Selasa, 24 November 2015

KUPAS TUNTAS FIKIH LAILATUL QADR


Jika umur umat Nabi Muhammad shallallahu alaihi wasallam dibandingkan dengan umat terdahulu maka tidaklah sebanding. Nabi Nuh alaihis salam saja berdakwah kepada kaumnya selama 950 tahun dan begitu pula kaum Nabi yang lainnya memiliki umur panjang.
Adapun umur umat Nabi Muhammad shallallahu alaihi wasallam hanya berkisar antara 60 atau 70 tahun, yang memiliki umur lebih dari itu sangatlah sedikit.
Dari Abu Hurairah radhiyallahu anhu, bahwa Rasulullah shallallahu alaihi wasallam bersabda:
أَعْمَارُ أُمَّتِـي مَا بَيْنَ السِّتِّيْنَ إِلَى السَّبْعِيْنَ وَأَقَلُّهُمْ مَنْ يَجُوزُ ذَلِكَ
“Umur-umur umatku antara 60 hingga 70, dan sedikit dari mereka yang melebihi itu.” (HR. At-Tirmidzi)
Jika dibandingkan dengan usia umat Nabi lainnya maka umat Nabi shallallahu alaihi wasallam memiliki kesempatan beramal shalih lebih sedikit dari umat lainnya. Namun karena cinta dan kasih sayang Allah Ta’ala kepada umat Nabi Muhammad shallallahu alaihi wasallam maka disediakanlah satu malam yang lebih baik dari seribu bulan yaitu lailatul qadr. Malam keberkahan, malam kemuliaan, malam penuh ampunan, malam ketenangan, malam amal kebaikan dilipatgandakan serta beribadah pada malam itu lebih baik dari seribu bulan atau sekitar 83,3 tahun, berharap dengan malam itu amal umat Nabi Muhammad shallallahu alaihi wasallam bisa mengimbangi amal umat Nabi lainnya.
Maka dalam kesempatan kali ini kami akan memaparkan tentang lailatul qadr semoga bermanfaat dan menjadikan kita lebih giat beribadah di lailatul qadr.
A. Penamaan Lailatul Qadr
Disebut lailatul qadr karena alasan berikut:
1. Karena malaikat pada malam itu mencatat taqdir atau ketentuan-ketentuan manusia seperti rizki dan ajalnya untuk masa satu tahun
2. Karena kebesaran dan kemuliaan kedudukannya
3. Ada yang berpendapat karena ketaatan pada malam itu memiliki kedudukan tersendiri
[Lihat Syarah Shahih Muslim dan Taisirul ‘Allam Syarhu Umdatil Ahkam]
B. Keutamaan Lailatul Qadr
Allah Ta’ala berfirman:
إِنَّا أَنْزَلْنَاهُ فِي لَيْلَةِ الْقَدْر. وَمَا أَدْرَاكَ مَا لَيْلَةُ الْقَدْرِ . لَيْلَةُ الْقَدْرِ خَيْرٌ مِّنْ أَلْفِ شَهْرٍ . تَنَزَّلُ الْمَلَائِكَةُ وَالرُّوحُ فِيهَا بِإِذْنِ رَبِّهِم مِّن كُلِّ أَمْرٍ . سَلَامٌ هِيَ حَتَّىٰ مَطْلَعِ الْفَجْرِ .
Artinya: Sesungguhnya kami telah menurunkannya (Al-Qur’an) pada malam kemuliaan. Dan tahukan kamu apakah malam kemuliaan itu? . Malam kemuliaan itu lebih baik dari seribu bulan. Pada malam itu turun malaikat-malaikat dan malaikat Jibril dengan izin Tuhannya untuk mengatur segala urusan. Malam itu (penuh) kesejahteraan sampai terbit fajar
Dari ayat diatas bisa diketahui bahwa lailatul qadr memiliki beberapa keutamaan yaitu:
1. Pada malam itu Al-Quran diturunkan secara utuh
2. Lailatul qadr malam yang agung dan mulia
3. Beribadah pada malam itu lebih baik dari seribu bulan
4. Para malaikat turun pada malam itu membawa rahmat, keberkahan, dan ketenteraman bagi manusia. Ada yang berpendapat membawa semua urusan yang telah ditetapkan dan ditakdirkan oleh Allah untuk masa satu tahun.
5. Malam yang penuh berkah dan amalan-amalan kebaikan dilipatgandakan
C. Kapankah Lailatul Qadr Terjadi?
Ringkasnya adalah:
1. Lailatul qadr tidak terjadi kecuali di malam-malam bulan ramadhan
2. Ulama berbeda pendapat tentang penentuan malamnya, Ibnu Hajar Al-‘Asqalani rahimahullah menuturkan bahwa pendapat ulama dalam masalah ini mencapai lebih dari empat puluh pendapat
3. Mayoritas ulama berpendapat bahwa lailatul qadr terdapat pada sepuluh malam terakhir bulan ramadhan dan lebih ditekankan lagi pada malam-malam ganjil
4. Paling diharapkan lagi terjadinya pada malam 27 pada bulan ramadhan, dan pendapat ini juga yang dipegang oleh para ulama seperti Imam Ahmad rahimahullah.
5. Kepastian terjadinya lailatul qadr pada malam tertentu adalah rahasia Allah, diantara hikmah dirahasiakan waktu terjadinya lailatul qadar adalah agar umat Islam bersungguh-sungguh dan berlomba-lomba dalam beramal kebaikan diseluruh malam-malam sepuluh terakhir bulan ramadhan
D. Tanda-Tanda Lailatul Qadr
Lailatul qadr memiliki beberapa tanda diantaranya:
1. Pada malam itu cuaca sangat cerah
2. Malam itu lebih bercahaya
3. Seorang mukmin merasakan ketenangan dan kelapangan dada melebihi malam-malam lainnya.
4. Angin bertiup perlahan
5. Terkadang Allah memperlihatkan lailatul qadr kepada seseorang lewat mimpinya
6. Seseorang merasakan kelezatan dalam beribadah jauh melebihi apa yang dirasakannya pada malam-malam lainnya.
[Sahih Fikih Wanita Karya Syaikh Ibnu Al-Utsaimin]
Diantara hadits yang menunjukkan tanda lailatul qadr adalah hadits
Dari Ubadah bin Ash-Shamit radhiyallahu anhu ia berkata:
أَنَّ رَسُوْلَ اللهِ قَالَ: لَيْلَةُ الْقَدْرِ فِيْ الْعَشْرِ الْبَوَاقِيْ, مَنْ قَامَهُنَّ ابْتِغَاءَ حِسْبَتِهِنَّ فَإِنَّ اللهَ تَبَارَكَ وَتَعَالَى يَغْفِرُ لَهُ مَا تَقَدَّمَ مِنْ ذَنْبِهِ وَمَا تَأَخَّرَ, وَهِيَ لَيْلَةُ وِتْرٍ, تِسْعٌ أَوْ سَبْعٌ أَوْ خَامِسَةٌ أَوْ ثَالِثَةٌ أَوْ آخِرُ لَيْلَةٍ, وَقَالَ رَسُوْلُ اللهِ َ: إِنَّ أَمَارَةَ لَيْلَةِ الْقَدْرِ أَنَّهَا صَافِيَةٌ بَلْجَةٌ كَأَنَّ فِيْهَا قَمَراً سَاطِعاً سَاكِنَةٌ سَاجِيَةٌ, لاَ بَرْدَ فِيْهَا وَلاَ حَرَّ, وَلاَ يَحِلُّ لِكَوْكَبٍ أَنْ يُرْمَى بِهِ فِيْهَا حَتَّى تُصْبِحَ, وَإِنَّ أَمَارَتَهَا أَنَّ الشَّمْسَ صَبِيْحَتَهَا تَخْرُجُ مُسْتَوِيَةً, لَيْسَ لَهَا شُعَاعٌ مِثْلَ الْقَمَرِ لَيْلَةَ الْبَدْرِ, وَلاَ يَحِلُّ لِلشَّيْطَانِ أَنْ يَخْرُجَ مَعَهَا يَوْمَئِذٍ.
“Sesungguhnya Rasulullah shallallahu alaihi wasallam bersabda: “Lailatul Qadr (terjadi) pada sepuluh malam terakhir. Barangsiapa yang menghidupkan malam-malam itu karena berharap keutamaannya, maka sesungguhnya Allah akan mengampuni dosa-dosanya yang lalu dan yang akan datang. Dan malam itu adalah pada malam ganjil, ke dua puluh sembilan, dua puluh tujuh, dua puluh lima, dua puluh tiga atau malam terakhir di bulan Ramadhan,” dan Rasulullah shallallahu ‘
alaihi wasallam bersabda: “Sesungguhnya tanda Lailatul Qadr adalah malam cerah, terang, seolah-olah ada bulan, malam yang tenang dan tentram, tidak dingin dan tidak pula panas. Pada malam itu tidak dihalalkan dilemparnya bintang, sampai pagi harinya. Dan sesungguhnya, tanda Lailatul Qadr adalah, matahari di pagi harinya terbit dengan indah, tidak bersinar kuat, seperti bulan purnama, dan tidak pula dihalalkan bagi setan untuk keluar bersama matahari pagi itu. (HR. Ahmad)
E. Dzikir Yang Dibaca
Aisyah radhiyallahu anha berkata: aku bertanya, wahai Rasulullah bagaimana pendapatmu jika saya mengetahui malam yang mana lailatul qadr tersebut, apa yang harus aku ucapkan? maka beliau shallallahu alaihi wasallam bersabda: katakanlah:
اَللَّهُمَّ إِنَّكَ عَفُوٌّ تُحِبُّ الْعَفْوَ فَاعْفُ عَنِّيْ
“Ya Allah, sesungguhnya engkau Maha Pemaaf dan menyukai memaafkan, maka maafkan aku.” (HR. Al-Bukhari dan Muslim)
F. Apa Yang Dilakukan Kaum Muslimin
Sebagian umat Islam disepuluh malam terakhir bulan ramadhan justru semangatnya menurun, banyak dari mereka tidak lagi melakukan qiyamullail di masjid, mulai bermalas-malasan dalam beramal shaleh, dan sebagian lainnya mulai menyibukkan dengan perkara-perkara dunia seperti jalan-jalan atau berbelanja di mall-mall, ada juga yang sibuk membuat kue lebaran, ada juga yang rela bermacet-macetan dijalan-jalan lantaran mudik dan berbagai aktivitas yang menyibukkan dirinya bukan dalam rangka ketaatan.
Padahal yang seharusnya dilakukan oleh umat Islam adalah meningkatkan semangat ibadah dan memaksimalkan dalam beramal shaleh karena di waktu-waktu itu sangat diharapkan kedatangan lailatul qadr. Peluang yang sangat berharga untuk mendapatkan pelipatgandaan pahala amal kebaikan, di saat itulah amalan ibadah yang dilakukan oleh seseorang lebih baik dari seribu bulan.
Rasulullah shallahu alaihi wasallam pun telah mencontohkan kesungguhannya dalam beribadah disepuluh malam terakhir bulan ramadhan.
عَنْ عَائِشَةَ رَضِيَ اَللَّهُ عَنْهَا قَالَتْ: – كَانَ رَسُولُ اَللَّهِ – صلى الله عليه وسلم – إِذَا دَخَلَ اَلْعَشْرُ -أَيْ: اَلْعَشْرُ اَلْأَخِيرُ مِنْ رَمَضَانَ- شَدَّ مِئْزَرَهُ, وَأَحْيَا لَيْلَهُ, وَأَيْقَظَ أَهْلَهُ – (مُتَّفَقٌ عَلَيْهِ)
Dari ‘Aisyah radhiyallahu anha, ia berkata, “Rasulullah shallallahu alaihi wasallam biasa ketika memasuki 10 Ramadhan terakhir, beliau mengencangkan sarungnya, menghidupkan malam-malam tersebut dengan ibadah, dan membangunkan istri-istrinya untuk beribadah.” Muttafaqun ‘alaih. (HR. Al-Bukhari dan Muslim)
Maksud dari mengencangkan sarungnya adalah sebagai isyarat kesiapan yang matang dari Rasulullah shallallahu alaihi wasallam untuk memaksimalkan ibadah. Sebagian ulama mengatakan bahwa maksud dari mengencangkan sarung adalah beliau shallallahu alaihi wasallam meninggalkan istrinya untuk fokus beribadah di masjid.
Diantara ibadah yang beliau shallallahu alaihi wasallam lakukan adalah i’tikaf di masjid dan inipun yang seharusnya dilakukan oleh setiap muslim.
عَنْ عَائِشَةَ رَضِيَ اَللَّهُ عَنْهَا قَالَتْ:- أَنَّ اَلنَّبِيَّ – صلى الله عليه وسلم – كَانَ يَعْتَكِفُ اَلْعَشْرَ اَلْأَوَاخِرَ مِنْ رَمَضَانَ, حَتَّى تَوَفَّاهُ اَللَّهُ, ثُمَّ اعْتَكَفَ أَزْوَاجُهُ مِنْ بَعْدِهِ – مُتَّفَقٌ عَلَيْهِ
Dari ‘Aisyah radhiyallahu anha, ia berkata bahwasanya Nabi shallallahu alaihi wasallam biasa beri’tikaf di sepuluh hari terakhir dari bulan ramadhan hingga beliau diwafatkan oleh Allah. Lalu istri-istri beliau beri’tikaf setelah beliau wafat. (HR. Al- Bukhari dan Muslim)
Amalan utama yang hendaknya juga dilakukan oleh seseorang adalah shalat malam.
Rasulullah shallallahu alaihi wasallam bersabda.
مَنْ قَامَ لَيْلَةَ الْقَدْرِ إَيْمَانًا وَاحْتِسَابًا غُفِرَ لَهُ مَا تَقَدَّمَ مِنْ ذَنْبِهِ
“Barang siapa berdiri (shalat) pada malam Lailatul Qadar dengan penuh keimanan dan mengharap pahala dari Allah, maka diampuni dosa-dosanya yang telah lalu” (HR. Al-Bukhari dan Muslim)
Dan amalan-amalan lainnya seperti dzikir, shalawat, sedekah, dakwah, berbakti kepada orang tua, membaca al-Quran dan lain sebagainya.
Inilah pemaparan tentang fikih lailatul qadr, semoga kita mampu memaksimalkan ibadah dan semoga Allah menerima semua amalan shalih kita. Wallahu A’lam Bish Showab
Referensi:
1. Syarah shahih muslim karya imam an-Nawawi Asy-Syafii
2. Taisirul ‘allam syarhu ‘umdatil ahkam karya syaikh Abdullah bin Abdurrahman bin Shalih Alu Bassam
3. Sahih fikih wanita karya syaikh Muhammad bin Shalih al-Utsaimin
4. Panduan praktis puasa, tarawih, i’tikaf, lailatul qadr dan zakat fithr karya Abu Muhammad Ibnu Shalih bin Hasbullah pustaka Ibnu Umar
5. Shahih fikih sunnah karya syaikh Abu Malik Kamal bin As-Sayyid Salim
Oleh: Abul Fata, Lc

Tidak ada komentar: