Minggu, 17 April 2016

Tentang Malam yang Penuh Kemuliaan


“Sesungguhnya Kami telah menurunkannya (al-Qur’an) pada malam kemuliaan. Dan tahukah kamu apakah malam kemuliaan itu? Malam kemuliaan itu lebih baik dari seribu bulan. Pada malam itu turun malaikat-malaikat dan malaikat Jibril dengan izin Tuhannya untuk mengatur segala urusan. Malam itu (penuh) kesejahteraan sampai terbit fajar,” (QS al Qadr: 1-5).
Ada riawayat yang mengisahkan, suatu kali Rasulullah hampir saja membuka tabir kapan malam Lailatul Qadar terjadi. Sahabat Ubadah ibnu Shamit menceritakan kisahnya, “Rasulullah keluar untuk memberitahu kami, mengenai waktu tiba malam Lailatul Qadar. Tapi kemudian, ada dua orang laki-laki yang berdebat dan berbantah-bantahan.”
“Sesungguhnya aku keluar untuk memberitahu kalian. Tapi tiba-tiba si Fulan dan Fulan berbantah-bantahan. Lalu, diangkatlah pengetahuan tentang waktu Lailatul Qadar. Namun hal itu lebih baik untukmu. Maka, carilah dia pada malam kesembilan, ketujuh dan kelima,” sabda Rasulullah yang mulia. (Shahih Bukhari)
Dari penggalan hadits di atas, setidaknya kita belajar dua hal lain selain malam mulia yang lebih baik dari 1000 bulan. Pertama, ternyata kita memang teramat senang berbantah-bantahan. Hari ini, kita tidak saja berbantahan, tapi lebih maju lagi dari sekadar berbantahan, kita diadu dengan berbagai nama dan bingkai. Ada kalanya disebut debat kandidat di ranah politik. Ada kalanya dipanggil dialog terbuka untuk masalah-masalah sosial. Semuanya adalah nama lain dari berbantah-bantahan. Tidakkah kita menyadari, dengan berbantahan dulu kita telah kehilangan pengetahuan yang sangat berharga. Tidakkah kita mempelajari, berbantahan hanya kian meruncingkan perbedaan yang ada?
Pelajaran kedua adalah, tentang pengetahuan kita yang minim atas malam Lailatul Qadr. Tentu saja agar kita menebar jaring lebih lebar, berusaha lebih keras dan berjuang habis-habisan. Sebab, balasan yang diberikan sungguh sangat besar.
Dalam firman-Nya Allah menjelaskan, “Haa miim. Demi Kitab (al-Qur’an) yang menjelaskan. Sesungguhnya Kami menurunkannya pada suatu malam yang diberkahi dan sesungguhnya Kamilah yang memberi peringatan. Pada malam itu dijelaskan segala urusan yang penuh hikmah,” (QS Adh Dhukhaan: 1-4).
Pada malam itu, dijelaskan segala urusan. Siapa yang mendapatkannya, maka ia menjadi hamba pilihan yang, tidak saja tahu, tapi memahami segala urusan manusia, atas seizin-Nya. Begitu banyak urusan manusia; rezeki, jodoh, umur, keluarga, kehidupan, bahkan kematian. Semua urusan. Malaikat-malaikat turun atas izin-Nya membawa dan menjelaskan segala urusan. Dan inilah hakikat kehidupan, mengetahui tujuannya, memahami urusannya dan menyempurnakan prosesnya.
Demi Allah yang Maha Besar, sungguh betapa beruntungnya mereka yang mampu menguak rahasia kehidupan dan mendapatkan lailatul qadar.
Tentu tidak mudah. Pasti tidak ringan. Hasil besar menuntut usaha yang besar pula. Dari Sayyidatina Aisyah ra, Rasulullah mengajarkan doa yang sangat Indah. Aisyah bertanya, “Ya Rasulullah, seandainya aku tahu suatu malam adalah lailatul qadar, apa yang sebaiknya aku baca dan panjatkan?”
Lalu Rasulullah bersabda, “Allahumma innaka 'afuwwun tuhibbul 'afwa fa'fuannii. Allahuma ya Allah, sesungguhnya Engkau Maha Pengampun, lagi mencintai para pemohon ampun, maka ampunilah kami,” (HR Tirmidzi, Ibnu Majah).
Malam itu, ampunan berlimpah-limpah. Lebih banyak dari hitungan ombak yang sampai ke pantai. Lebih besar dari gunung-gunung yang paling besar. Lebih hebat dari angin yang paling dahsyat. 
Siapa saja pada malam itu mendapatkan ampunan, maka dia adalah hamba yang penuh keberuntungan. Siapa saja pada malam itu mendapatkan kebaikan, sungguh dia adalah hamba yang mendapatkan kemenangan.
Pada zamannya, ketika waktu mendekati malam-malam mulia ini, Rasulullah mengencangkan kainnya, menghidupkan malam dan membangunkan istri-istri beliau. Mengapa beliau mengencangkan kain, menghidupkan malam dan membangunkan istri-istrinya? Karena malam ini adalah malam istimewa.
Tak satupun dari manusia, memiliki kemampuan melihat kapan lailatul qadar tiba. Hanya Rasulullah saw saja. Tapi beberapa orang tercatat pernah memberikan kesaksian tentang lailatul qadar. Salah satunya, laksana seperti sujud di atas air yang melimpah, segar menyejukkan. Wallahu a’lam.
Tapi yang pasti, ciri-ciri lailatul qadar disebutkan dengan terangnya. Malamnya berwarna merah lembut, mungkin diiringi hujan ringan dan angin yang tenang. Malam yang menyenangkan.
Sungguh bukan hanya ciri malamnya saja yang menyenangkan, tapi kandungan yang ada di dalamnya sangat menggembirakan. Diampuni dosa yang silam. Dijaga dari dosa yang akan datang. Dilimpahi kebaikan sepanjang umur dikandung badan. Subhanallah, betapa aneh jika ada seorang hamba yang tak menghendakinya.
Ciri-ciri dari mereka yang mendamba, adalah hamba yang memuliakan hari istimewa itu dengan ibadah dan ketaatan hanya kepada Allah saja. Shalat, tilawah dan berdoa, bersedekah, silaturahim, amal shalih seringan apa pun dan qiyamulail harus memenuhi hari-hari itu. Tebar jaring seluas mungkin. Berusaha sekerasnya. Semoga ridha Allah menaungi kita.
Berdiri dan berdoa, dzikir dan tilawah, munajat dan tafakur harus mewarnai hari-hari terakhir kita di bulan mulia. Dengan satu harapan, semoga Allah mencatat kita sebagai hamba-hamba yang penuh harap dan mendamba.

Tidak ada komentar: