tersebut, kaum muslimin sedang berkosentrasi menghadapi kaum kafir Quraish. Jadi terasa agak aneh, jika ada sahabat yang berada jauh dari kota madinah.
3. Beberapa Sahabat Rasulullah yang pernah berdakwah di Nusantara…
[Data bisa dilihat pada : Muamallat Nusantara, Sahabat Rasulullah yang berdakwah di Indonesia, Peta Dakwah Nabi Muhammad]
1. Ali bin Abi Thalib, pernah datang dan berdakwah di Garut, Cirebon, Jawa Barat (Tanah Sunda), Indonesia, tahun 625 Masehi. Perjalanan dakwahnya dilanjutkan ke dari Indonesia ke kawasan Nusantara, melalui: Timur Leste, Brunai Darussalam, Sulu, Filipina, Singapura, Thailand, Vietnam, Laos, Myanmar, Kampuchea. (Sumber: H.Zainal Abidin Ahmad, Ilmu politik Islam V, Sejarah Islam dan Umatnya sampai sekarang, Bulan Bintang, 1979; Habib Bahruddin Azmatkhan, Qishshatud Dakwah Fii Arahbiliyyah (Nusantara), 1929, h.31; S. Q. Fatini, Islam Comes to Malaysia, Singapura: M. S. R.I., 1963, hal. 39)
2. Ja’far bin Abi Thalib, berdakwah di Jepara, Kerajaan Kalingga, Jawa Tengah (Jawa Dwipa), Indonesia,sekitar tahun 626 M/ 4 H. (Sumber: Habib Bahruddin Azmatkhan, Qishshatud Dakwah Fii Arahbiliyyah (Nusantara), 1929, h.33)
3. Ubay bin Ka’ab, berdakwah di Sumatera Barat, Indonesia, kemudian kembali ke Madinah. sekitar tahun 626 M/ 4 H. (Sumber: Habib Bahruddin Azmatkhan, Qishshatud Dakwah Fii Arahbiliyyah (Nusantara), 1929, h.35)
4. Abdullah bin Mas’ud, berdakwah di Aceh Darussalam dan kembali lagi ke Madinah. sekitar tahun 626 M/ 4 H. (Sumber: G. E. Gerini, Futher India and Indo-Malay Archipelago)
5. ‘Abdurrahman bin Mu’adz bin Jabal, dan putera-puteranya Mahmud dan Isma’il, berdakwah dan wafat dimakamkan di Barus, Tapanuli Tengah, Sumatera Utara. sekitar tahun 625 M/ 4 H. (Sumber: Habib Bahruddin Azmatkhan, Qishshatud Dakwah Fii Arahbiliyyah (Nusantara), 1929, h.38)
6. Akasyah bin Muhsin Al-Usdi, berdakwah di Palembang, Sumatera Selatan dan sebelum Rasulullah Wafat, ia kembali ke Madinah. sekitar tahun 623 M/ 2 H. (Sumber: Habib Bahruddin Azmatkhan, Qishshatud Dakwah Fii Arahbiliyyah (Nusantara), 1929, h.39; Pangeran Gajahnata, Sejarah Islam Pertama Di Palembang, 1986; R.M. Akib, Islam Pertama di Palembang, 1929; T. W. Arnold, The Preaching of Islam, 1968)
7. Salman Al-Farisi, berdakwah Ke Perlak, Aceh Timur dan Kembali Ke Madinah. sekitar tahun 626 M/ 4 H. (Sumber: Habib Bahruddin Azmatkhan, Qishshatud Dakwah Fii Arahbiliyyah (Nusantara), 1929, h.39)
8. Zaid ibn Haritsah, berdakwah di Kerajaan Lamuri/Lambari (Lambharo/Lamreh, Aceh) pada tahun 35 H (718 M).
9. Wahab bin Abi Qabahah, telah mengunjungi Riau dan menetap selama 5 tahun di sana sebelum pulang ke Madinah. Dipetik dari kitab ‘Wali Songo dengan perkembangan Islam di Nusantara’, oleh Haji Abdul Halim Bashah, terbitan Al Kafilah Enterprise, Kelantan, 1996, m/s 79, bab 9, ISBN 983-99852-8-0
Sumber :
1. Minanga Komering
2. Muamallat Nuswantara
3. Sejarah Masuknya Islam Ke Palembang
4. Asal Muasal Shalat disebut Sembahyang ?
5. SEJARAH KERAJAAN-KERAJAAN DI TATAR SUNDA
6. Akasyah bin Muhsin al-Usdi (Sahabat Nabi Yang Berdakwah di Palembang)
7. Korespondensi Khalifah Bani Umayyah Dengan Raja dan Ratu di Nusantara
8. Nabi Sulaiman Leluhur Bangsa Melayu, dalam Genealogy, King Khosrow I of Persia (531-578)

20 MEI KU

- Mengawali pergantian usia dan berkurangnya nikmat dunia, tiada pernah akan ku ingkari segala anugerah, rahmat, kebaikan, kasih sayang, limpahan rejeki yg tidak berkesudahan, semua hanya dariMu ya Allah....
- Jadikanlah aku seorang Bpk yg sebaik baiknya bertaqwa padaMu, mencintaiMu, mencintai Rasulmu dan mencintai firman firmanMu dalam Al Qur'an.
- Terima kasih ya Allah telah Engkau berikan segala kekuatan dalam mengarungi kehidupan,
- Terima kasih yq Allah telah Engkau titipkan seorang istri yang sholehah yang telah menjaga anak-anak dalam pemeliharaannya.
- Terima kasih yq Allah telah Engkau titipkan amanah terindah dalam hidupku, jadikan putra-putriku menjadi pemuda-pemudi Islam yg cinta pdMu, pd Rasulullah dan cinta pd Al Qur'an ...
- Terima kasih ya Allah telah memberikan ku waktu utk menjadi Bpk yang baik, memberiku kesempatan utk mendidik, membimbing keluargaku walau dalam kesempitan waktu- Terima kasih ya Allah atas bertambahnya usia dan kesempatan utk terus beribadah sebaik baiknya pdMu....
- Terima kasih ya Allah...untuk masa lalu, masa kini dan masa depan... TanpaMu ya Allah... Aku tak akan pernah mampu mencapai semua ini, hingga saat ini...- Terima kasih ya Allah.... Segalanya hanya dari pemberianMu...
Hari ini 20 Mei 2017.... Perjalanan pergantian usia menjadi menua...Perjalanan yg terus meningkatkan ibadah dan kebaikan... 


Aamiiinnn ya robbal alamiiinnn....

Kamis, 18 Mei 2017

ISTILAH UKURAN DALAM FIQH

ISTILAH UKURAN DALAM FIQH
a. Satu QIROTH menurut imam Tsalasah 0,215 Gr
b. Satu DIRHAM menurut imam Tsalasah 2,715 Gr
c. Satu MITSKOL menurut imam Tsalasah 3,879 Gr
d. Satu DANIQ menurut imam Tsalasah 0,430 Gr
e. Satu DZIRO' Al-Mu’tadil menurut Aktsarin-Nas 48 Cm
- Menurut Al Makmun 41,666625 Cm
- Menurut An-Nawawi 44,720 Cm
- Menurut Ar-Rofi’i 44,820 Cm
f. Satu MUD Menurut Imam Tsalatsah 9,22 Cm (P x L x T ) = 0,766 Ltr
g. Satu SHO Menurut Imam Tsalatsah 14,65 Cm (P x L x T ) = 3,145 Ltr
h Satu WASAQ Menurut Imam Tsalatsah 57,32 Cm (P x L x T ) = 188,712 Ltr
i Satu SHO’ Gandum (Hinthoh) Menurut Imam An-Nawawi 1.862,18 Gr
j. Satu MUD Gandum (Hinthoh) Menurut Imam An-Nawawi 456,54 Grm
k Satu SHO’ Beras putih 2.719,19 Grm
l. Satu Mud Beras putih 679,79Grm
m. Air DUA KULAH menurut An-Nawawi 55,9 Cm ( P x L x T ) = 174,580 Ltr
- Menurut Ar-Rofi’iy 56,1 Cm (P x L x T ) = 176,245 Ltr
- Menurut Ahli Iraq 63,4 Cm (P x L x T ) = 245,325 Ltr
- Menurut Aksarin-Nas 60 Cm (P x L x T ) = 187,385 Ltr
n. Zakat Fitrah adalah satu SHO’ 2.719,19 Grm = 2,71919 Kg
o Jarak Qosor Sholat menurut:
- Kitab Tanwirul Qulub 80,640 Km
- Al-Ma`Mun 89,999992 Km
- Ahmad Husain 94,500 Km
-Aksarul Fuqha 119,99988 Km
- Hanafiyyah 96 km
- Kitab Fiqh al-Islâmy 88, 74 km
- Versi Imam Ahmad Husain al-Mishry 94, 5 km
p.Mîl al-Hâsyimy:
Versi Imam Makmûn 1, 666665 km
Versi Imam Ahmad Husain al-Mishry 1, 76041 km
Versi Mayoritas ulama’ 2, 4999975 km
q. Farsakh:
Versi Imam Makmûn 4, 99995 km
Versi Imam Ahmad Husain al-Mishry 5, 28125 km
Versi Mayoritas ulama’ 7, 4999925 km
r. RITL BAGDAD menurut:
- An-Nawawi 349,16 Grm
- Ar-Rofi’i 353,49 Grm
s NISHOB SARIQOH emas menurut Imam Tsalasah 0,97 Grm
t Satu UQIYAH 12 Dirham
u Satu DIRHAM 2 Gram
DAFTAR NISOB DAN ZAKAT HARTA ZAKAWIY
1 Perak 543,35Gr 1/40=13,584Gr 2,5% Dikeluarkan setelah 1 thn
2 Tambang Perak 543,35Gr 1/40=13,584Gr 2,5% Dikeluarkan seketika
3 Rikaz Perak 543,35Gr 1/5=108,67Gr 20% Dikeluarkan seketika
4 Harta dagang dgn modal perak 543,35Gr 1/40 =13,584 Gr 2,5% Ditaksir dengan perak dan dikeluarkan setelah 1 thn
5 Emas 77,58Gr 1/40 =1,9395 Gr 2,5% Dikeluarkan setelah 1 thn
6 Tambang Emas 77,58Gr 1/40 =1,9395 Gr 2,5% Dikeluarkan seketika
7 Rikaz Emas 77,58Gr 1/5=15,516Gr 20% Dikeluarkan seketika
8 Harta dagang dgn modal emas 77,58Gr 1/40 =1,9395 Gr 2,5% Ditaksir dgn emas dan dikeluarkan setelah 1 thn
9 Gabah 1.323,132Kg 1/10=132,3132Kg 10% Tanpa biaya pengairan
1.323,132Kg 1/20=66,1566Kg 5% Dgn biaya pengairan
10 Padi gagang 1.31,516 Kg 1/10=163,1516Kg 10% Tanpa biaya pengairan
1.31,516 Kg 1/20=81,5758Kg 5% Dgn biaya pengairan.
11 Beras 815,758 Kg 1/10=81,5758Kg 10% Tanpa biaya pengairan
815,758 Kg 1/20=40,7879Kg 5% Dgn biaya pengairan
12 Gandum 558,654 Kg 1/10=55,8654Kg 10% Tanpa biaya pengairan
558,654 Kg 1/20=27,9327Kg 5% Dgn biaya pengairan
13 Kacang tunggak 756,697 Kg 1/10=75,6697Kg 10% Tanpa biaya pengairan
756,697 Kg 1/20=37,83485Kg 5% Dgn biaya pengairan
14 Kacang Hijau 780,036Kg 1/10=78,0036Kg 10% Tanpa biaya pengairan
780,036Kg 1/20=39,0018Kg 5% Dgn biaya pengairan
15 Jagung kuning 720 Kg 1/10=72 Kg 10% Tanpa biaya pengairan
720 Kg 1/20=36 Kg 5% Dgn biaya pengairan
16 Jagung Putih 714 Kg 1/10=71,4 Kg 10% Tanpa biaya pengairan
714 Kg 1/20=35,7Kg 5% Dgn biaya pengairan
KETERANGAN
- Perhitungan awal tahun pd zakat hewan ternak dimulai dari memilikinya dlm jumlah 1 nishob, begitu juga pada emas & perak. Sedangkan utk barang dagang maka:
Bila modal dagang diambilkan dari emas/perak yg sudah genap 1 nishob baik dipakai semua atau tdk, maka penghitungan tahun dimulai dari pemilikan emas/perak
Bila modal dagang berasal dari selain emas/perak yg telah mencapai 1 nishob, maka penghitungan tahun dimulai dari permulaan berdagang.
- Daftar nishob dan ukuran di atas dikutif dari kitab “FATHIL-QODIR” susunan Syaikh Ma’sum bin Ali Quwaron, Jombang.
- Yang dimaksud dgn Imam Tsalatsah di atas adalah Imam Maliki, Imam Syafi’I dan Imam Hambali.
- Nishob emas pada daftar di atas
[00:41, 7/14/2015] Yik Salim Sri: - Nishob emas pada daftar di atas adalah nishob emas murni (emas dgn kadar 100%). Sedangkan utk mencari nishob emas yg tdk murni (emas dgn kadar kurang dari 100%) yaitu dgn cara: Nishob emas murni (77,58) dibagi kadar emas yg tdk murni kemudian hasilnya dikalikan dgn kadar emas murni (100)
Contoh:
Untuk pencarian Nishob emas dgn kadar 90%:
Nishob = 77,58 : 90 x 100 = 86,2 Gr
Zakat yg harus dikeluarkan – 2,5% (1/40) = 2,155 Gr
- 2,0% (1/50) = 17,24 Gr
Untuk pencarian Nishob emas dgn kadar 75%:
Nishob = 77,58 : 75 x 100 = 103,44 Gr
Zakat yg harus dikeluarkan – 2,5% (1/40) = 2,586 Gr
- 2,0% (1/50) = 20,688 Gr
- Nishob dan ukuran utk jenis biji-bijian dengan menggunakan berat/gram sebagai mana daftardi atas adalah hanya pendekatan saja. Sebeb ukuran yang asal menurut Syara’ adalah dengan menggunakan Sho’ / Wasaq yang ada pada jaman Rasululloh SAW, maka dihimbau kepada kaum muslimin apabila ada perbedaan pendapat dalam menentukan berat kadar nishob, agar mengambil kadar yang ukurannya telah diyakini tidak kurang dari kadar yang telah ditentukan Syara’. ( Fathul Wahhab 1/114 dan S. Taufiq:41)
SINGKATAN NAMA-NAMA ULAMA’
NO SINGKATAN NAMA ULAMA’
1. ر م Syihâb ad-Dîn Ahmad bin Hamzah
( ar-Ramly al-Kabîr ).
2. مـر Syams ad-Dîn Muhammad bin Ahmad
( ar-Ramly As- Saghîr 919 - 1004 H. ).
3. حـج Ibn Hajar al-Haitamy ( 909 - 973 H. )
4. خـط Al-Khathîb as-Syirbîny ( … - 977 H. ).
5. ز ي Nûr ad-Dîn 'Ali az-Zayâdy atau az-Ziyâdy
( … - 1024 H.).
6. س م / س ب Syihâb ad-Din bin Qâsîm al-Abâdy
( 964 - 922 / 994 H.)
7. ظ ب Nashîr ad-Dîn Manshûr at-Thablawy
( … - 1014 H.).
8. ب ر Abû Abdillâh Muhammad bin Abd
ad-Daim Al-Barmawy .( 763 - 831 H.).
9. با ج Al-Baijury ( 1198 - 1277 H.).
10. أ ج Al- 'Allâmah 'Athiyyatullâh bin Athiyah
al-Burhân ( … - 190 H.).
11. ح ف Asy-Syamsu Muhammad bin Sâlim
al-Hafnawy ( 1101 - 1181 H.).
12. ش ق / ش ر ق Abdullâh bin Hijâz bin Ibrâhîm
as-Syarqawy ( 1150 - 1226 / 1227 H.).
13. حا ل / ح ل Nûr ad-Dîn 'Ali bin Ibrâhîm al-Halaby
( 975 - 1044 H.).
14. ع ش 'Ali Syibramalisy; Nûr ad-Dîn Abû Dliyâ' 'Ali bin 'Ali ( 997 - 1087 H.).
15. ق ل Syihâb ad-Din Ahmad bin Salâmah
al-Qulyûby ( ... - 1069 H.).
16. س ل Sulthân bin Ahmad al-Mazâkhi
( 985 - 1075 H.).
17. ع ن Muhammad al-'Inâni ( ... - 1098 H.).
18. ب ج Sulaimân bin Muhammad bin 'Umar
al- Bujairamy.
19. خ ض Syamsu Muhammad Syaubary al-Khadry
( 977 - 1069 H.).
20. م د Hasan bin 'Ali Ahmad al-Mudâbiry
( … - 1170 H.).
21. ع ب / ع ب د Abd al-Hamid; asy-Syekh Abd al-Hamid
ad-Daghistâny.
22. أ ط Muhammad bin Manshûr al-Ithfihy
al-Mishry.
23. ي As-Sayyid bin Abdullâh bin 'Umar
al-Alawy ( 1209 - 1265 H.).
24. ك / ك ر Asy-Syekh Muhammad bin Sulaimân
al-Kurdy ( … - 1194 H.).

Pancasila bukan Panacea

Tulisan Rocky ini amat layak dibaca:
Komentar atas Tulisan Denny JA: Demokrasi Pancasila yang Diperbaharui
Pancasila bukan Panacea
Rocky Gerung
Setiap kali kita menghadapi krisis politik, acuan penyelesaiannya adalah Pancasila. Seolah-olah ia adalah Panacea, diminta “turun tangan” mengobati segala penyakit. Tetapi realisasi dari “turun tangan” itu pernah justru sangat menyakitkan: Orde Baru sangat ringan tangan menghukum oposisi dengan Pancasila.
Memang, dalam sejarah politik kita, Pancasila lebih dipraktekkan sebagai ideologi penutup kritik, ketimbang sebagai pembuka dialog. Bahkan setelah reformasi, ideologi ini terasa atavistik, karena klaim Sukarnoistik-nya tampil dominan.
Kini, di hari-hari ini, ia juga terasa eksklusif karena dijadikan batas untuk mendefinisikan pendukung rezim dan pengeritiknya. Bahkan diperluas menjadi penentu: siapa yang pluralis, siapa yang fundamentalis. Pancasila jadi alat ukur politik. Alat ukur yang kaku bagi kebinekaan.
Akibatnya kelenturan kulturalnya hilang. Ia mengalami reifikasi. Lalu, ada upaya melenturkan kembali hari-hari ini.
II
Terbuka atau terselubung, ada psikologi lama yang kini diedarkan lagi di masyarakat: pengeritik rezim adalah anti pluralisme, juncto Pancasila. Psikologi ini tumbuh dari arogansi yang memandang kritik kepada rezim sebagai ancaman pada kebinekaan.
Suatu psikologi yang tadinya menyudutkan, lalu kini membelah masyarakat, karena kalkulasi politik yang terbalik di Ibukota.
Intelektualisasi bahkan diperlihatkan untuk menebalkan batas antara pendukung dan pengeritik rezim. Dibungkus dengan slogan-slogan teoretis, Pancasila dijadikan alat “fit and proper test” kebinekaan. Suatu metode naif dalam berpolitik.
Bila pada zaman Orba teknik ini dipraktekkan dengan bantuan kaum intelektual yang dikendalikan negara, di era ini teknik yang sama justeru dikerjakan oleh elemen-elemen masyarakat sipil (yang juga terpelajar) yang panik terhadap gejala delegitimasi rezim.
Semacam voluntarisme kekanak-kanakan memang sedang merebak di kalangan ini karena gugup dan gagap melihat kapasitas rezim yang ternyata tak cukup “fit and proper”.
Reaksi protektif itu menghasilkan sikap eksklusivisme. Sikap inilah yang justeru makin menutup “percakapan kewarganegaraan” untuk mencari “cara hidup bersama” melalui Pancasila.
III
Memang hanya “cara hidup bersama” itu yang maksimal dapat diupayakan melalui Pancasila. Bukan “tujuan hidup bersama”. Jadi, obsesi untuk merumuskan “tujuan hidup bersama” adalah fatalistik karena Pancasila itu sendiri bukan suatu ideologi yang koheren. Hermeneutiknya menyebar kemana-mana. Bahkan bisa paradoksal.
Misalnya, preskripsi “Ketuhanan” dalam sila ke-1 dapat dibatalkan oleh prasyarat “Kerakyatan” pada sila ke-4. Secara filosofis “Ketuhanan” dan “Kerakyatan” adalah dua imperatif yang bertolak belakang. Sangat unik tentu bila sintesanya adalah: “Kerakyatan yang berketuhanan” atau “Ketuhanan yang berkerakyatan”. Tidak saja unik, tapi juga aneh.
Apakah kita siap masuk dalam suatu debat konseptual yang tajam seperti itu demi memperoleh kedalaman diskursus tentang Pancasila, atau kita hindari itu demi dalil “harga mati”?
Sebaliknya, bila Pancasila dibebaskan terbuka mengalami penafsiran, maka semua ideologi politik besar dapat memilih bermukim di salah satu silanya. Hizbut Tahrir misalnya, bila mau, dapat mengajukan argumen bahwa sebagai aspirasi politik ia sejalan dengan sila ke-1 dan sila ke-5. Islam mencakup aspek teologis sekaligus sosiologis.
Demikian halnya penganut Marxisme. Ia berhak mendalilkan aspirasi sosialnya sebagai sejalan dengan jiwa sila ke-2 dan ke-5, misalnya. Tetapi bagaimana mungkin itu dimungkinkan, bila yang mungkin hanyalah versi “bukan ini, bukan itu”, versi rezim yang kini diikuti oleh para intelektualnya, yang sebetulnya bertujuan “politics of exclusion”. Bukan negara agama tapi bukan negara sekuler, bebas berbeda tapi bukan liberal. Titik!
IV
Hambatan untuk memulai suatu pemaknaan baru dan pengayaan Pancasila adalah mental atavistik yang kini beredar justru di kalangan terpelajar. Jadi, upaya membuka dialog politik dengan platform Pancasila, sudah dibatasi sejak awal oleh kondisi eksklusivisme tadi.
Padahal, suatu dialog otentik membutuhkan kesetaraan posisi warganegara. Tak ada kejujuran mencapai konsensus bila satu pihak menyandang stigma fundamentalis, dan yang lain menikmati arogansi pluralis.
Saya simpulkan begini: Pancasila bukan ideologi yang koheren. Ia mengandung dalam dirinya kondisi hermeneutik. Justru bagus untuk memulai percakaan demokratis. Tetapi mental atavistik justeru terbawa dalam cara menafsirkannya hari-hari ini. Justru buruk untuk mengawali percakapan demokratis itu.
Tetapi, hal yang lebih urgen sebetulnya bukan soal kapasitas Pancasila sebagai ideologi, melainkan praktek material kehidupan berbangsa. Ideologi tak pernah mampu menghasilkan keadilan.
Kebijakan negaralah yang harus menyediakannya. Dan kebijakan itu adalah hasil dari kapasitas konseptual kepala negara. ***

KASUS NOVEL ITU MUDAH KNP DIPERSULIT?


Banyak Orang Terlibat Penyiraman Saya
Hari-hari Novel habis di ranjang rumah sakit. Meski diizinkan keluar dari kamar perawatan, ia memilih tetap berbaring di ranjangnya karena tak ingin merepotkan orang lain. Jika ingin keluar, ia harus mendapat izin dokter dan ditemani. "Kalau ke luar kamar lalu nabrak tiang, kan, jadi tak lucu," ujarnya, tertawa.
Sejak matanya dipasangi membran untuk merangsang pertumbuhan kornea, Novel tak bisa melihat sama sekali. Kebiasaannya membaca Al-Quran di ranjang pun ia hentikan saat masuk rumah sakit ini. Sepenuhnya ia berbaring sambil menunggu suster meneteskan perangsang kornea setiap dua jam selama sepuluh menit. "Saya yakin bisa sembuh," katanya.
Novel dirawat sejak 11 April 2017, setelah wajahnya disiram dua orang asing memakai air keras sehabis salat subuh di masjid kompleks perumahannya. Meski penglihatannya tak akan kembali seratus persen, Novel optimistis bisa menjadi penyidik KPK lagi untuk terus mengungkap banyak skandal korupsi besar di negeri ini.
Kepada Gadi Makitan dari Tempo, ia menceritakan hari-harinya di Singapura, upayanya menyelidiki pelaku penyiraman saat sakit, teror sebelum penyiraman, hingga keheranannya terhadap penyidikan oleh polisi yang mandek. Beberapa informasi ia minta tak ditayangkan, terutama yang menyangkut kasus-kasus besar yang ia tangani, seperti korupsi simulator surat izin mengemudi, kartu tanda penduduk elektronik, dan suap impor daging.
Dari pembaringannya, mantan komisaris polisi yang memutuskan mengabdi sepenuhnya di KPK itu mendapat foto Ahmad Lestaluhu, yang tertangkap kamera pengawas rumahnya hendak memesan gamis kepada istri Novel dan berkeliaran di kompleks perumahan beberapa hari menjelang penyiraman.
Ahmad Lestaluhu sempat ditangkap polisi, tapi dilepas kembali karena beralibi sedang menonton televisi saat Novel disiram air keras. Polisi percaya dan tak berusaha mengorek lebih jauh pengakuan itu seperti umumnya penyelidikan perkara kriminal. Hampir dua bulan lebih, polisi tak berkutik mengungkap penyiraman kepada Novel itu.
Bagaimana Anda mendapatkan foto Ahmad Lestaluhu?
Saya mendapat foto itu dari salah satu perwira menengah di Densus 88 (Detasemen Khusus 88 Antiteror) sekitar sepekan setelah kejadian. Jadi bukan tiba-tiba saya memberikan foto itu kepada penyidik di Kepolisian Daerah Metro Jakarta.
Anda tanya bagaimana perwira itu mendapat foto Ahmad?
Saya tanya bagaimana ia mendapatkan foto itu. Mereka melakukan metodologi dalam praktik penyelidikan sebagaimana mereka mencari pelaku teroris. Nah, mereka mendapatkan foto-foto. Salah satunya foto yang ada dia itu. Saya konfirmasikan foto-foto itu kepada tetangga di sekitar rumah. Betulkah ini pelakunya? Semuanya mengatakan, ya, benar. Tetangga yang mengetahui kejadian itu banyak.
Mengapa perwira Densus itu mencari foto penyiram Anda? Apakah itu tugas dia?
Saya tanya seperti itu juga. Dia mengatakan mendapat tugas dari Kepala Polri secara langsung untuk mencari pelakunya.
Apakah ada hubungan keluarga antara Anda dan perwira itu?
Tidak ada. Hanya hubungan tugas. Sewaktu saya taruna, beliau senior saya. Jadi sempat kenal. Dia bekerja, kemudian mengkonfirmasi kepada saya. Sebelumnya, dia mengirim orang ke rumah. Dua atau tiga orang mengkonfirmasi kepada keluarga saya. Keluarga di rumah tidak bisa memberi informasi apa-apa dan mereka belum tahu siapa yang sedang berbicara. Mereka takut para polisi ini hanya mengaku-aku. Para polisi ini lalu memberikan nomor telepon atasannya. Keluarga saya lalu memberikan nomor itu kepada saya. Saya kontak dari sini. Dari situlah saya mendapatkan foto-foto itu.
Apakah tim yang datang ke rumah Anda itu anggota Densus seluruhnya?
Saya tidak tahu. Tapi saya melihat itu ada korelasinya dengan janji Kapolri kepada saya untuk mengungkap dengan serius perkara ini. Jadi, ketika ada orang Densus bilang begitu, saya percaya.
Kapan Kapolri berjanji?
Setelah kejadian, saya menelepon. Lalu Kapolri menengok saya. Beliau berjanji akan mengusut secara serius kasus ini. Saya percaya kepada beliau.
Apakah perwira itu yakin Ahmad Lestaluhu adalah penyiram Anda?
Dia menduga ini pelakunya, lalu minta mengkonfirmasinya.
Anda juga yakin?
Ini kejahatan yang mudah diungkap, bukan kejahatan yang terjadi di tempat sepi, di tempat yang enggak ada saksinya. Saksinya banyak, buktinya juga banyak. Jika hampir dua bulan polisi belum bisa mengungkap, saya kasihan kepada polisi. Artinya, kualitas mereka jelek sekali.
Sebagai penyidik, berapa lama kira-kira kasus ini terungkap?
Menurut saya, sepekan saja sudah terlalu lama. Jadi saya tidak hanya kasihan kepada polisi, tapi juga kepada rakyat Indonesia karena punya penegak hukum yang kualitasnya jelek. Satu-satunya penegak hukum tapi kualitasnya buruk. Kasihan, kan?
Anda melihat faktor lain?
Saya mendapat informasi dari kalangan internal Polri bahwa penyidik tidak bersungguh-sungguh karena banyak orang yang terlibat dalam kasus ini. Itu yang menjadi problem. Saya kira Tempo sudah tahu siapa saja yang terlibat....
Polisi beralasan penyelidikan mentok karena sidik jari hilang di cangkir akibat zat H2SO4....
Mereka sudah saya beri tahu itu air keras. Seharusnya mereka jangan berpikir bahwa itu air keras agar tak mengganggu penyelidikan. Kedua, para penyidik itu kan bersekolah. Tidak ada penyidik yang tiba-tiba pegang kasus ini lalu berpikir, "Oh, ternyata begini kejadiannya." Itu logika awam.
Kami mendengar ada perintah penghapusan sidik jari di cangkir tempat air keras oleh seorang perwira. Anda mendengar informasi yang sama?
Itu salah satu informasi yang saya dapat, tapi posisi saya hanya mendengar informasi itu. Namun, setelah sekian lama penyidikan ini enggak berjalan, saya jadi berpikir, jangan-jangan informasi itu benar.
Orang yang diduga Ahmad Lestaluhu itu pernah bertamu ke rumah Anda dan terekam kamera CCTV. Asisten rumah tangga Anda mengkonfirmasi foto itu?
Saya enggak tahu detail itu. Jadi enggak banyak interaksi soal bukti-bukti dan sebagainya. Tetangga saya banyak membantu mengumpulkan informasi bersama adik saya dan anggota keluarga saya yang lain. Saya memonitor mereka. Ini antisipasi jika ternyata betul ada upaya membuat perkara ini tak terungkap.
Anda mengecek CCTV di rumah secara rutin?
Saya enggak tahu, enggak memonitor secara detail, karena CCTV di rumah terkoneksi ke kantor. Datanya juga disimpan di kantor. CCTV itu juga inisiatif kantor.
Anda tak curiga ada laki-laki memesan gamis?
Saya enggak pernah diberi tahu soal itu. Saya baru tahu setelah kejadian.
Istri Anda tak bercerita?
Istri saya enggak ada di rumah waktu itu. Istri saya sedang ke luar rumah. Pembantu terlambat menutup pintu. Ia masih sibuk melipat baju-baju. Jadi orang itu bisa masuk.
Dari rekaman CCTV itu, sesungguhnya Anda sudah lama diintai. Apakah sadar?
Saya tahu saya diintai. Bahkan, menurut info yang saya dengar, pengintai saya adalah polisi. Saya dengar informasi itu, tapi tak punya buktinya. Saya tahu saya diikuti. Setiap ke kantor, saya diikuti, dilacak. Saya ini penyidik. Kalau penyidik tak tahu diikuti, keterlaluan, ha-ha-ha....
Anda tak bereaksi ketika diikuti?
Sekali waktu saya pojokkan orang itu di posisi tertentu, kemudian orang itu terjebak.
Kapan?
Persisnya saya lupa, tak berselang lama dari kejadian penyiraman. Dan bukan cuma itu. Saya melihat ini upaya sistematis karena sebelumnya telepon seluler saya juga dicoba diakses pihak lain.
Bagaimana Anda tahu?
Muncul tiba-tiba notifikasi yang tak lazim, kira-kira sepekan sebelum saya disiram. Istri saya juga mendapat hal yang sama. Teman-teman kantor juga. Bahkan beberapa teman di luar kantor yang berkomunikasi dengan saya. Saya juga paham teknologi informasi. Saya coba buka dan saya lihat ternyata ada device lain yang mencoba mengakses. Sejak itu, saya tahu saya sedang dikerjain. Cuma, pasti yang mengakses bakal pusing. Handphone saya isinya tausiah. Tapi semoga mereka mendapat hidayah. Orang-orang seperti itu kan harus mendapatkan hikmah. Pelakunya bukan sembarangan. Mereka ingin profiling saya dengan sungguh-sungguh, dengan alat sadap, dan mereka punya jaringan.
Sudah tahu diintai, mengapa tak dikawal? Sebagai penyidik, Anda punya hak itu....
Dikawal sama siapa? Sama wartawan Tempo? Ha-ha-ha.... Begini. Ada beberapa pemahaman yang membuat saya berpikir saya tidak perlu dikawal. Pertama, saya tahu, seperti apa pun ancaman, yang terjadi hanya atas kehendak Allah. Jadi itu yang membuat saya enggak perlu takut terhadap orang-orang yang mengancam itu. Penyiraman ini juga sama sekali tidak membuat saya surut atau takut. Kalau saya takut, banditnya jadi berani. Nanti terbalik. Seharusnya banditnya yang takut. Allah sudah atur semua. Sehebat-hebatnya mereka yang punya pasukan, punya kekuatan, punya apa pun, mereka adalah orang lemah, jadi tidak akan membuat saya jadi takut.
Kapolda Metro Jaya pernah bilang Anda sedang menjadi target....
Saya bilang, siapa sih yang mengancam? Enggak jelas. Jadi saya bilang, kalau masih belum terlalu jelas, kalaupun saya dikawal, itu harus perintah dari pimpinan KPK. Sebab, saya enggak mau bergerak orang per orang. Saya mau geraknya secara kelembagaan. Saya enggak tahu lagi komunikasi Kapolda dengan pimpinan KPK setelah itu.
Sudah Anda sampaikan ada ancaman kepada pimpinan KPK?
Saya sampaikan. Tapi, ketika pimpinan bertanya kepada saya, seserius apa ancaman itu, saya enggak tahu. Ancaman seperti itu kan enggak bisa diprediksi, kecuali memang ada bidang khusus yang melakukan tugas itu.
Kapolda bilang, kalau Anda dikawal orang bersenjata, hal ini tidak akan terjadi, karena si penyerang bakal takut....
Pengawalan itu tidak mungkin 24 jam. Meski dikawal, pasti ada saat lengah. Saya tak melihat korelasinya. Ini sudah ada takdirnya. Sebagai antisipasi, iya, tapi semua karena Allah.
Setelah kejadian ini, bakal mau dikawal?
Wallahualam, kita lihat nanti. Intinya, saya enggak takut.
Anda sama sekali tak melihat penyiram itu? Apa yang terjadi sesungguhnya pagi itu?
Ini fakta penyidikan. Tak etis jika saya sampaikan ke media.
Setelah disiram, apa yang Anda lakukan?
Sekitar 20 detik setelah disiram, saya mendapat air, kemudian saya basuh muka selama lima menit lebih. Ada tetangga yang menyediakan mobil untuk membawa saya ke rumah sakit.
Teror ini kejadian keenam buat Anda. Apa yang bisa Anda tarik garis merahnya?
Ini tamparan buat negara. Semua orang di negara ini bilang korupsi harus kita berantas sama-sama. Tapi, kalau mau bicara jujur, korupsi oleh pihak-pihak tertentu juga diharapkan. Itu problemnya. Ketika korupsi itu diharapkan, terjadi inkonsistensi. Negara jadi terlihat abai karena terlihat tak ada political will yang kuat memberantas korupsi.
Omong-omong, bagaimana mata Anda sekarang?
Mata kiri dan kanan sedang dipasangi membran untuk mempercepat pertumbuhan kulit kornea. Kalau kulit kornea sudah tumbuh, upaya penyembuhan bisa optimal. Tapi memang kemungkinan besar tidak bisa pulih total. Terutama mata kiri.
Berapa persen kira-kira bisa sembuh?
Enggak bisa diprediksi. Saya bertanya kepada dokter, dokternya enggak ada yang bisa ngomong begitu.
Mata kanan?
Jauh lebih baik. Tapi membrannya belum dilepas. Setelah dilepas, kita lihat hasilnya. Saya optimistis bisa sembuh. Insya Allah.
Setelah sembuh, akan kembali menjadi penyidik?
Iya, insya Allah.
Setelah dipasangi membran, apa aktivitas Anda?
Di kamar saja. Sebetulnya boleh ke luar kamar, cuma saya enggak bisa lihat. Kalau saya jalan lalu menabrak orang, kan, enggak lucu. Tiap dua jam menjalani perawatan. Mata ditetesi selama sepuluh menit. Sebelum dipasangi membran, masih bisa baca buku atau baca Al-Quran.
------
NOVEL BASWEDAN
Tempat dan tanggal lahir: Semarang, 22 Juni 1977 | Pendidikan: SMA Negeri 2 Semarang, Akademi Kepolisian (lulus 1998) | Karier: Kepolisian Resor Kota Bengkulu (1999-2005), Badan Reserse Kriminal Mabes Polri (2005-2007), Penyidik KPK (sejak 2007) | Istri: Rina Emilda | Anak: 5 orang



FITNAH BERZINA UNTUK MENDSKREDITKAN TOKOH DAKWAH ITU TRIK KUNO ..................

Qarun membuat rencana untuk melakukan tipudaya agar dia terlepas dari kewajiban membayar zakat. Dia ingin menjatuhkan nama baik dan citra Nabi Musa, kemudian dia mengumpulkan tokoh konglomerat Bani Israil dan berkata kepada mereka :
“Terhadap apa yang diperintahkan Musa, apakah kalian mematuhinya?. Sekarang dia hendak mengambil harta dari tangan kalian. Maka pikirkanlah suatu cara untuk menghindari perintahnya”.
Mereka menjawab : “Wahai Qarun engkau lebih besar dari kami. Kami akan melakukan apapun yang kau inginkan.”
Qarun berkata: “Panggilkan wanita yang nakal! Aku akan memberinya hadiah besar agar dia memfitnah Musa”.
Kemudian Qarun memberikan hadiah kepada wanita itu sebesar seribu dinar dan berjanji akan menjadikannya istri. Keesokan harinya, Qarun mengumpulkan Bani Israil. Setelah itu, Qarun menghadap kepada Nabi Musa seraya berkata :
“Orang-orang menanti kedatangan Anda. Sampaikanlah saran dan nasihat kepada mereka”. Nabi Musa keluar dari rumahnya dan mulai menyampaikan nasihat kepada umatnya.
Diantara nasihatnya, beliau: “Barang siapa yang mencuri, maka aku akan memotong tangannya. Barang siapa yg memfitnah, maka aku akan mencambuknya sebanyak 70 kali. Barang siapa yg tidak mempunyai istri dan dia berbuat zina, maka aku akan mencambuk-nya sebanyak 70 kali. Adapun yg memiliki istri dan dia berbuat zina. Maka ia akan dirajam hingga mati.”
Qarun berkata: Meskipun Anda sendiri yang melakukannya (berbuat zina)?”. Nabi Musa menjawab: “Ya, meskipun saya sendiri”.
Maka Qarun memanggil wanita nakal yang telah dibayarnya, dan wanita itu mengaku sedang hamil karena berhubungan badan dengan Nabi Musa. Maka marahlah Nabi Musa atas fitnah kejam yg diarahkan kepadanya. Kemudian Nabi Musa melakukan sholat dua rakaat lalu mendatangi wanita itu dan menyumpah-nya agar mengatakan siapa yg menyuruh-nya. Wanita itu menjadi takut dan bergemetar di depan Nabi Musa dan mengaku bahwa yang menyuruhnya adalah Qarun. Lalu wanita itu bertaubat dan meminta maaf kepada Nabi Musa.
Seketika itu Nabi Musa bersujud seraya berdoa kepada Allah agar menimpakan adzab kepada Qarun. Allah memberi wahyu kepada Musa bahwa bumi telah dijadikan tunduk terhadap perintah Musa. Kemudian Musa berkata kepada bumi : “Wahai bumi telanlah Qarun beserta kekayaannya!”. Maka segeralah Qarun dan gudang-gudang kekayaan beserta seluruh isinya amblas ditelan bumi. Peristiwa tersebut di atas disebutkan di dalam Al-Qur’an;
إِنَّ قَارُونَ كَانَ مِنْ قَوْمِ مُوسَى فَبَغَى عَلَيْهِمْ وَآَتَيْنَاهُ مِنَ الْكُنُوزِ مَا إِنَّ مَفَاتِحَهُ لَتَنُوءُ بِالْعُصْبَةِ أُولِي الْقُوَّةِ إِذْ قَالَ لَهُ قَوْمُهُ لَا تَفْرَحْ إِنَّ اللَّهَ لَا يُحِبُّ الْفَرِحِينَ ٧٦

MUSLIM TERUS DISUDUTKAN, MANA KEADILAN?

Kadang Capek juga rasanya disudutkan terus-menerus. Al-Quran dinistakan. Umat Islam ditekan sana-sini. Ulama dikriminalisasi. Generasi muda muslim didangkalkan aqidah dan dirusak akhlaknya. Ana-anak kecil disuapi tayangan TV yang tak layak tonton. Apa akan terus begini?
Lelah juga dikejar-kejar oleh berbagai isu dan difitnah dengan segala cara. Setiap kata teroris disematkan di bahu umat Islam. Setiap ada dugaan makar dituduhkan kepada umat Islam. Setiap ada kekerasan, seakan pelakunya pastilah muslim. Setiap ada bom, seakan pelakunya harus muslim. Bom surat, bom panci jadi pembenaran bahwa muslimlah yang salah. Apa akan terus begini?
Apa bisa dikatakan adil, umat Islam berdemo dg damai dianggap makar dan anarkis. Segala surat izin dan jam demo dijadikan alat penyudutan. Rumput terinjak, muslim disalahkan. Sementara "orang lain" yang anarkis dibiarkan saja. Mereka itu menari-nari dan mencaci maki sampai larut malam. Mereka membawa pedang dan golok dengan bebas tanpa halangan dan tanpa teguran. Apa ini yang disebut adil?
Dijajah Belanda, kita disebut ekstremis, fundamentalis, pemberontak. Di zaman Orde Lama, umat Islam diancam dg tuduhan subversif. Di zaman Orde Baru, umat Islam dituduh teroris. Di zaman Reformasi, umat Islam dituduh intoleran, antikebhinekaan, makar, dan segala macam tuduhan. Apa maunya orang-orang itu? Masih adakah artinya kata MAYORITAS di alam gelap DEMOKRASI saat ini?

Amar Ma'ruf Nahi Munkar

Kenapa orang-orang baik (sholeh) tak henti-hentinya memberantas kemaksiatan ? Karena adzab Allah bisa datang tiba-tiba dan kemaksiatan serta kemungkaran yang merajalela bisa memancing murka Allah.
.
Ini pun salah satu misteri ilahi yang memiliki banyak hikmah. Salah satu hikmahnya adalah pentingnya dakwah dan menasehati untuk meninggalkan maksiat. Keshalehan tidak hanya dimiliki individu namun juga masyarakat. Ketika maksiat terjadi, sekecil apapun, ketika orang-orang shalih enggan menasehati dan mencegah maksiat tersebut, bukan tidak mungkin bencana akan datang. Nabi Shallallahu’alaihi Wasallam bersabda:
والذي نفسي بيده، لتأمرن بالمعروف، ولتنهون عن المنكر، أو ليوشكن الله أن يبعث عليكم عِقابا من عنده، ثم لتَدعُنّه فلا يستجيب لكم
“Demi Allah, hendaknya kalian mengajak kepada yang ma’ruf dan mencegah dari yang mungkar. Atau Allah akan menimpakan hukuman kepada kalian, lalu kalian berdo’a namun tidak dikabulkan” (HR. At Tirmidzi no.2323).

Berfikirnya Para Durjana

Faktanya ada kesalahpahaman dasar di sini. Sesungguhnya kehadiran umat Islam dalam Aksi Bela Islam bukan semata karena ketokohan HRS. Tapi adanya panggilan iman yang luar biasa dari para umat Islam yang dengan bangga menyebut dirinya Alumni 212. Massa ini tidak pernah menyebut dirinya sebagai Pasukan HRS atau Laskar FPI atau Pejuang GNPF, mereka menyatakan diri sebagai Alumni 212.
Upaya kriminalisasi atas HRS, Ustadz Bachtiar Nasir, Ustadz Adnin Armas dan lain-lain, tak lebih dari upaya demoralisasi. Upaya untuk menghancurkan tokoh-tokoh yang didengar oleh Umat Islam atau Alumni 212. Arahan para tokoh ini begitu didengar umat. Diminta bergerak ke Jakarta patuh, diminta demo dengan tertib patuh, diminta jaga kebersihan patuh, disuruh bubar patuh. Kepatuhan ini begitu mengerikan di mata berbagai pihak.
Intinya apa? Semua pihak yang mendukung upaya melumpuhkan kekuatan Umat Islam dalam Aksi Bela Islam sangat khawatir jika keberadaan mereka akan segera tersingkirkan, jika gerakan moral ini tidak bisa dihancurkan atau dipecahbelah. Mereka coba bersiasat dengan memutarbalik fakta dengan mengatakan silent majority tidak suka dengan gerakan moral ini. Padahal faktanya mereka tahu persis justru silent majority sangat mendukung gerakan moral ini. Pilkada Jakarta sudah menjadi fakta tentang kemana sikap silent majority.
Mereka khawatir jika bukan hanya di Jakarta saja dukungan 58% itu, tapi di seluruh Indonesia! Jika 58% rakyat Indonesia atau lebih, mendukung gerakan moral ala 212, maka dapat dipastikan kedurjanaan akan segera sirna di negara ini. Inilah yang sedang didemoralisasi oleh berbagai kepentingan. Agar Umat Islam Indonesia jangan kembali ke ajaran Quran dan Sunnah seutuhnya. Getaran iman mereka begitu mencemaskan para durjana.
Tudingan radikalisme adalah tudingan mengada-ada. Tidak ada satu pihak atau bangunan atau fasiltaspun yang dirusak oleh Aksi Bela Islam. Semua Aksi Bela Islam berjalan damai. Semua berjalan dalam kepatuhan bahwa Umat Islam itu rahmat bagi Indonesia, bukan sebagai gerakan anarki yang membuat kecemasan di ruang publik. Tudingan radikalisme cuma upaya untuk membuat gerakan moral ini menjadi tidak populer.
Para durjana berpikir mereka bisa bersiasat dengan cerdas, namun nyatanya Allah-lah sepandai-pandai pembuat siasat. Allah-lah yang membolak-balikkan hati Umat Islam Indonesia. Bukan Habib Rizieq Shihab. HRS bisa dipenjarakan, tapi Iman Umat Islam Indonesia tidak akan pernah bisa dipenjarakan.

_Renungan menyambut hari Kebangkitan Nasional 20 Mei 2017_


*Mensikapi tentang perkembangan Geopolitik dan Geostrategi di Indonesia*

1. Indonesia menjadi sasaran target incaran negara maju di dunia (bentuk Penjajahan Modern).
2. Kekuatan asing yang mengincar Indonesia sangat banyak dan berharap Indonesia rusuh, perang saudara seperti di Suriah sekarang.
3. Mereka melakukan skenario (ibarat lingkar obat nyamuk) secara sistematis melakukan Pelemahan Ketahanan Nasional Indonesia, secara bertahap dan sangat halus dari segala sendi kehidupan bernegara kita.
4. Target operasi pelemahan pertahanan meliputi semua bidang (ekonomi, politik, hukum, peraturan perundangan, sejarah, media informasi, pergeseran watak prilaku bangsa, gaya hidup, dsb )
5. Pelemahan sistem pertahanan yang mereka bangun melalui operasi inteligent asing masuk di kalangan masyarakat, ada USER (negara/kelompok elit), ada AGENT HANDLE, di bawahnya AGENT ACTION, di bawahnya lagi INFORMAN berlapis.
7. Tiap struktur dan bagian ini bergerak dan tidak saling mengenal untuk melakukan operasi-operasi cipta kondisi bahkan sabotase, dengan Dana bantuan tanpa batas serta dukungan power politik yang kuat.
9. Masing2 agent ini masuk melebur kedalam sendi sendi kehidupan bernegara kita. Ada yang masuk dan menjadi tokoh negarawan, dosen, pengamat, pejabat publik, institusi pemerintahan (Eksecutive, legislatif, yudicative), dunia perbangkan, dan dunia perfilman
10. Merekayasa untuk menciptakan terjadi gejolak kerusuhan di Indonesia, menanamkan rasa saling benci, saling curiga, saling buruk sangka, diantara sesama anak bangsa. Baik antar suku, antar agama, antar ormas, antar ulama antar pengamat, antar kampus, antar parpol, antar tokoh bangsa. Termasuk antar institusi.
11. Kita semua seolah di paksa dan di giring kepada satu titik yaitu PERANG, sekecil apapun masalah akan di peruncing dan di provokasi.
12. Tujuannya hanya satu : Menjadikan anak bangsa menjadi bangsa yang sinis, egois, sadis, ambisius, dan anti kebersamaan.
13. Kita di jauhkan dari sifat asli bangsa Indonesia seperti : _Pejuang, pemberani, kuat, jujur, kompak, suka bermusyawarah, gotong royong._
14. Jadi kalau ada kejadian disekitar kita yang diluar kewajaran itu adalah salah satu bentuk hasil kerja para agent tersebut.
15. Perang saudara adalah hal yang sangat di inginkan USER asing thd indonesia. Agar kita akhirnya terpecah belah, hancur lebur, lemah untuk kemudian mereka kuasai (Jajah).
.................
*UNTUK ITU :*
------------
1. Jadilah kita kembali menjadi jati dirinya orang Indonesia yaitu sebuah bangsa yang kuat dan bersaudara.
2. Jangan mau terpancing untuk menjadi "Tidak Waras" (Sesuai keinginan USER) untuk punya keinginan saling bunuh, saling memerangi, saling menghabisi antar sesama anak bangsa. Persoalan politik diselesaikan dengan cara politik yang moderat.
3. Kalau Indonesia pecah perang saudara, banyak negara sekitar kita yang tepuk tangan dan bahagia.
4. Secara politik konstitusional. Tidak ada sebaik melebihi lagi kepada UUD 1945 dan Pancasila sebagai pemersatu bangsa. Karena di buat oleh para Founding Father kita melalui sebuah perenungan, pemikiran, dan penghayatan yang sangat dalam sesuai dengan kondisi bangsa.
5. Ikat kembali rasa persatuan sesama anak bangsa, jangan mudah terpancing, tapi justru merekat kembali rasa persaudaraan kita untuk melakukan perbaikan moral dan cita cita bangsa. NKRI harga mati harus kita pertahankan.
.......................

Kisah imam Syafi'i yang mengunjungi imam Ahmad bin Hanbal

Putri imam Hanbal sangat senang akan kehadiran Imam Syafi'i karna putri beliau sangat senang dengan kisah Orang Orang Soleh
Setelah datang ke Rumah Imam Hanbal putri beliau memperhatikan imam Syafi'i sampai shalat subuh...
Pagi harinya putri Imam Hanbal bercerita dengan Ayahnya..dan bertanya
"Abi apa benar itu Imam Syafi'i yang terkenal dengan ilmu dan ke solehannya.. kenapa beliau begtu banyak makannya saat makan bersama kita ..
Aku semaleman tidak tidur aku perhatikan beliau setelah shalat Isya beliau hanya tidur dan shalat subuh dengan kita tidak ambil wudhu lagi langsung ikut di barisan"
Kemudian Imam Hanbal menemui Imam Syafi'i dan mencetitakan apa yang di sampaikan putrinya dan Imam Syafi'i berkata:
"Aku makan banyak dengan makanan yang kau hidangkan Aku Hanya mengharapkan makan dari Rizqi orang soleh seperti mu itu sebagai Obat Riziqi yang kau dapat sudah jelas Halal dan Berkah..
Kenapa aku tidak mengambil wudhu saat shalat subuh karna aku masih memiliki wudhu dari shalat isya sesungguhnya semalam aku tidak bisa tidur aku hanya berbaring bagaimana aku bisa tidur karna di kepalaku ada Al qur'an dan Hadit's aku memikirkan bagai mana Umat agar selamat mengikuti Syari'at"
Dan Imam Hanbal sangat takjub dengan apa yang di ceritakan Imam Syafi'i dan beliau ceritakan kepada putinya .. dan Putri beliau sangat senang dengan apa yang di sampaikan Ayahnya..
Orang Sholeh tau apa yang harus di lakukan
Beda dengan kita Orang Awam hanya melakukan apa yang kita tau

AHOK HARUS DISELAMATKAN

Oleh: Mustofa B. Nahrawardaya *)
POROSINDONESIA. Jakarta — Basuki Tjahaja Purnama alias Ahok, pria keturunan Tionghoa yang sempat menjadi Gubernur hasil ‘lungsuran’ Pak Jokowi 2014 silam, mungkin tidak menduga bahwa Majelis Hakim Pengadilan Jakarta Utara akan memvonisnya dengan 2 tahun penjara. Saya katakan menggunakan istilah ‘mungkin’, karena saya juga tidak bisa mengesampingkan kemungkinan adanya informan-informan Ahok yang barangkali sudah tahu bocoran vonis Majelis Hakim sebelum dibacakan. Tanpa diberi ijin pulang ke rumah, Ahok juga diharuskan menempati ruang di LP Cipinang usai sidang, Selasa (9/5/2017) petang, sebelum dipindah ke Mako Brimob dengan alasan keamanan. Masih banyak dari kita barangkali yang tidak mau menerima alasan Polisi, kenapa Ahok harus dipisahkan dari napi Cipinang dan harus dipindah ke Mako Brimob. Bagi saya, ini justru lebih baik, daripada terpidana Penoda Agama itu ditempatkan di LP Cipinang. Kok bisa?
Kasus yang membelit Ahok, memang bukan kasus Extra Ordinary Crime (EOC) yang di Indonesia ada tiga jenis kejahatan yakni Terorisme, Narkoba dan Korupsi. Kejahatan yang dilakukan Ahok, adalah menodai Agama Islam dengan sengaja, melakukan ujaran kebencian terhadap kelompok Umat Islam di Kepulauan Seribu maupun melalui tulisan di buku yang dia terbitkan dan dijual hingga sekarang di toko buku. Bahkan di berbagai tempat, Ahok juga melakukan pengulangan perbuatannya, sehingga kasus ini menjadi spesial dan sensitif.
Berbeda dengan style kasus EOC, penodaan agama terasa sangat khas dan efek yang ditimbulkan sungguh sangat dahsyat. Kasus ini dapat menyebabkan keresahan massif dan terstruktur jika tidak segera ditangani penegak hukum dengan benar. Oleh karenanya, perbuatan Ahok sudah menjadi fakta di depan mata telah menyebabkan keresahan Umat Islam di Indonesia. Hampir di semua kota di Indonesia, Umat Islam geram dan marah, sehingga setiap Aksi Bela Islam yang bertujuan meminta keadilan kasus ini, nyaris membuat Jakarta penuh sesak. Sekalipun dihambat polisi di mana-mana dengan berbagai dalih, aksi massa Umat Islam relatif sukses, sekalipun para pimpinannya bahkan ada yang ditangkap.
Akibat perbuatan Ahok, maka musuh Ahok kini bukan lagi sekedar lawan-lawan politiknya di Pilkada atau di Partai Politik. Ahok telah sedemikian rupa membentuk Umat Islam tersinggung, dan ini jelas mengakibatkan banyak Umat Islam merasa dimusuhi. Nah, karena yang marah Umat Islam, maka jangan salah jika di manapun orang Islam berada, bisa jadi ada di sana yang merasa dimusuhi Ahok dan tidak mudah melenyapkan kejengkelan dan kekesalan hingga melahirkan sikap dendam. Di jalan, di toko, di sawah, di kampung, di kota, di mal, di kantor, di pelabuhan, di terminal, di pasar, bahkan di kantor Polisi dan TNI tidak tertutup kemungkinan ada musuh Ahok. Tentu karena perbuatan Penodaan Agama, sikap permusuhannya tidak seperti permusuhan kasus lain. Ini terkait keyakinan. Ditambah, mudahnya warga memiliki akun media sosial, mereka dengan mudah dapat menularkan ide dan gagasan yang berangkat dari rasa dendam itu. Apalagi, orang-orang yang marah akibat pelaku Penodaan Agama, jelas tidak mengenal profesi. Bisa aparat, pedagang, PNS, tukang sapu, ibu rumah tangga, mahasiswa, pengurus Masjid, dan lain-lain. Mereka semua sangat dikhawatirkan sedang menyimpan berbagai aroma rasa dendam yang belum terlampiaskan selain melalui aksi-aksi damai selama ini. Oleh karena itu ketika mendekati tanggal 9 Mei 2017 dimana Ahok akan divonis Majelis Hakim, maka salahsatu yang perlu saya khawatirkan terhadap Ahok adalah: dia ditahan atau tidak, jika dinyatakan bersalah. Dua pilihan ini sangat penting, karena memiliki konsekuensi. Tuntutan Umat Islam sejak aksi 411, 212, sampai 505 belum lama ini, sangat jelas, agar Ahok ditahan.
Maka, ketika Hakim kemudian memerintahkan agar Ahok ditahan, salahsatu kekhawatiran saya yang selama ini menggantung, menjadi hilang. Namun bukan berarti masalah selesai. Ketika Ahok dilarikan ke Cipinang, ternyata kekhawatiran baru, kembali muncul. Bagaimana jika di Cipinang ada sekelompok oknum yang juga menyimpan rasa dendam kepada dia? Bagaimana jika yang menyimpan rasa dendam itu bukan hanya penghuni, tetapi juga sipir? Keselamatan Ahok dipertaruhkan. Berbagai kemungkinan pun bisa terjadi. Bisa saja Ahok dilukai atau bahkan dihabisi oknum di dalam. Atau, Ahok dilukai atau dihabisi pihak tertentu dengan meminjam tangan napi. Atau, berita klasik: ada berita “Ahok Meninggal Karena Gagal Jantung”. Ini akan menampar kita semua. Sekalipun berita ini benar dari fakta, namun dapat dibayangkan analisa liar para pendukung Ahok terhadap jagoannya itu. Yang akan dikambing hitamkan oleh analisa liar, bisa sangat banyak. Jatuhnya korban luka dan apalagi jatuhnya jiwa politikus di sebuah tempat, sangat mengundang beragam dugaan penyebab. Apalagi jika musuh politikus itu, juga bertebaran di luar ranah politiknya.
Oleh karena itu, memang sudah tepat Ahok ditahan, untuk menghindari adanya huku

Senin, 08 Mei 2017

TREND ‘TALAFI’ DI TAHUN 2017.


( Fakta dan Pengalaman )
Sahabat iman yang dimuliakan Allah, pembahasan tentang ‘Talafi’ dan ‘Salafi’ sudah sering kita dapati. Perbedaan antara Salafi (Kaum pecinta Sunnah pengikut manhaj Salaf) dengan Talafi (aliran paling suci pemegang kunci surga) juga sudah dibahas diberbagai kesempatan. Sekarang, yuk kita rehat sejenak sambil melihat bagaimana TREND TALAFI DI TAHUN 2017 ini. Diantaranya adalah:
=> YANG BERHAK jadi ustad, hanya gurunya. Yang boleh dipanggil ustad, hanya tokoh-tokoh yang di idolakannya. yang berhak berdakwah, hanya ustad-ustadnya. Kalau ada ustadz lain tidak boleh. tidak boleh ngisi kajian di masjidnya, tidak boleh di undang ke daerahnya dan mesti di boikot. karena dianggap “sesat”, “hizbiyyah”, “khawarij”, “masuk neraka”, atau minimal dianggap “manhajnya tidak jelas”, dll. sehingga tidak berhak di panggil ustad dan jangan dianggap ulama, dst. Ada orang sealim apapun selama bukan ustadz atau bukan ulama “sesembahan” dia, maka tidak perlu di hormati. tidak perlu di panggil “ustadz”, tidak perlu di panggil “syaikh”. Ini lagi nge-trend banget di tahun 2017, sahabat. 😊
=> YANG BOLEH pakek jubah, hanya dia dan orang-orang yang sekelompok dengannya. yang berhak mengamalkan sunnah, hanya dia dan orang-orang yang satu spesies dengannya. yang boleh pakek gamis, sorban, hanya ustadnya. Kalau kita yang pakek jubah/pakek gamis, katanya “sok ngustad”, “sok ulama”, dst. Hebat ya mereka.? 😃 dunia hanya milik mereka. kalau mau masuk surga, harus daftar dulu ke mereka. Itulah TREND TALAFI, sahabat. 😊
=> YANG lebih nge-trand lagi adalah, mereka ghibah, menggunjing, mem-bully serta menjatuhkan kehormatan orang lain dengan alasan “menjaga agama”, itu boleh-boleh saja menurut mereka. mereka mau mentahdzir orang dan siapa saja yang mereka benci, boleh. Seribu satu dalil dan kalam ulama mereka cari-cari, copas sana-sini untuk membenarkan nafsu jahatnya. Nafsu jahat apa itu? MENGHINA DAN MEROBEK-ROBEK KEHORMATAN ORANG LAIN. -wal ‘iyaadzubillah- . tapi kalau mereka yang di tahdzir, langsung kebakaran kumis. Ngga usah di tahdzir deh, terlalu berat. Di seggol saja sedikit tokoh panutannya atau ustadznya, langsung meradang bagaikan gerandong nyari tumbal.
=> YANG tidak kalah nge-trend adalah, MEMBUKA AIB ORANG alias MAKAN BANGKAI, talafi jagonya. kata mereka jangan suka membahas syubhat; syubhat harus di jauhi. Syubhat di hindari, tapi menghina orang & merusak nama baik orang itu bukan syubhat, bukan haram. Itu ‘HALAL’. sikat saja yang penting kenyang makan bangkai. urusan pengadilan Allah di akhirat, itu belakangan. 😃
=> TERAKHIR. Orang mau yang nikah, bisa batal nikah gara-gara doktrin Talafi. Kenapa ? Karena mereka anggap “tidak semanhaj”. Yang “semanhaj” itu mesti cingkrang dulu, jenggotanya nge-jreng dulu, ngajinya dengan ustadznya dulu, dan channel TV di rumahnya harus Channel “harap-harap cemas” dulu. Tidak percaya ? Buktikan di lapangan. Orang yang sudah menikah pun, bisa cerai di buatnya. kenapa ? Lagi-lagi karena mereka anggap “tidak seaqidah”. Hebat ya.? “lebih hebat” dari LDII (Aliran Islam Jam'ah) trend Talafi ini. . 😊
JIKA anda temukan ada orang muslim berjenggot, bergamis, celana cingkrang, yang memiliki ciri-ciri trend seperti yang saya sebutkan diatas (baik di dunia maya ataupun di dunia nyata), maka ketahuilah bahwa dia adalah TALAFI (makhluq Allah yang paling suci tanpa dosa dan dicipta untuk memegang kunci surga). Baik Talafi dari kalangan murji-ah (mulukiyyah) maupun Talafi dari kalangan islam jama'ah (LDII).
Tapi jika anda temukan seorang muslim berjenggot, bergamis, celananya di atas mata kaki dalam rangka menteladani Sunnah Nabi, penampilannya islami, tetapi akhlaqnya pun santun dan berbudi pekerti. terbuka dengan seluruh kaum muslimin, berlapang dada terhadap perbedaan, tidak mudah menyesat-nyesatkan, wajahnya berseri penuh senyuman, lisannya ringan menebar salam, selalu menjaga kehormatan dan mudah memaafkan, mencintai kaum muslimin & sangat membenci kaum kafirin, maka DIALAH SALAFI SEJATI.
Nas’alullah al-aafiyyah wa salamah.
✍ Maaher At-Thuwailibi

MUHASABAH GERAKAN

*Tragedi Mesir* mengajarkan kita untuk peduli.
*Tragedi Suriah* melihat kita untuk punya militansi.
*Tragedi Rohingya* membuat kita sadar, bahwa menjadi minoritas kemungkinan besar kita tertindas.
Setiap tragedi yang menimpa umat ini seharusnya memberi pelajaran berarti.
*Dakwah harus dikawal dengan jihad*.
Karena ketika dakwah berjalan sendiri, maka dia akan rawan mendapat halangan, disitulah jihad berperan.
Tragedi-tragedi ini juga menyadarkan kita bahwa *setiap nyawa muslim harus dibela*. Meski dengan keterbatasan yang kita punya.
*Para ibu harus sadar hal ini*. Sehingga menyiapkan anak-anak yang peka pada zamannya.
Agama modern melihat kekerasan tak perlu terjadi. *Mereka lupa bahwa kapitalis & imperialis selalu menebar teror di dunia ini*.
*Para akhwat muslimah harus sadar politik*. Dunia tak hanya sekedar memilih motif pakaian. Tetapi pertempuran idiologi iman.
*Para pemuda harus tahu tantangan zamannya*. Jangan terlalu larut pada urusan cinta. Karena nyawa muslimin dalam bahaya.
*Perlu halaqah-halaqah politik, disamping halaqah ilmu dien*. Memandang pertarungan dari sisi yang lebih benar.
*Politik umat ini* bukan hanya sekedar duduk di kursi DPR. Tetapi *tahu mana haq & bathil & harus berdiri disisi mana*.
Umat ini harus tahu bahwa musuh itu ada. Tiap detik berpikir soal bagaimana menghancurkan kita.
*Mereka hanya akan berhenti saat kita mengikuti millah mereka*. Dan bumi ini hanya akan diatur oleh aturan mereka.
*Urusan umat ini* lebih besar daripada hanya sekedar menjadi pemenang X Factor atau Master Chef.
*Urusan umat ini* lebih penting daripada sekedar mengoleksi foto penyanyi K-POP & menangisi foto mereka.
*Urusan umat ini* lebih penting daripada berdebat soal perbedaan pendapat harakah kita.
*Mereka sepakat memusuhi kita*, sedangkan kita berpecah belah dalam memerangi mereka.
Kita bersungut-sungut hanya karena takbiratul ikram yang berbeda gerakannya, sementara kristenisasi kita diam saja.
*Musuh menyediakan taman bermain untuk membuat kita lupa* mengasah pedang-pedang kita. Musuh menyediakan tayangan yang tak ada ending diakhirnya, agar kita sibuk berpikir tentangnya.
*Musuh mengajarkan konsep cinta dunia*, hingga urusan meraih pahala saja harus dihitung-hitung dengan dunia kita.
Musuh telah menebar duta-duta cantiknya, *menyeru pada kemaksiatan & kita pun masuk dalam perangkapnya.*
Sehingga tersemat dikepala umat ini, berjuang untuk agamanya tidak lebih mulia daripada berjuang demi alamnya.
*Musuh mengajak kita tertawa, agar lupa genangan darah saudara-saudara kita*. Musuh mengajak kita menikmati dunia dengan cara mereka.
Dan mereka menolak cara-cara kita. Musuh mengajak kita makan makanan mereka, dengan cara & gaya mereka.
Maka memalukan bila kita menolak pikiran & gerakan musuh, tetapi kita bangga memakan makanan mereka dengan gaya mereka.
Musuh menyajikan tayangan setiap hari untuk *membuat kering airmata kita & kerasnya hati kita.*
Musuh tidak akan memberi kesempatan pada kita berpikir menegakan agama. Berpikirlah terus tentang dunia.
*Musuh tahu bagaimana mengadu domba.* Dan kita selalu mau menjadi domba baik hati yang menuruti mereka.
*Musuh tahu bagaimana membuat kita cakar-cakaran sendiri sesama saudara*. Hanya karena beda sedikit saja.
Musuh tahu bagaimana menciptakan kesibukan dalam internal kita. *Agar kita tidak sempat berpikir melawan mereka.*

Sabtu, 06 Mei 2017

Dua Matahari dari Tanah Jawa

Dua Matahari dari Tanah Jawa 
(Menggali Rekam Jejak Masa Belajar dan Perjuangan Dakwah Tokoh Pendiri NU dan Muhammadiyyah)



Nun di pinggiran kota Semarang terdengar sayup-sayup lantunan ayat suci, dan pengajian kitab di sebuah tempat yang cukup sederhana, meski bergelut dengan kesehajaan pesantren ini yang kemudian menjadi saksi 2 tokoh besar pembaharu islam di Nusantara, sosok yang kelak akan mendirikan 2 organisasi besar agama tauhid ini di tanah air, NU dan Muhammadiyyah inilah Pondok Pesantren yang diasuh oleh Ulama’ Kharismatik, beliaulah KH. Sholeh Darat. Setiap hari Mbah Soleh mengajar para santrinya ilmu dasar keislaman seperti tasawuf dari kitab al-Hikam karya Ibnu Athaillah Al-Sakandari, dan Kitab al-Munjiyah (karya KH. Sholeh Darat); fiqih (Kitab Lataif Al-Taharah), serta beragam ilmu yang lain. Di pesantren ini, dua orang santri muda yang kelak akan turut berperan menumbuhkembangkan geliat Islam di Indonesia, juga sedang bergiat mengaji. Keduanya sama mewarisi darah Raden Paku atau yang dikenal Sunan Giri seorang Wali Besar dari kota Pudak, Gresik. 
Santri pertama berumur 16 tahun (lahir 1868 M), bernama Mohammad Darwisy. Ia dilahirkan dari kedua orangtua yang dikenal alim, KH. Abu Bakar (Imam Khatib Masjid Besar Kesultanan Yogyakarta) dan Nyai Abu Bakar (puteri H. Ibrahim, Hoofd Penghulu Yogyakarta). Kakeknya adalah KH. Muhammad Sulaiman bin Kyai Murtadha bin Kyai Ilyas bin Demang Jurung Juru Kapindo bin Demang Jurung Juru Sapisan bin Maulana Sulaiman Ki Ageng Gribig (Jatinom) bin Maulana Muhammad Fadlullah (Sunan Prapen) bin Maulana ‘Ainul Yaqin (Sunan Giri) bin Maulana Ishaq bin Syekh Jumadil Kubro. (Dalam sumber lain dari buku karya Yunus Salam terbitan 1986 dikatakan bahwa Syekh Maulana Ishaq adalah putra Syekh Maulana Malik Ibrahim, salah satu Wali Songo yang dimakamkan di Desa Gapura, Gresik) 
Sedang santri kedua berusia 15 tahun, Muhammad Hasyim. Ayahnya adalah kyai kenamaan, KH. Asy’ari (Pengasuh Pondok Pesantren Keras, Jombang Selatan) bin Abu Sarwan bin Abdul Wahid bin Abdul Halim bin Abdurrahman (Pangeran Samhud Bagda) bin Abdul Halim (Pangeran Benawa) bin Abdurrahman (Jaka Tingkir) bin Maulana ‘Ainul Yaqin (Sunan Giri).

Dari garis ibu, Halimah, Muhammad Hasyim memiliki kakek bernama Kiyai Usman (pimpinan Pesantren Gedang). Buyutnya, Kiyai Sihah, juga pendiri pondok pesantren Tambakberas. Jika dirunut ke atas, Muhammad Hasyim adalah turunan ke delapan Raja Brawijaya VI, yang juga dikenal dengan Lembu Peteng, ayah Jaka Tingkir yang kemudian menjadi Raja Pajang setelah keruntuhan Kerajaan Demak.
Muhammad Hasyim, lahir di Pondok Nggedang, Jombang, Jawa Timur, pada Selasa 24 Dzulqo’dah 1287 H/14 Februari 1871 M. Masa dalam kandungan dan kelahirannya sudah menampakkan keistimewaan isyarat yang menunjukkan kebesarannya kelak. Satu di antaranya, ketika dalam kandungan, Nyai Halimah bermimpi melihat bulan purnama yang jatuh ke dalam kandungannya. Begitu pun ketika melahirkan, Nyai Halimah tidak merasakan sakit yang dialami kaum perempuan saat melahirkan.
Setelah sekitar sembilan tahun mukim dan belajar di Pesantren Keras sampai berusia 15 tahun), Muhammad Hasyim mulai melakukan pengembaraannya mencari ilmu ke pondok-pondok pesantren yang masyhur di tanah Jawa, khususnya Jawa Timur. Di antaranya adalah Pondok Pesantren Wonorejo di Jombang, Wonokoyo di Probolinggo, Tringgilis di Surabaya, dan Langitan di Tuban, kemudian Bangkalan, Madura, di bawah bimbingan Syaikhona Muhammad Khalil bin Abdul Latif (Syaikhona Khalil Bangkalan).
Di Bangkalan inilah, Mohammad Darwisy bertemu pertama kali dengan Muhammad Hasyim. Dalam jangka waktu yang cukup lama mereka berteman dan belajar, maka setelah tuntas belajar pada Kyai Khalil, keduanya masing-masing dibekali kitab sebagai bekal mengaji lanjutan kepada kawan Kyai Kholil di Semarang, yakni Kyai Sholeh Darat.
Kala itu, Kyai Sholeh Darat adalah ulama terkemuka, ahli nahwu, ahli tafsir, dan ahli falak. Keluarga besar RA Kartini yang dikenal dengan pejuang emansipasi wanita di Indonesia juga mengaji pada beliau. Bahkan atas masukan Kartini lah, Kyai Sholeh Darat menerjemahkan al-Quran ke dalam bahasa Jawa agar bisa dipahami banyak orang di tanah Jawa. Buku Habislah Gelap Terbitlah Terang yang dikarang oleh tokoh kelahiran Mayong Jepara ini berasal dari tafsir tersebut diambil dari potongan ayat “Minaddzulamati ilan nuur”
Selama nyantri di bawah naungan Kyai Sholeh Darat yang dimakamkan di pemakaman umum Bergota, Kota Semarang (dalam sumber lain di dekat masjid desa darat) sepanjang dua tahun penuh, Mohammad Darwis memanggil Hasyim—teman sekamarnya, dengan sebutan Adi Hasyim. Sementara Muhammad Hasyim menyapa Mohammad Darwis dengan sebutan Mas Darwis. 
Ketekunan dua santri yang cerdas ini kemudian berbuah pengutusan mereka oleh sang kyai untuk melanjutkan studi ke Tanah Suci, Makkah. Sebelum berangkat ka jazirah Arabia, Mohamamd Darwis sempat melanjutkan pelajarannya belajar ilmu fiqih pada KH. Muhammad Shaleh, belajar ilmu nahwu pada KH. Muhsin dan KH. Abdul Hamid. Sementara itu, keahliannya dalam ilmu falak diperoleh dari berguru pada KH. R. Dahlan, salah seorang putra Kyai Termas. Sedangkan ilmu Hadis yang dikuasainya diperoleh dari KH. Mahfud, (terkenal dengan Syekh Mahfudz Termas, ulama besar dari Pacitan Jawa Timur), Syaikh Khayat, dan KH. Muhammad Nur.

Seperti juga Darwisy, pemuda Hasyim terpikat untuk lebih lama memperdalam ilmu di Pesantren Al-Hamdaniyyah, pesantren yang didirikan oleh KH. Hamdani pada tahun 1878 di Siwalan Panji, Sidoarjo, yang saat itu dipimpin oleh putra beliau, Kiyai Ya'kub. (Penjelasan terkait Pesantren ini bisa disimak di https://web.facebook.com/Bakka.dalleku/posts/1387644634602500)
Di sana, berkat kecerdasannya, Hasyim segera menjadi santri menonjol. Perilaku dan tekadnya, mencuri hati pimpinan pesantren. Bahkan belakangan, sesuai tradisi lingkungan pesantren, Kiyai Ya'kub pun mengangkat Hasyim sebagai menantu. Ia dinikahkan dengan Khadijah, pada usia 21 tahun (1308 H). Setelah pernikahan, Hasjim bersama istri dan mertuanya, ia menunaikan ibadah haji. Tetapi sayang, saat di tanah suci, istri beliau tersebut meninggal saat hamil tua.
Setiba di Makkah pada 1883, Hasyim bertemu Darwisy. Mereka pun segera menjadi murid kesayangan Imam Masjid al-Haram, Syaikh Ahmad Khatib al-Minangkabawi, Syaikh Nawawi al-Bantani (seorang ulama besar dari Tanara, Banten yang kelak menggantikan jabatan Syaikh Ahmad Khatib al-Minangkabawi), dan Syaikh Mahfudz at-Tarmisi. Selain tiga nama tokoh kawakan itu, masih ada lagi Kyai Mas Abdullah (Surabaya) dan Kyai Faqih dari Maskumambang. Memang saat itu banyak ulama Indonesia yang mengajar di Tanah Haram sebelum kemudian dilarang oleh pemerintah kerajaan Arab Saudi. Dan inilah penyebab kebangkitan umat islam menurut orientalis Belanda, Snouck Hourgenje yang mengatakan bahwa munculnya ruh jihad umat islam dalam melawan penjajahan Belanda berawal dari semangat pemuda Indonesia yang belajar dan mengajar di Tanah Haram.

Puluhan ulama-ulama Makkah waktu itu yang berdarah Nusantara dalam praktik ibadah, seperti; tasawuf, wirid, tahlil, membaca barzanji (diba’) telah menjadi bagian dari kehidupan mereka yang diamalkan di sana. Tentu saja, itu pula yang diajarkan pada para santri seperti Mohammad Darwisy, Muhammad Hasyim, Wahab Hasbullah, Syaikh Abdul Kadir Mandailing, dll. Dari sini tampaklah kecenderungan Muhammad Hasyim yang sangat mencintai Hadis, sementara Mohammad Darwisy lebih tertarik bahasan pemikiran dan gerakan Islam yang dipengaruhi oleh pemikiran Muhammad Abduh, pembaharu islam dari Universitas Al-Azhar, Mesir.
Di antara guru-guru Hasyim yakni, Syaikh Mahfudz lah yang sangat menyayanginya. Hasyim memperdalam ilmu Hadis dari Syaikh Mahfudz yang dikenal sebagai isnad (perantai) dalam pengajaran kitab Sahih al-Bukhari. Bahkan, ia pun mendapatkan ijazah dari sang guru atas penguasaannya pada kitab Sahih al-Bukhari.
Syaikh Mahfudz merupakan generasi terakhir dari 23 generasi ulama 'Shahih al-Bukhari' yang mendapatkan ijazah langsung dari Imam Bukhari. Hasyim kemudian memperoleh ijazah itu dari Syaikh Mahfudz, pertanda besarnya penghargaan sang guru pada muridnya.
Hasyim memang laiknya musafir di sisi Baitullah. Malam-malamnya, diisi dengan menyimak pengajaran dari sang guru. Bersama santri dari pelbagai negeri mancanegara, ia duduk di dalam lingkaran disiram cahaya fanus (pelita). Di tengah lingkaran, sang guru dengan jubah kebesarannya, memberikan wejangan dan pengajaran.
Di saat senggang, ia terisak di sisi makam Rasulullah SAW, maupun di tempat mustajab yang lain seraya memanjatkan doa pada Allah Swt agar dapat mudah dalam memperdalam Islam tuk kemudian mendakwahkannya. Saat hendak kembali ke Tanah Air, Hasyim bersama beberapa santri seperguruan di antaranya, Pangeran Syiria, mengikat ikrar dengan disaksikan Baitullah.
Doa dengan linangan air mata itu, kemudian dikabulkan Allah. Ikrar tersebut menyatukan mereka kelak menjadi pemuka agama di negeri masing-masing. Sekembali ke Tanah Air, ia pun bersungguh-sungguh mengajarkan ilmu yang diperolehnya di Tanah Suci. Bahkan, kemudian ia memilih membuka pesantren di Tebuireng. Pilihan ini sempat menjadi bahan tertawaan. Sebab Tebuireng kala itu adalah muara maksiat. Sebagian penduduknya masih terbiasa dengan judi, zinah, bahkan merampok. Di pusat kekelaman itulah, Hasyim muda menyalakan pelita ilmu.
Pada usia 20 tahun (1888), Darwisy kembali ke Yogyakarta dan ia pun diangkat menjadi Khatib Amin di lingkungan Kesultanan Yogyakarta. Dua tahun berselang pada usia 22 tahun, Darwisy menunaikan ibadah haji. Kesempatan menunaikan ibadah haji tersebut ia pergunakan sebaik-baiknya untuk belajar pada seorang guru bermazhab Syafi'i yang bernama Sayid Bakir Syaththa di Makkah, selama kurang lebih dua tahun. Tokoh inilah yang mengganti namanya menjadi KH Ahmad Dahlan, terinspirasi dari nama mufti Syafiiyyah dari Kota Makkah, Syekh Ahmad bin Zaini Dahlan.
Muhammad Hasyim pulang ke Jombang. Di sana, KH Muhammad Ikhsan (Kakek Cak Nun “Emha Ainun Najib”), telah menantinya penuh rindu. Bersama lima kiyai lain dari Cirebon, kakek Cak Nun nan 'sakti' inilah yang menaklukkan kawasan rampok dan durjana bernama Tebuireng, untuk didirikan pesantren. Ia memohon pada Hasyim muda agar berkenan mengajar di situ. Maka dibukalah pengajian 'Shahih al-Bukhari' di Jombang.
Ada cerita menarik terkait kakek Cak Nun ini. Saat hendak dimakzulkan (diturunkan) dan diminta mundur dari jabatan presiden, Gus Dur biasanya menjawab, "Saya kok disuruh mundur, maju saja susah, harus dituntun!" Tapi berbeda halnya dengan Cak Nun yang mendatanginya ke Istana Negara. "Gus, kon wis wayahe munggah pangkat: Gus, kamu sudah saatnya naik jabatan!" Sebenarnya bukan perkataan Cak Nun semata yang membuat Gus Dur berkenan mundur. Ia ingat belaka jasa baik kakek Cak Nun dulu pada kakeknya sendiri, Hadratusy Syaikh Hasyim Asy’ari.
Kembali ke Hadratusy Syaikh Hasyim Asy'ariy. Sejak memulai pengajian Shahih al-Bukhari, beliaulah orang yang menjadikan pengajian Hadis dinilai penting & terhormat. Sebelum Hadratusy Syaikh memulai Pondok Pesantren Tebuireng-nya dengan kajian Shahih al-Bukhari, umumnya saat itu banyak pondok pesantren hanya mengajarkan tarekat saja.
Tak lama berselang, Ponpes Tebuireng pun kian maju. Para santri mulai berdatangan dari seantero Nusantara. Hubungan baik pun terjalin dengan Kiyai Abdul Wahab Hasbullah, Tambakberas, putra Kiyai Wahab Hasbullah. Tebuireng juga berhubungan baik dengan KH Bisyri Syansuri, Denanyar. Kelak, KH. Abdul Wahid Hasyim, putra Hadratusy Syaikh Hasyim Asy’ariy, menikahi putri beliau Nyai Solichah (ibu Gus Dur). Sementara KH. Bisyri Syansuri juga beriparan dengan KH. Abdul Wahab Hasbullah. Inilah yang kelak menjadi segitiga pilar NU: Tambakberas - Tebuireng - Denanyar.
***


Pemimpin dengan Bakat Alamiah
Pada Usia 35 tahun, untuk kali kedua Kiyai Dahlan menunaikan ibadah haji bersama putranya, Siraj Dahlan yang masih berumur 13 tahun. Selama 1,5 tahun mereka bermukim di Makkah guna memperdalam ilmu fiqih pada Syaikh Saleh Bafadal, Syaikh Sa’id Yamani, dan Syaikh Sa’id Babusyel. Beliau juga belajar ilmu Hadis pada mufti mazhab Syafi’i, ilmu falaq pada Kiyai Asy’ari Bawean, ilmu qiraat (langgam bacaan al-Quran) pada Syaikh Ali Misri Makkah.

Kepulangannya yang kedua dari Makkah inilah yang kemudian menjadi tonggak Muhammadiyah berdiri pada 8 Dzulhijjah 1330 H/18 November 1912 M. Sahabat santrinya dulu, yang telah dikenal sebagai Hadratusy Syaikh Hasyim Asy’ary mendirikan Nahdhatul Ulama (Kebangkitan Ulama) pada 16 Rajab 1344 H/31 Januari 1926 M.
Bakat memimpin kedua tokoh ini sejatinya telah muncul sedari mereka masih belia. Hadratusy Syaikh Hasyim Asy’ari, misalnya. Ia gemar melerai temannya yang bertengkar, dan merukunkan mereka kembali. Bahkan pernah kepalanya sampai berdarah terkena pukulan dari salah satu temannya yang sedang ribut itu. Tapi ia tidak marah dan tidak membalas. Karena sikapnya yang baik, kedua orang yang bertengkar itu pun akhirnya berhenti, dan merawat kepala Hasyim kecil.
Semasa masih remaja, Hadratusy Syaikh Hasyim Asy’ari juga pernah menggembala sapi dan kambing ketika nyantri pada Syaikhuna Kholil Bangkalan. Ia yang merawat, membersihkan kandang dan mencari rumput bagi hewan gembalaan. Itu dilakukannya semata-mata karena patuh terhadap titah sang guru. Bahkan pernah suatu hari, ia dengan senang hati membongkar septic tank dan mengaduk-aduk isinya hanya demi mencari cincin istri sang guru yang kecebur di kloset hingga cincin itu pun ia temukan. Bagi Hadratusy Syaikh Hasyim Asy’ari, patuh dan menghormati serta membahagiakan guru adalah segalanya. Dari situlah barokah (berkah) sang guru diharapkan bisa hinggap. Pada kenyataannya, Hadratusy Syaikh Hasyim Asy’ari memang menjadi tokoh besar—bahkan “melampaui” gurunya. Bahkan dalam suatu riwayat, Syaikhona Kholil pernah mengaji ilmu hadist kepada Mbah Hasyim Asy’ari di jombang. Inilah sebuah bentuk penghormatan guru murid dan darisitulah banyak berdatangan kyai-kyai khususnya santrinya Syaikhona Kholil untuk berguru dengan Mbah Hasyim.
Hadratusy Syaikh Hasyim Asy’ari juga mendalami ilmu kanuragan, pencak silat. Ini tak lepas dari kondisi sosial yang memang menuntutnya mempunyai keahlian bela diri. Ketika itu, Tebuireng–tempat tinggalnya yang baru—termasuk daerah yang berbahaya lantaran masyarakatnya banyak yang suka mabuk-mabukan, berandalan, penjudi, dan sebagainya. Pernah beberapa kali, kediaman beliau disatroni penyamun. Itulah sebabnya beliau dan para santrinya belajar pencak silat, dengan mendatangkan guru ilmu kanuragan dari Cirebon.
Lain lagi dengan Darwisy kecil yang gemar bermain petak umpet, gobag sodor, dan sepak bola. Ia tak pernah absen bermain bola bersama teman-temannya ketika menjelang sore. Biasanya, Darwisy dan teman-temannya bermain sepakbola seusai mengaji pada sore hari di bawah bimbingan Kiyai Kamaludiningrat di Masjid Gede Kauman.
Darwisy dan kawan-kawannya sering bermain bola tak jauh dari tempat mereka mengaji, yakni di alun-alun utara, atau sesekali di alun-alun selatan yang tak jauh dari rumahnya. Walaupun permainan yang berlangsung sering tidak berpihak pada timnya, tidak menjadikan jiwa dan raga Darwisy lesu. Ia tetap semangat walaupun telah dicederai pihak lawan. Bahkan ia tidak mendendam akibat permainan curang itu. Di sinilah etos kedisiplinan dan kejantanan dijunjung tinggi oleh Darwis.
Tak heran jika kelak Darwisy yang kemudian dikenal sebagai KH. Ahmad Dahlan berubah menjadi orang besar dan berkharisma dalam memimpin organisasi Muhammadiyah yang ia dirikan. Sejak kecil, beliau secara alamiah memang terlatih sebagai pemimpin yang dicintai. Saat memimpin, beliau menekankan strategi dan kerja sama yang dibangun bersama dalam tim. Hingga kini, Muhammadiyah yang didirikan pada 1912 dikenal sebagai organisasi dengan kepemimpinan secara kolegial. 
Kepemimpinan model ini tidak menonjolkan kharisma seseorang, melainkan dengan kerja sama dan mencari titik temu jika terjadi perbedaan di antara para pemimpin. Berdasar karakter kepemimpinan tersebut, maka proses generasi pelanjut dapat berlangsung nyaris tanpa hambatan. Masyarakat pun akan lebih mengenal amal usaha Muhammadiyah, seperti sekolah, rumah sakit, panti asuhan dan sebagainya, tinimbang nama pemimpinnya.

Langkah yang dipilih KH. Ahmad Dahlan demi mempercepat dan memperluas gagasannya tentang gerakan dakwah Muhammadiyah ialah dengan mendidik para calon pamongpraja (calon pejabat) yang belajar di Opleiding School Voor Inlandsche Ambtenaren (OSVIA), Magelang, dan para calon guru yang belajar di Kweekschool Jetis, Yogyakarta, karena ia sendiri diizinkan oleh pemerintah kolonial untuk meng¬ajarkan agama Islam di kedua sekolah tersebut.
Langkah yang ditempuh Hadratusy Syaikh Hasyim Asy’ariy lain lagi. Beliau memilih mendidik santri Tebuireng dengan balutan semangat hisb al-wathon (cinta bangsa). Hal ini terbukti pada 1945. Hadratusy Syaikh dan para ulama NU di Jawa Timur mengeluarkan resolusi jihad, yang mewajibkan umat Islam, terutama kalangan Nahdliyin, untuk mengangkat senjata melawan penjajahan Belanda dan sekutunya yang ingin berkuasa kembali di Indonesia. Kewajiban ini merupakan perang suci (jihad), yang berlaku bagi setiap Muslim yang tinggal radius 94 kilometer dari Tebuireng. Sedangkan mereka yang berada di luar radius tersebut, harus membantu dalam bentuk material bagi mereka yang berjuang. Selain itu Kyai Hasyim juga dikenal produktif dengan meneluarkan berbagai karya, salah satunya Risalah Ahlus Sunnah wal Jama’ah.
KH. Ahmad Dahlan adalah seorang yang sangat hati-hati dalam kehidupan sehari-harinya. Tersirat jelas pada sebuah nasihat dalam bahasa Arab yang ia tulis untuk dirinya sendiri:
“Wahai Dahlan, sungguh di depanmu ada bahaya besar dan peristiwa-peristiwa yang akan mengejutkan engkau, yang pasti harus engkau lewati. Mungkin engkau mampu melewatinya dengan selamat, tetapi mungkin juga engkau akan binasa karenanya. Wahai Dahlan, coba engkau bayangkan seolah-olah engkau berada seorang diri bersama Allah, sedangkan engkau menghadapi kematian, pengadilan, hisab (perhitungan), surga, dan neraka. Dari sekalian yang engkau hadapi itu, renungkanlah yang terdekat padamu, dan tinggalkanlah lainnya. 
(Diterjemahkan oleh Jarnawi Hadikusumo)
Selain itu, kebiasaan KH. Ahmad Dahlan mengajar pendidikan agama dengan media biola terbilang fenomenal dan tidak lumrah bagi masyarakat Kauman—tempatnya tinggal—kala itu. Mereka bahkan menganggap apa yang diajarkan oleh Kiyai Dahlan adalah pelajaran orang kafir. Kendati demikian, Kiyai Dahlan terus menjalankan kebiasaan ini tanpa merasa takut atau gentar. Dalam banyak kesempatan ia malah terus bermain biola. Sesungguhnya, dengan biola, Kiyai Dahlan ingin mengajarkankan pada para santrinya bahwa hidup adalah keselarasan. Jika tidak selaras sesuai tuntunan agama, maka hidup akan berantakan. Seperti halnya biola, jika tidak dipetik dengan piawai, bunyi yang dihasilkan tidak beraturan.

Batas Senjang NU-Muhammadiyah
Irisan kisah perjuangan Hadratusy Syaikh Hasyim Asy’ariy dan Kiyai Dahlan di atas masih terus berlanjut hingga suatu hari seorang santri Hadratusy Syaikh melapor, ada gerakan yang ingin memurnikan agama & aktif beramal usaha dari Yogyakarta. Beliau pun tangkas menjawab, "O kuwi Mas Dahlan. Ayo padha disokong: Itu Mas Dahlan, ayo kita dukung sepenuhnya.”

Sebagai bentuk dukungan pada perjuangan KH. Ahmad Dahlan, Hadratusy Syaikh menulis kitab Al-Tasybihat al-Wajibat Li man Yashna’ al-Maulid bi al-Munkarat dimana dikisahkan mengisahkan pengalamannya. Tepatnya pada Senin 25 Rabi’ul Awwal 1355 H, Kyai Hasyim berjumpa dengan orang-orang yang merayakan Maulid Nabi saw. Mereka berkumpul membaca Al-Qur’an, dan sirah Nabi
Akan tetapi, perayaan itu disertai aktivitas dan ritual-ritual yang tidak sesuai syari’at. Misalnya, ikhtilath (laki-laki dan perempuan bercampur dalam satu tempat tanpa hijab), menabuh alat-alat musik, tarian, tertawa-tawa, dan permainanan yang tidak bermanfaat. Kenyataan ini membuat Kyai Hasyim geram. Kyai Hasyim pun melarang dan membubarkan ritual tersebut. Bagi Hadratusy Syaikh, peringatan itu banyak bidah & mafsadatnya tetapi bukan dalam artian Mbah Hasyim melarang perayaan Maulid, hanya harus dilakukan dengan cara yang benar. Keunikan lain dari sosok mulia ini adalah, beliau adalah satu-satunya kiyai NU yang tidak diperingati haulnya (peringatan kematian).

Ketika akhirnya gesekan makin sering terjadi antara anggota Muhammadiyah vis a vis kalangan pesantren, Hadratusy Syaikh turun tangan dengan wejangannya yang meneduhkan, "Kita & Muhammadiyah sama. Kita taqlid qauli (mengambil pendapat ulama Salaf'), mereka taqlid manhaji (mengambil metode)."
Mendapat dukungan sedemikian rupa, KH. Ahmad Dahlan sang putra penghulu keraton itu amat bersyukur. Sebagai bentuk ucapan terimakasih, beliau lantas mengirim hadiah ke Tebuireng. Bahkan dalam sebuah riwayata dikatakan bahwa ketika Mbah Hasyim berkunjung ke rumah Kyai Dahlan, maka sepanjang jalan masjid-masjid dikeluarkan beduk yang biasanya dibunyikan saat adzan akan dikumadangkan, dan sebaliknya ketika Kyai Dahlan balas bersilaturrahmi maka sepanjang jalan beduk tersebut disembunyikan.
Hubungan kedua keluarga mereka pun kian akrab. Sampai generasi ke-4, putra-putri Tebuireng yang kuliah di Yogyakarta pasti selalu indekos di kediaman keluarga KH. Ahmad Dahlan di Kauman—termasuk Gus Dur.
KH. Ahmad Dahlan juga terbiasa mengamalkan amalan-amalan yang dilakukan oleh kaum nahdliyyin. Misalnya membaca doa qunut ketika shalat Subuh, ikut yasinan, tahlilan, dan shalat tarawih 20 rakaat. Memang saat ini sebagian warga Muhammadiyah melaksanakan shalat tarawih 8 rakaat. Tapi tidak demikian dengan pendirinya, KH. Ahmad Dahlan. Beliau terbiasa melakukan shalat tarawih sebanyak 20 rakaat dengan 10 salam. Kebiasaan KH. Ahmad Dahlan yang demikian itu tidak terlalu berlebihan. Pasalnya, bersama Hadratusy Syaikh Hasyim Asy’ari, ia belajar pada ulama-ulama yang bermadzhab Syafi’i, di Makkah. Tak hanya itu, di dalam kitab fiqih Muhammadiyah (karangan KH. Ahmad Dahlan) yang asli, pada bab shalat disebutkan bahwa shalat tarawih adalah shalat dengan 20 rakaat dan setiap 2 rakaat harus salam.
KH. Ahmad Dahan tetap menggunakan qunut, dan tidah pernah berpendapat bahwa qunut sholat subuh Nabi Muhammad Saw adalah qunut nazilah (qunut yang merujuk pada doa dalam sholat di tempat yang khusus sewaktu berdiri). Sebab beliau sangat memahami ilmu Hadis dan fiqih. Pun begitu dengan tarawihnya. Landasannya adalah, penduduk Makkah sejak berabad lamanya, sejak masa Umar ibn al-Khattab, telah menjalankan tarawih 20 rakaat dengan tiga witir, hingga sekarang.
Jika dilihat dari pengertiannya, sebagaimana dijelaskan oleh Ibn Hajar al-Asqallâniy dalam kitab Fath al-Bâriy Syarh al-Bukhâriy sebagai berikut: 
“Shalat jamaah yang dilaksanakan pada setiap malam bulan Ramadhan dinamai tarawih karena para sahabat pertama kali melaksanakannya, beristirahat pada setiap dua kali salam.” 
Jadi, baik KH. Ahmad Dahlan dan Hadratusy Syaikh Hasyim Asy’ary, tiada perbedaan dalam pelaksanaan ubudiyah (ibadah). (Hal ini pernah disampaikan oleh KH. Marzuki Musytamar, Rois Syuriyah PWNU Jawa Timur dalam suatu kesempatan).

Namun setelah berdirinya Majelis Tarjih di era kepemimpinan KH. Mas Mansyur (ketua keempat), terjadilah berbagai perubahan, termasuk keluarnya putusan tarjih yang meniadakan praktik doa qunut dalam shalat Shubuh dan jumlah shalat tarawih yang menjadi 11 rakaat.Dengan argumen bahwa Muhammadiyah bukan Dahlaniyah.
Meski begitu, inilah perbedaan yang cukup sulit tuk disatukan karena semenjak Rasulullah SAW hidup ini perbedaan sudah mulai ada dan itu sudah merupakan fitrah. Maka sebagai Warga NU dan Muhammadiyyah yang baik, marilah saling menghargai dan bertoleransi, karena perbedaan ini hanya dalam furuiyyah (cabang) bukan pada rana akidah yang mana hal ini tak perlu terlalu diperdebatkan. Dan marilah kita bersinergi untuk membangun persatuan umat untuk melangkah menuju masa depan yang lebih baik seraya bersiap diri tuk menghadapi musuh umat islam yang telah mengibarkan bendera perang di hadapan kita. Wassalam
Malang, 26 Januari 2016
Abid Muaffan

Disarikan dari Tulisan Ustadz Ren Muhammad Dimuat di Tabloid Matahariku, Edisi ke-IV Januari 2016 dengan berbagai tambahan dari berbagai sumber dan observasi langsung di Jombang dan Jogjakarta
Mohon Tambahan Informasi dan Koreksi dari Tulisan dan Editan Di Atas, karena hal ini begitu penting untuk langkah kami dalam jangka dekat ini akan mengadakan diskusi lintas tokoh NU dan Muhammadiyyah yang dilanjutkan napak tilas perjuangan Pendiri NU dan Muhammadiyyah di Jombang dan Jogjakarta. Matur Nuwun